In-depth

Makin Lesunya Performa Tunggal Putra dan Putri Bulutangkis Indonesia

Minggu, 10 November 2019 21:15 WIB
Editor: Prio Hari Kristanto
© Ilustrasi/INDOSPORT
Tommy Sugiarto. Anthony Sinisuka Ginting, dan Jonatan Christie menjadi contoh mulai menurunnya prestasi sektor tunggal putra bulutangkis Indonesia. Copyright: © Ilustrasi/INDOSPORT
Tommy Sugiarto. Anthony Sinisuka Ginting, dan Jonatan Christie menjadi contoh mulai menurunnya prestasi sektor tunggal putra bulutangkis Indonesia.

INDOSPORT.COM - Prestasi sektor tunggal putra dan putri bulutangkis Indonesia seakan seperti jalan di tempat dan bahkan mengalami kemunduran seiring dengan rentetan hasil minor di kejuaraan series. 

Indonesia kembali harus bersabar lebih panjang untuk melihat sektor tunggal putra bulutangkis berprestasi. Mengirimkan tiga wakil di sektor tunggal putra Fuzhou Open 2019, Indonesia dipastikan pulang tanpa gelar.

Kegagalan yang didapatkan Jonatan Christie usai ditumbangkan unggulan empat asal Denmark, Anders Antonsen, 16-21, 11-21 di babak perempatfinal terasa menyesakkan. 

Hasil lebih buruk didapatkan tunggal putra Indonesia lainnya, Anthony Ginting, yang harus menyerah di babak pertama melawan pebulutangkis yang berada di bawah rangkingnya, Ng Ka Long Angus, dengan dua set langsung.

Tersingkir di babak pertama tentunya jadi hal memalukan bagi pebulutangkis ranking 8 dunia ini. Namun, ini bukan pertama kalinya Ginting gagal di babak pertama. 

Terkhusus untuk Ginting, kekalahan dari Ng Ka Long Angus di putaran pertama Fuzhou Open 2019 menjadi bukti bahwa konsistensi masih menjadi pekerjaan rumah besar pemain 23 tahun itu.

Sebab, sejak bisa menembus final Singapore Open 2019, permainan Anthony Ginting tak kunjung stabil berada di puncak. Lepas dari turnamen itu, dirinya justru tersingkir di putaran pertama Badminton Asia Championship 2019.

Ia sempat tampil cukup baik di French Open (semifinal), namun sebelum itu tersingkir di babak pertama Denmark Open melawan pebulutangkis non-unggulan asal Prancis.  

Jika ditotal, sepanjang tahun 2019 ini Ginting telah lima kali gugur di putaran pertama. Masing-masing di Fuzhou China Open, Denmark Open, Kejuaraan Asia, Malaysia Open, dan All England. 

Ginting juga belum sekali pun meraih gelar tahun ini. Tentu ini jadi catatan yang memprihatinkan di sektor tunggal putra. 

Tersingkirnya Anthony Ginting di babak pertama Fuzhou China Open 2019 diketahui juga semakin membuat peluangnya untuk lolos ke World Tour Finals kian kecil.

Hasil lebih baik untungnya didapatkan Jonatan Christie di kalender 2019 ini. Jojo sanggup masuk ke babak final lebih banyak dari Ginting. 

Bahkan, Jojo merebut dua gelar tahun ini (New Zealend Open dan Australian Open). Akan tetapi, walau prestasi Jojo meningkat ketimbang tahun lalu, dua gelar Super 300 (New Zealand Open dan Australian Open) jelas belum mampu membawanya ke barisan elite tiga besar ranking dunia. 

Jika di Hong Kong Open 2019 mendatang keduanya tak mampu meraih gelar juara, maka bisa dibilang prestasi tunggal putra masih jalan di tempat. 

Setali Tiga Uang dengan Putri

Usai sektor tunggal putra yang kerap tak konsisten dan sulit diandalkan, Indonesia juga masih memiliki pekerjaan rumah besar di sektor tunggal putri. 

Selama hampir satu dekade terakhir, sektor ini memang belum juga menunjukkan tanda-tanda prestasi nyata. Di banding nomor lain, tunggal putri berada di level paling bontot. 

Pebulutangkis terbaik kita di sektor tunggal putri, Gregoria Mariska, cuma berada di peringkat ke-25 dunia. Di belakang Gregoria Mariska ada Fitriani yang tak jauh-jauh berkutat di peringkat 27 dan Ruselli Hartawan di ranking 35. 

