Perempuan di Iran Adakan Lomba Maraton Diam-diam, Mengapa?

Jumat, 14 April 2017 19:05 WIB
Penulis: Nindhitya Nurmalitasari | Editor: Joko Sedayu
© edition.cnn
Lari Maraton Internasional di Teheran. Copyright: © edition.cnn
Lari Maraton Internasional di Teheran.

Pada Jumat (07/04/17) lalu Kota Teheran diramaikan dengan acara lari maraton internasional pertama yang diadakan di Ibu Kota Iran tersebut. Kegiatan ini diikuti ratusan pelari berbagai negara. Menurut situs resminya, terdapat 442 pelari dari 45 negara, termasuk Amerika Serikat, Inggris, Australia, China, Jerman, dan Rusia, yang berpartisipasi dalam maraton bertajuk 'I Run Iran' ini.

Acara ini diprakarsai oleh seorang pria Belanda yang tinggal di Iran bernama Sebastiaan Straten. Event maraton internasional itu disebut-sebut bertujuan untuk membangun hubungan dengan komunitas internasional dan menghapuskan stereotip. 

Hal tentu ini wajar mengingat negara Iran kerap mendapat cap negatif terutama bila terkait dengan isu pengembangan teknologi nuklir negaranya. Meskipun pada Januari 2016 lalu ia sempat terbebas dari sanksi internasional. Selain itu, Iran juga masih sering mendapat sorotan terkait isu-isu hak asasi manusia di negaranya.

Meski akhirnya terlaksana sesuai jadwal, belakangan terungkap bahwa ada peristiwa menarik di balik event maraton internasional tersebut. Dilansir dari CNN (11/04/17) para pelari perempuan yang juga peserta acara tersebut diketahui mengadakan maraton mereka secara diam-diam.

Inisiatif melakukan lari maraton secara diam-diam ini terpaksa mereka ambil akibat adanya larangan dari pemerintah Iran. Pasalnya pemerintah melarang peserta perempuan untuk ikuti lari bersama-sama dengan pelari laki-laki. Tak hanya itu, pemerintah juga hanya mengizinkan mereka untuk mengikuti 10 kilometer maraton di dalam ruangan (indoor).

Padahal sebelumnya, berdasarkan informasi yang ada pada situs maraton tersebut, panjang rute yang seharusnya mereka lewati adalah 42 kilometer. Selain itu, disebutkan pula bahwa pelari perempuan boleh berpartisipasi asalkan mereka mengenakan penutup kepala atau bandana olahraga untuk menutupi rambut, pakaian berlengan panjang dan di bawah pinggul,  serta menghindari celana pendek. Sayangnya, beberapa hari sebelumnya panitia mengumumkan perubahan aturan.

Tak kehilangan akal, para peserta perempuan yang tidak diperbolehkan ikut maraton secara penuh ini pun akhirnya menemukan solusi.

"Kami datang dengan solusi yang benar-benar damai dan kami baru mendapatkan ide tersebut sore kemarin (sehari sebelum acara)," ujar seorang peserta asal Belanda bernama Karin Brogtrop-Beekman kepada CNN.

"Kami memutuskan untuk melakukan acara kami sendiri di taman perempuan di suatu tempat di atas gunung. Kami melakukan lari beberapa putaran pada lintasan 700 meter dan kemudian naik taksi ke stadion (Azardi), memakai pakaian resmi kami dan kemudian ikut lari sepanjang 10 kilometer,"  lanjutnya.

Tak hanya melarang perempuan ikuti maraton secara penuh, CNN juga menyebutkan bahwa pemerintah Iran melarang beberapa pelari dari luar negeri untuk masuk ke negaranya dengan alasan yang tidak diketahui dengan jelas. Tak pelak, mereka harus mengurungkan keinginannya untuk turut berpartisipasi dalam acara tersebut. Meskipun sebenarnya mereka telah mendapat visa. Panitia acara ini pun turut menyampaikan penyesalannya.

"Saya sungguh menyesal atas janji-janji saya pada para pelari perempuan bahwa mereka bisa ikut lari (secara penuh), dan kepada pelari dari AS dan Inggris yang tidak dapat mengamankan visanya," ujar Sebastiaan Straten kepada CNN.