Kisah Sedih Sony Dwi Kuncoro Pertama Kali Masuk Pelatnas Bulutangkis

Jumat, 6 Desember 2019 09:32 WIB
Penulis: Edo Bramantio | Editor: Nugrahenny Putri Untari
© Humas PBSI
Sony Dwi Kuncoro menceritakan kisah mengharukan ketika pertama kali masuk Pelatnas PBSI. Copyright: © Humas PBSI
Sony Dwi Kuncoro menceritakan kisah mengharukan ketika pertama kali masuk Pelatnas PBSI.

INDOSPORT.COM - Legenda bulutangkis Indonesia, Sony Dwi Kuncoro, menceritakan kisah sedih saat pertama kali datang ke Pelatnas PBSI di Jakarta beberapa tahun silam.

Sony Dwi Kuncoro adalah salah satu pebulutangkis Indonesia asal Surabaya, Jawa Timur, yang sukses menjadi legenda Tanah Air. Sosok yang kini telah berusia 35 tahun ini memang telah meraih banyak gelar juara seperti di Indonesia Open 2008, Singapore Open 2010, dan banyak lagi.

Kepada redaksi berita olahraga INDOSPORT, atlet yang menjalani karier sebagai pebulutangkis di sektor tunggal putra ini menceritakan kisah sedih ketika pertama kali datang ke Pelatnas PBSI tanpa ditemani kedua orang tuanya, lantaran tidak punya biaya untuk transportasi.

"Ini cerita yang mungkin lain daripada yang lain. Jadi, setiap anak yang masuk ke Pelatnas, orang tua pasti mengantar ke sana. Semua pemain, semua orang tua ada di sana,

"Nah, saya sendirian. Saya tidak ada orang tua di sana. 'Di mana orang tuamu?', 'Surabaya'. 'Kenapa?' Untuk beli tiket saja minim," kenangnya.

"Jadi, untuk ke Jakarta, mungkin bisa berangkatnya, baliknya ke Surabaya? Jadi itu yang kadang-kadang (membuat) saya sedih. Orang tua saya kok tidak bisa mengantar," ujarnya lagi.

Akan tetapi, Sony Dwi Kuncoro akhirnya berbesar hati. Ia pun yakin, meski orang tuanya tidak bisa mengantar masuk Pelatnas, suatu hari nanti mereka pasti akan datang ke Jakarta untuk menyaksikan putra kebanggannya menjadi juara. 

"Itu yang saya inginkan. Alhamdulillah, itu kesampaian dengan kejuaraan-kejuaraan seperti Indonesia Open dan (level) Asia ketika ada di Indonesia. Sempat juga orang tua menangis karena saya tinggal di Jakarta, di Pelatnas,"

"Biasanya saya di asrama cuma di Surabaya, tapi waktu itu saya harus pergi lama ke Jakarta. Jadi orang tua menangis karena sudah jarang ketemu, satu tahun sekali baru bisa balik," kenangnya lagi.

Perjuangan dan pengorbanan orang tuanya inilah yang akhirnya membuat Sony Dwi Kuncoro menjadi atlet bulutangkis yang hebat seperti saat ini. Ia mampu bersaing dengan para pebulutangkis kelas dunia seperti Lin Dan, Taufik Hidayat, dan lain-lain.

Melawan Taufik, ia memiliki rekor 3 kali menang dan tiga kali kalah. Melawan Lin Dan, Sony punya rekor tiga kali menang dan sembilan kali kalah.