Liga 2 Indonesia

Peserta Membengkak, Liga 2 Dianggap Tak Sehat

Minggu, 26 Maret 2017 11:31 WIB
Editor: Rizky Pratama Putra
© INDOSPORT
Ketua Umum PSSI, Edy Rahmayadi Copyright: © INDOSPORT
Ketua Umum PSSI, Edy Rahmayadi

Save Our Soccer (SOS) sebagai kelompok pemerhati sepakbola nasional mengkritisi pelaksanaan bergulirnya Liga 2 Indonesia. Melalui Akmal Marhali, SOS mengatakan bahwa jumlah peserta yang membludak dikhawatirkan berdampak pada iklim kompetisi yang tidak sehat.

Bagaimana tidak sejumlah ketimpangan terjadi pada manajerial di Liga 2 saat ini. Mulai dari aspek jumlah klub yang berlaga hingga kesehatan keuangan klub itu sendiri.

“Daripada PSSI memaksakan diri melibatkan 60 peserta, lebih baik dilakukan verifikasi baik aspek legal, infrastruktur, finansial, supporting, dan Sumber Daya Manusia (SDM). Klub yang tak memenuhi syarat harus harus berbesar hati tak ambil bagian. Ini kompetisi profesional, bukan tarkam,” ujar Akmal seperti dikutip dari prfmnews.com.

image article indosportPSIS Semarang dan Persebaya Surabaya akan kembali bertarung di Liga 2 Indonesia musim ini.

Secara finansial, Akmal mengkhawatirkan kemampuan klub untuk melunasi gaji para pemainnya. Apalagi klub masih dituntut untuk mencari dana dan belum memiliki kekuatan mumpuni untuk menggaet sponsor.

“Minimal peserta Liga 2 butuh Rp 3-5 Miliar untuk memenuhi kebutuhannya mengikuti kompetisi. Subsidi hanya Rp 500 juta. Klub harus mencari dana tambahan mulai Rp 2,5 miliar sampai Rp 4,5 miliar. Ini sangat rawan. Apalagi banyak klub Liga 2 yang belum mampu menarik minat sponsor," tambah Akmal.

Belum lagi soal persebaran klub yang akan berlaga di Liga 2 nanti. Dari total 60 klub peserta yang berasal dari 22 propinsi, Jawa Timur menjadi penyumbang terbanyak dengan 14 klub, dan disusul oleh Jawa Tengah dengan 12 klub.

Hal ini dikhawatirkan menjadi distorsi saat pembagian grup berdasarkan region/wilayah. Persebaran klub yang jomplang ini dikhawatirkan SOS akan membuat sebuah klub nantinya terpental dari region/wilayah aslinya.

“SOS berharap pembagian grup yang dilakukan PSSI berlangsung fair dan transparan. Tidak ada lagi pengevakuasian klub dari regionnya berdasarkan kepentingan tertentu. Ini penyakit PSSI dulu. Terjadi transaksi di bawah meja untuk meloloskan klub-klub tertentu. Semoga hal ini tak terulang pada kepengurusan PSSI di bawah kepemimpinan Letjen Edy Rahmayadi yang memiliki jargon profesional dan bermartabat,” kata Akmal.

image article indosportSepakbola gajah yang terjadi antara PSIS Semarang dan PSS Sleman diharapkan tidak lagi terjadi di Liga 2 Indonesia.

Jika salah satu hal di atas terjadi maka penyakit sepakbola nasional yang kronis akan kembali kambuh. Klub-klub peserta bisa saja 'bermain sabun' agar tetap bisa mengarungi kompetisi hingga selesai.

“Ini sangat tidak sehat untuk sebuah kompetisi. Dikhawatirkan akan terjadi transaksi jual beli pertandingan. Baik yang ingin promosi. Utamanya, untuk yang hanya sekadar bertahan," tutur Akmal.

Untuk itu, Akmal meminta PSSI bisa menjalankan tugasnya sebagai orang tua dari sepakbola nasional dengan bijak. Meski hanya kompetisi kasta kedua, namun perjalanan Liga 2 nantinya dituntut SOS bisa memberikan dampak signifikan bagi sepakbola daerah dan nasional.

1.8K