Jerat Nikotin di Sepakbola Dunia

Minggu, 19 November 2017 20:22 WIB
Editor: Ardini Maharani Dwi Setyarini
 Copyright:

Di tengah kampanye gila-gilaan soal keburukan rokok, bahkan menyarankannya agar para perokok tidak menggabungkannya dengan olahraga. Jangan membayangkan berlari sambil merokok. Namun menikmati tembakau ternyata masih dilakukan oleh sebagian besar atlet dan mereka jelas tak ingin terlihat.

Sudah dua abad kurang dunia kesehatan memperingatkan bahwa mereka yang merokok tak boleh melakukan olahraga berlebihan. Dokter pun mengharamkan menghisap tembakau, padahal dalam kenyataannya, mirip kata bijak konvensional yang tak terbantahkan, Setiap dari para medis adalah penggemar rokok. 

Tak peduli dengan kenyataan berkurangnya kinerja paru-paru, aliran darah tak lancar sebab nikotin atau arteri yang menyempit - kondisi ini belum termasuk efek bahaya lain dari rokok seperti kanker - semua itu nampak seperti bualan. Kegusaran melihat ketagihan tembakau sama saja dengan meminggirkan atlet potensial dari arena.

Dalam pemikiran politik moderen, dasar ilmu kesehatan tersebut 'tak tersentuh' dan benar, namun kenyataannya tak satupun mereka yang merokok benar-benar terkena penyakit berbahaya. Semua orang harus diedukasi, mulai dari mereka yang di rumah sakit, sedang isi bensin, dan yang terpenting, mereka yang asyik ke kelab malam. 

Namun yang atlet perokok paling ikonik dan mendapat sorotan, tentu datang dari dunia sepakbola. Melihat beberapa saat kebelakang, ketika semua orang sependapat bahwa merokok dapat membantu jantung 'berolahraga' serta di'ikhtiarkan' memberikan rasa nyaman. Pesepakbola yang juga seorang perokok memiliki sifat tak suka menurut pada tradisi, tak patuh norma sosial, pembangkang, dan melawan arus. 

© Internet
Caption Copyright: Internet
Johan Cruyff adalah penikmat rokok seperti dirinya menikmati karya seni. Bahkan menjadikannya sebagai kegiatan primer di waktu dia berkarir sebagai pemain hingga jadi manajer. 

Tumbuh di era 60-an di Kota Amsterdam, rokok saat itu memang simbol anti kemapanan khas anak muda di zaman tersebut. Cruyff terlibat dan melibatkan dirinya dalam kebebasan bersuara dari tradisi Belanda 'udik'. Ini sebagian masa lalu yang bisa menjadi bayangan tentang imej Cruyff di publik. Tentu saja menjawab kelakuannya yang ajaib melawan pemikiran ortodoks disekitarnya dengan gayanya yang serba tak peduli. Orang zaman 'now' menyebutnya se-asal-asalan-nya.

Terbukti rokok 'membantunya' memenangkan La Liga di musim pertama kompetisinya bersama Barcelona dengan mengantongi 16 gol sepanjang La Liga. Di samping pemulihan cedera, Cruyff berada di atas angin atas penampilannya bersama hembusan asap dan abu rokok yang membuat penggemarnya bertepuk tangan.

Ketika menjadi pelatih Ajax pada 1985 pun demikian. Rokok tak pernah lepas dari bibirnya. Sambil menghisapnya sepanjang pertandingan, dia duduk menghilangkan kegugupan di pinggir lapangan. Namun pada 1991, kebiasaannya berubah. Memanajeri Barcelona, Cruyff mengganti rokoknya dengan permen setelah menjalani 2 kali operasi jantung. Dia juga diberitahu dokternya, melanjutkan menghisap tembakau akan memperpendek usianya di bumi. 

© Vice Sport
Diego Maradona Merokok. Copyright: Vice SportDiego Maradona Merokok.

Memenangkan Liga Champions bersama Barca sepanjang tahun tersebut membuat kesehatannya juga di ujung 'kaki'. Dilarikan ke rumah sakit sebab serangan jantung dadakan membuatnya harus lebih banyak beristirahat dan meninggalkan Barcelona pada 1996. Dalam film pendek anti-rokok di Catalunya, Cruyff pernah memberikan pernyataan lugas. "Hanya ada dua ketergantungan saya, pada sepakbola dan rokok. Sepakbola memberikan saya segalanya, dan rokok hampir mengambil semuanya. 

Hingga akhirnya Cruyff meninggal sebab kanker paru-paru pada 2016, dunia sepakbola berduka dan peringatan medis jadi terdengar nyata.

Tak hanya Cruyff, deretan pelatih dan pesepakbola pun terkena jerat rokok di keseharian mereka sebagai atlet maupun orang biasa. Sebut saja Zdenek Zeman, mantan pelatih banyak tim termasuk Lazio dan Roma, Arsene Wenger, Marcello Lippi, Alessandro Nesta, Gianluigi Buffon, Maradona, hingga Zinedine Zidane. Namun tak semuanya perokok berat seperti Cruyff, hanya beberapa dari mereka menghisap tembakau sebatang-dua batang yang entah bertujuan untuk apa.

Bisa jadi para pelatih dan pesepakbola ini menggunakan rokok untuk identitas dan kesenangan namun di sisi lain juga tidak memberikan arti yang baik. Rokok tak hanya berpengaruh jahat pada kegiatan mereka sebagai atlet namun juga berdampak di pemikiran dan cara pandang. Mungkin aksi Paul Gascoigne yang mendorong dua rokok dari hidungnya memang berlebihan. Namun sepertinya dia memberikan arti jika rokok tak berguna. 

596