Wawancara Khusus Ryan Gozali

Menggali Liga Mahasiswa Lebih Dalam

Selasa, 1 Juli 2014 12:03 WIB
Penulis: Zainal Hasan | Editor: Daniel Sasongko
© Herry Ibrahim/INDOSPORT
Ryan Gozali (CEO Liga Mahasiswa) Copyright: © Herry Ibrahim/INDOSPORT
Ryan Gozali (CEO Liga Mahasiswa)

Pada 15 Mei 2012, sebuah organisasi private bernama Liga Mahasiswa (Lima) hadir, dengan tujuan awal menciptakan platform bagi mahasiswa/i Indonesia untuk berkarya dalam bidang olahraga. 

INDOSPORT berkesempatan bertatap muka dengan Chief Executive Officer Lima, Ryan Gozali, untuk menggali lebih dalam soal kompetisi besutannya. Berikut beberapa petik perbincangan INDOSPORT dengan Ryan.

Apa latar belakang membentuk Lima di Indonesia?

Ryan Gozali: Intinya Lima seperti di Amerika ada NCAA, di mana kompetisi olahraga di level pelajar digarap sangat baik. Indonesia memiliki populasi 240 juta jiwa. Ada peribahasa ada satu orang genius dalam sejuta orang. Seharusnya, ada 240 orang genius dan saya rasa memang ada orang-orang itu, namun tak ada yang mau ambil bagian dalam olahraga. 
Karena apa? Olahraga masih dianggap madesu (masa depan suram). Bisa dilihat kasus Diego Mendieta (pesepakbola asing di Indonesia) yang tak punya uang untuk berobat dan akhirnya meninggal. 
Banyak atlet berprestasi medali emas SEA Games menjual medali untuk (memenuhi) kebutuhan hidup. 
Ini yang membuat orang tua masih enggan melepas anaknya menjadi atlet. 
Atlet seakan tak dihargai di Indonesia. Padahal untuk membanggakan bangsa ada dua cara, yakni melalui perang dan olahraga. Pembibitan kami juga dari SMA langsung pro. Kita lihat prosentase, yang jadi profesional di bidang olahraga hanya lima persen, sisanya 95 persen tidak menjadi pro. Dengan dasar seperti itu apa menjadi titik awal hingga Lima harus diwujudkan?

Salah satunya iya. Sebenarnya kami juga ingin jadi safety net bagi orang tua. Jadi, seperti jaring pengaman bagi orang tua. Seperti yang saya bilang tadi, 95 persen yang tidak menjadi pro terus jadi apa. Nah, yang lima persen dari SMA di pro paling menjadi cadangan. Kalau pun ada dan bisa menembus tim utama, itu sangat jarang. 
Daripada buang-buang waktu di bangku cadangan, kenapa kami membentuk atlet yang lebih komplet dengan mengikuti kuliah dulu. Bila pun gagal jadi atlet, setidaknya mereka memiliki dasar pendidikan S1 yang bisa mereka gunakan dalam bidang lain. Nah, itu intisari keberadaan Lima. Di luar dari tiga pilar utama kita sendiri.

11