Achmad Kurniawan, Loyalitas Si Pengunyah Permen Karet yang Mudah Meledak

Selasa, 10 Januari 2017 21:16 WIB
Editor: Rizky Pratama Putra
 Copyright:

Perawakannya tidak terlalu ideal sebagai seorang penjaga gawang. Memiliki tinggi 1,75 meter, Achmad Kurniawan terlihat tidak begitu gagah saat menjaga gawangnya.

Namun, AK, demikian biasa dia disapa, mudah dikenali dengan kelebihan lainnya. Refleksnya yang di atas rata-rata membuat para pencuri gol dari kubu lawan akan berpikir panjang untuk berusaha membobol gawang yang dijaganya. 

Lain lagi dengan kebiasaan lain pria yang lahir 31 Oktober 1979 ini saat berlaga di bawah mistar. Mulutnya tak akan pernah berhenti mengunyah sepanjang pertandingan. 

Achmad Kurniawan memulai karier juniornya bersama Persita Tangerang.

Permen karet menjadi amunisi utama AK saat dirinya berlaga. Kebiasaan ini untuk menjaga emosinya yang dikenal cukup mudah meledak saat bermain.

Namun demikian, sepertinya permen karet saja tak cukup untuk membungkam emosi AK. Tak jarang emosi pemain yang mengawali kariernya bersama Persita Tangerang di level junior ini meluap seketika.

Hal inilah yang kemudian menjadikan julukannya bertambah menjadi AK 47 kala membela Arema FC di tahun 2015 silam. Adalah Eko Santoso, Manajer Legal Arema FC yang pertama kali mengembeli 47 di belakang nama AK.

Alasannya cukup logis, AK akan lebih sangar dan sesuai jika ditambahkan 47 di belakang namanya. Mirip dengan senjata buatan Rusia yang dikenal saat perang Vietnam.

Achmad Kurniawan mempersembahkan trofi Copa Indonesia untuk Arema Malang di musim perdananya bergabung.

Apalagi, sebagai personifikasi senjata produksi Kalashnikov sendiri, AK sesuai dengan kekuatan emosinya. Pun demikian dengan nomor punggungnya yang sah berganti di musim 2015 dengan nomor 47, meninggalkan nomor kebesarannya selama ini 31.

Kembali menapaki jejak kariernya, AK tumbuh di lingkungan sepakbola. AK kecil memulai jalan terjal kariernya di Persita Tangerang. Pintu gerbang karier AK pun terbuka saat membela Laskar Cisadane selama 6 tahun di periode tahun 2001-2006.

Benny Dollo yang sempat mengasuh AK pun tak sulit memutuskan untuk memberikan nasib gawang Persita di tangannya. AK pun menjawab dengan membawa klubnya sebagai runner up Liga Indonesia di tahun 2002.

Performa impresif Achmad Kurniawan membuat pelatih Timnas Indonesia, Ivan Kolev sempat memanggilnya untuk ikut seleksi.

Bemanis karier di Persita membuat sejumlah klub mulai meliriknya. Arema FC yang saat itu masih bernama Arema Malang pun beruntung mendapatkan jasanya.

AK dibawa Benny yang saat itu dipercaya melatih Singo Edan dalam mengarungi kompetisi nasional. Hasilnya berbuah manis, AK kembali menorehkan prestasi dengan menjadikan Arema Malang menjadi kampiun di ajang Copa Indonesia di tahun pertamanya bersama Arema.

Penampilan apiknya pun terpantau oleh Ivan Kolev yang saat itu menjadi pelatih Tim Nasional Indonesia. Kolev pun menyertakan AK dalam seleksi pemain Timnas untuk Piala Asia 2007.

Gagal bersaing dengan Markus Haris Maulana membuat harapan Achmad Kurniawan untuk bergabung bersama Skuat Garuda di Piala Asia 2007 pupus.

Sayang kala itu, AK gagal bersaing dengan sejumlah nama senior macam Markus Haris Maulana dan Jendri Pitoy. Bahkan Ferry Rotinsulu yang kala itu membibit sebagai kiper masa depan Indonesia pun menyisihkannya dari Skuat Garuda.