Srikandi-srikandi Indonesia kalah saing dengan atlet-atlet Jepang dan bahkan Thailand. Sebagai gambaran betapa pilunya sektor tunggal putri Tanah Air adalah fakta bahwa selama enam tahun ini, hanya ada satu gelar saja yang mampir di sektor tunggal putri (Fitriani di Thailand Masters 2019 Super 300).

Boro-boro bisa merebut trofi Piala Uber, para pebulutangkis putri kita saat ini masih sangat kesulitan untuk tembus ke babak semifinal kejuaraan series.

Capaian terbaik Gregoria Mariska di 2019 ini adalah babak perempatfinal. Jorji lebih sering tersingkir di babak kedua dan pertama. 

Di Kejuaraan Denmark Open 2019 dan French Open 2019, Jorji berturut-turut tumbang di putaran pertama. Sementara di Fuzhou China Open bulan ini, Jorji kandas di babak kedua. 

Sektor tunggal putri maupun tunggal putra seakan jadi 'batu sandungan' bagi tim beregu Indonesia kala bertarung di turnamen Piala Thomas atau pun Uber. 

Ketika ganda putra begitu gagahnya mendominasi dunia, Indonesia pada akhirnya gagal membawa pulang juara Piala Thomas karena melempemnya sektor tunggal putra. 

Begitu juga dengan putri. Di sektor ganda putri, wakil kita mampu menempati lima besar dunia, namun ranking itu seakan tak ada artinya ketika tunggal putri kita hanya jadi bulan-bulanan Korea, Jepang, dan China di turnamen beregu.

Apa yang Salah?

Mengaca dari bahasan di atas, sepertinya konsistensi adalah biang kerok dari menurunnya prestasi tunggal putra. 

Bicara soal Anthony Ginting, pebulutangkis murah senyum ini sejatinya memiliki kualitas untuk menjadi juara di sebuah turnamen. Pada tahun 2018 lalu, Ginting adalah jawara China Open 2018 Super 1000 mengalahkan pebulutangkis terbaik dunia, Kento Momota. 

Tahun ini pun Ginting jadi finalis China Open 2019 dan kalah dari Momota di final. Duel Ginting dan Momota bahkan semakin panas setelah Ginting mampu menyingkirkan andalan Jepang itu di French Open 2019.  

Namun, dirinya belum cukup siap untuk terus mencatatkan prestasi dalam berbagai turnamen secara beruntun. Masalah konsistensi ini bisa dibedah apakah sebatas fokus atau ada kontribusi dari masalah fisik dan kebugaran Ginting.

Jika kebugaran masalahnya, maka besar kemungkinan Anthony Ginting harusnya bisa berprestasi di Hong Kong Open 2019, yang merupakan turnamen selanjutnya setelah Fuzhou China Open 2019.

Hal yang sama juga patut disematkan pada Jonatan Christie. Jojo tercatat sanggup mengalahkan Anders Antonsen di French Open 2019 lewat pertarungan yang mengaggumkan. Namun di Fuzhou Open, ia harus menyerah dua set langsung. 

Terkhusus Jojo, faktor mental sepertinya jadi masalah terbesar dirinya. Semenjak merebut emas Asian Games 2018, Jojo kerap melempem di negeri orang. 

Jojo juga sering telat panas alias lambat mengeluarkan permainan terbaiknya sehingga membiarkan lawan terlalu nyaman bermain.

Sementara untuk Shesar Rhustavito dan Tommy Sugiarto, peningkatan level permainan secara menyeluruh rasanya masih jadi pekerjaan rumah untuk keduanya.

Bukan hanya sekadar harus bisa meningkatkan level permainan, mereka juga harus sudah siap sejak awal turnamen. Sebab, dengan posisi yang bukan unggulan, lawan berat kemungkinan sudah menanti keduanya sejak putaran pertama.

Untuk sektor tunggal putri, tak ada kata lain untuk PBSI kecuali harus bekerja ekstra keras sekaligus jeli dalam membina bibit unggul masa depan.

Mulai dari sekarang, PBSI harus memberikan latihan keras dan menambah pasokan pelatih papan atas untuk menemani Rionny Mainaky dalam membina bibit-bibit muda baru. 

Selepas era Susi Susanti dan Mia Audina, tak ada lagi pebulutangkis putri yang benar-benar memiliki bakat kelas dunia dan bisa diandalkan. 

Jika kita bisa menghasilkan ganda putra terbaik dunia sekelas Kevin Sanjaya/Marcus Gideon dan Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan, maka bukan sebuah utopia jika kita bisa memiliki tunggal-tunggal terbaik dunia di masa depan.