Liga 1

Perkelahian Lilipaly-Comvalius Dianggap sebagai Hal Wajar bagi Orang Belanda

Selasa, 7 November 2017 18:00 WIB
Penulis: Frederica | Editor: Arum Kusuma Dewi
© Bola.com
Sylvano Comvalius dan Stefano Lilipaly terlibat pertengkaran. Copyright: © Bola.com
Sylvano Comvalius dan Stefano Lilipaly terlibat pertengkaran.

Perkelahian dua pemain Bali United saat bersua dengan PSM Makassar menjadi sisi menarik lainnya dalam pertandingan pekan ke-33 Gojek Traveloka Liga 1 Indonesia 2017 tersebut. Laga yang berakhir dengan kemenangan 1-0 bagi Serdadu Tridatu diwarnai dengan aksi adu jotos antara Stefano Lilipaly dan Sylvano Comvalius.

Insiden itu terjadi pada menit ke-40, saat Lilipaly melakukan penetrasi dari sisi kanan pertahanan Juku Eja. Saat itu, sang pemain diketahui langsung melepas tendangan kencang yang sayangnya masih menyamping dari gawang PSM.

Comvalius yang berada di tengah diketahui sedang menunggu umpan dari rekannya itu. Mengetahui Lilipaly malah melepas sepakan dan membuang kesempatan tersebut, Comvalius pun naik pitam.

Pemain asal Belanda itu langsung menghampiri rekannya untuk melakukan protes sambil mendorong tubuh Lilipaly. Tidak terima diperlakukan kasar oleh Comvalius, gelandang Timnas Indonesia itu pun kembali mendorong rekannya itu dan terjadi adu jotos.

Namun, pertengkaran itu tidak berlangsung lama, yang mana Comvalius mampu memberikan umpan bagi gol semata wayang yang dilesakkan oleh rekannya itu di menit ke-90+5. Usai laga, kedua pemain juga memberikan klarifikasi. Mereka mengumbar bahwa cekcok yang terjadi itu hanya merupakan emosi sesaat.

Namun tahukah kalian bahwa perdebatan tersebut menjadi hal yang lumrah bagi orang Belanda? Sebagaimana diketahui, Lilipaly dan Comvalius merupakan pesepakbola yang lahir di Belanda. Adu argumen seperti yang mereka tampilkan itu sudah menjadi hal biasa bagi mereka yang sama-sama berasal dari negara penjajah Indonesia.

Melansir Bola Sport (07/11/17), orang Belanda mengakui bahwa mereka senang untuk berdebat karena menganggap bahwa diri mereka merasa tahu dalam segala hal. Hal itu yang membuat mereka pun terlihat seperti orang kepala batu.

Perdebatan itu sendiri bukan hal tabu dan malah menjadi kebiasaan yang dihargai. Pasalnya, semua orang dianggap setara dalam segala hal, tidak terkecuali untuk pengetahuan di dunia persepakbolaan yang membuat tindakan argumen sering terjadi.

Tidak hanya sebagai hal yang biasa saja, kultur perdebatan itu nyatanya juga mendarah daging bagi perkembangan persepakbolaan Belanda. Kebiasaan itu sendiri muncul dari ajaran John Calvin yang lebih dikenal dengan nama Calvinisme.

Sebenarnya, Calvinisme itu sendiri merupakan paham terkait ajaran agama. Para Calvinist saat itu mengajari orang untuk menghiraukan otoritas gereja Katolik yang sangat sewenang-wenang. Selain itu Calvinisme juga mengajarkan untuk membaca sendiri Injil mereka, kemudian mengartikannya sendiri dan tidak begitu saja percaya kepada Pastor.

Atas dasar itu, kultur perdebatan juga memberikan pengaruh nyata pada sepakbola Belanda. Para pesepakbola diasumsikan sama-sama mengerti dan memahami taktik ataupun metode dalam sepakbola sehingga sering kali memperlihatkan aksi perdebatan itu.

© Instagram/@elfvoetbalmagazine
Irfan Bachdim, Stefano Lilipaly, Sylvano Comvalius, dan Nick Van Der Velden. Copyright: Instagram/@elfvoetbalmagazineIrfan Bachdim, Stefano Lilipaly, Sylvano Comvalius, dan Nick Van Der Velden.
303