In-depth

Kaum Milenial Membunuh Golf, Olahraga Ini Bakal Punah?

Selasa, 5 Februari 2019 17:43 WIB
Editor: Irfan Fikri
 Copyright:

Gaya hidup kaum milenial menggilas banyak hal. Tentu Anda mendengar bagaimana masifnya belanja online yang belakangan membuat banyak pusat perbelanjaan tutup. Kaum milenial adalah pembunuhnya termasuk salah satu calon korbannya adalah olahraga golf.

Kenapa milenial bisa menjadi ‘pembunuh berdarah dingin’ bagi olahraga yang memang digemari kalangan Baby Boomers (generasi yang lahir 1946 – 1964) serta Gen-X (kelahiran 1965-1980)?

Data dari National Golf Foundation menyebutkan bahwa partisipasi pemain golf di Amerika Serikat (AS) turun 1,2 persen pada 2016, dan angka ini terus menurun dari tahun ke tahun.

Pada 2016 pemain golf aktif tercatat tersisa hanya 23,8 juta orang, turun 1,2 persen dari tahun sebelumnya. Tingkat partisipasi pemain berusia 18 hingga 34 tahun juga anjlok hingga 30 persen selama dua dekade terakhir.

Laporan dari ESPN menyatakan bahwa produsen alat golf, Dick’s Sporting Goods telah mem-PHK lebih dari 500 para profesional golf yang bekerja di toko-toko golf Dick.

Padahal dulu Dick sempat menyombongkan diri bahwa mereka adalah perusahaan Pro-PGA terbesar dunia.

Bussines Journal  juga melaporkan bahwa jumlah lapangan golf dan country club di AS telah menyentuh ke level terendah di 10 tahun terakhir.

Lalu kenapa kalangan milenial enggan bermain olahraga yang mulai dimainkan pada abad ke-15 ini?  

Milenial punya cara sendiri untuk menciptakan olahraga yang memang mereka minati, dan ternyata golf gagal mengambil hati mereka.

Matt Powell pada tulisannya di Forbes menyebutkan bahwa penurunan minat orang untuk bermain golf tak semata masalah resesi ekonomi yang menimpa AS beberapa dekade terakhir.

Namun kalangan milenial meninggalkan olahraga memasukkan bola ke dalam lubang ini lantaran olahraga golf dianggap terlalu membuang waktu.

Olahraga ini berbanding terbalik dengan tipikal kaum milenial kelahiran pertengahan tahun 1990-an hingga awal 2000-an ini lebih menghargai kemudahan, kecepatan, dan efisiensi.

Milenial dibesarkan dari internet yang mendewakan kata instan. Berbeda dengan genarasi Baby Boomers dan Gen-X yang umumnya orang tua generasi milenial yang gemar akan  ekslusifitas.

Golf juga dikenal sebagai olahraga mahal dan banyak mengeluarkan uang. Ditambah lagi peraturan dalam golf yang dianggap kaum milenial terlalu rumit dan jauh dari jiwa sportivitas.  

Hal lainnya yang membuat olahraga ini bakal ditinggalkan dan terancam punah adalah maraknya rasialis dan seksisme dalam olahraga ini.

Asosiasi Golf Amerika pernah melarang orang Afrika-Amerika untuk menjadi anggota sampai tahun 1961, dan tidak mengizinkan perempuan untuk bergabung sampai tahun 1977. Sampai ada anggapan golf adalah singkatan dari 
Gentleman Only Ladies Forbidden.

Padahal generasi Millenial adalah generasi paling terbuka dan beragam. Mereka cenderung merangkul pihak yang berbeda, tak seperti generasi-genarasi sebelumnya. 

Lalu bagaimana agar olahraga asal Skotlandia ini bisa bertahan agar tak punah?

Sudah saatnya olahaga ini merangkul kalangan milenial dengan menyederhanakan segala aturannya.

Sejumlah aturan mendasar dianggap tak pro milenial antara lain tak boleh berisik, tak boleh menganggu pemain lain, dan  harus memakai pakaian yang sesuai.

Sejumlah perubahan harus dilakukan agar olahraga ini tak punah, termasuk bagi para pelaku industri ini di Tanah Air. Bisa saja kalangan milenial diizinkan untuk membawa anjing kesayangan mereka saat bermain.

Bayangkan, untuk seorang pemula yang ingin menjajal olahraga ini setidaknya harus merogoh kantong Rp3-5 juta untuk menyewa lapangan hingga kebutuhan alat.

Sebenarnya ada peluang agar olahraga ini bisa diterima kalangan milenial. Sebab berdasarkan data di tengah menurunnya peminat golf, ternyata banyak milenial yang juga berminat di olahraga ini.

Penelitian tahunan National Golf Foundation tentang partisipasi golf di Amerika Serikat disebutkan bahwa 36 persen dari 24 juta pegolf di Amerika Serikat adalah mereka yang  berusia 18 hingga 39 tahun.

Dari data tersebut juga terungkap bahwa lebih dari 15 juta kaum milenial menyatakan minat untuk ikut serta dalam permainan yang dianggap membosankan ini.

Tentu saja data ini tak bisa jadi patokan olahraga ini tak terancam, sebab kalangan milenial adalah pembunuh tercepat atas semua hal yang tak mereka suka dengan cara cepat dan singkat.

Sudah saatnya pengelola lapangan memangkas sewa masuk ke lapangan untuk para pegolf amatir, atau milenial yang penasaran dengan lapangan golf, atau untuk sekedar selfie bersama rekan-rekan atau tamasya bersama keluarga.

Tak ada lagi perangkat-perangkat golf mahal yang tak terjangkau kantong milenial, atau bisa disewakan murah dengan biaya member yang tak menguras kantong.

Pelaku industri apparel golf juga harus bisa menyesuaikan gaya pakain lebih kasual yang lebih gaul.

Jika perubahan tak dilakukan, maka prediksi Independent yang menyebutkan jika golf masuk dalam 18 industri yang bakal dibunuh kaum milenial adalah sebuah keniscayaan. 

Terus Ikuti perkembangan berita golf dan olahraga lainnya hanya di INDOSPORT.COM.
 

3