Dua tahun bersama Singo Edan, AK akhirnya menyeberang ke Persik Kediri pada tahun 2008. Namun inilah salah satu masa kelam dalam kariernya yang kemudian tidak lagi seprima saat membela Persita dan Arema.

Berkaca pada performa minornya, AK pun akhirnya mencari petualangan baru bersama Semen Padang pada tahun 2009. Titik inilah yang menuntun AK menemukan kembali bentuk permainan terbaiknya di lapangan.

Pada tahun 2010, kala performanya membaik, sang ayah menitip pesan kepadanya secara khusus. Sang ayah meminta AK untuk bisa bermain bersama dengan Kurnia Meiga Hermansyah, sang adik.

AK pun pulang ke kandang Singa untuk berkostum Arema. Uniknya saat itu, AK harus mengalah pada sang adik yang menjadi pilihan utama pelatih.

Namun bekal wasiat dari ayahnya membuat AK kukuh untuk tetap mendampingi sang adik meskipun dari bangku cadangan. Pada tahun 2011, semasa dualisme kompetisi sempat membuatnya limbung.

Pesan sang ayah membawa Achmad Kurniawan berada satu tim dengan Kurnia Meiga Hermansyah di Arema FC.

AK pun memilih untuk membela Arema yang berkompetisi di Liga Primer Indonesia. Namun hal ini tidak berlangsung lama karena akhirnya AK memilih untuk kembali bersama Arema yang bermain di Liga Super Indonesia (LSI) bersama Kurnia Meiga.

Sejak itulah, AK menasbihkan dirinya sebagai Arema sejati yang akhirnya dibawanya hingga ujung nafasnya. AK menunjukkan loyalitas dengan tetap bisa diandalkan meskipun semakin uzur dan menjadi pilihan ketiga setelah Kurnia Meiga dan I Made Wardhana di skuat Arema.

Meskipun sempat mendapat kritikan karena berpostur gempal dan dianggap tidak ideal, AK tetap membuktikan kapasitasnya saat diberi kesempatan bermain. AK tetap bisa diandalkan layaknya AK 47 yang menyemat sebagai julukannya.

Tampil tenang dan refleks yang masih bisa dibilang cukup mumpuni pun membuatnya mendapat julukan baru di ujung usianya. Para Aremania sempat menyamakannya dengan Angelo Peruzzi, mantan kiper Juventus dan Timnas Italia di era 1990-an.

Lalu kemudian awan gelap itu datang usai Torabika Soccer Championship (TSC) 2016. Tepat tanggal 29 Desember 2016 tersiar kabar bahwa AK dilarikan ke Rumah Sakit Saiful Anwar, Malang.

Diagnosa awalnya sang AK 47 dikabarkan menderita serangan jantung. Namun beberapa waktu kemudian tersiar kabar ada kandungan racun dalam darahnya.

Meskipun sempat dibantah oleh tim manajemen Arema FC, AK sempat menjalani 3 kali cuci darah. 12 hari di rumah sakit dengan keadaan tak sadarkan diri, AK pun menyerah.

Kurnia Meiga Hermansyah tengah menandatangani berita acara kematian Achmad Kurniawan di Rumah Sakit Saiful Anwar, Malang.

AK 47 itu akhirnya menyerah dan meminta gencatan senjata pada dunia. Diperkirakan pukul 17.00 WIB, AK dinyatakan meninggal dunia.

Tentu saja awan mendung dirasakan oleh sanak saudara, sahabat, rekan setim, Aremania, dan insan sepakbola Indonesia. Kehilangan sosok AK 47 merupakan duka bagi sepakbola Tanah Air.

Satu lagi produk terbaik pesepakbola Tanah Air bepulang. Sosok AK mencerminkan loyalitas dan perjuangan untuk tetap menjejak ketabahan dan profesionalitas dalam sepakbola.

Selamat Jalan AK!

3.2K