Nyaris Gila di Rio 2016, Pebulutangkis Jepang Punya 'Dendam' di Olimpiade Tokyo

Rabu, 23 Juni 2021 14:19 WIB
Penulis: Ade Gusti | Editor:
© Lars Ronbog / FrontZoneSport via Getty Images
Pebulutangkis asal Jepang, Nozomi Okuhara. Copyright: © Lars Ronbog / FrontZoneSport via Getty Images
Pebulutangkis asal Jepang, Nozomi Okuhara.

INDOSPORT.COM – Pebulutangkis Jepang, Nozomi Okuhara, bakal menuntaskan dendamnya di Olimpiade Tokyo setelah hasil mengecewakan  yang diraihnya pada edisi Rio 2016 silam.

Pebulutangkis tunggal putri 26 tahun asal Jepang, Nozomi Okuhara, memenangkan medali perunggu di Olimpiade Rio lima tahun lalu.

Nozomi Okuhara kala itu harus takluk dari Li Xueri di semifinal Olimpiade Rio 2016 karena menderita cedera dan dirinya memilih mengundurkan diri dari pertandingan.

Dia menjadi peraih medali tunggal putri pertama untuk Jepang di Olimpiade. Namun, hal ini tetap membuat dia merasa kesal hingga nyaris gila karena gagal mempersembahkan yang terbaik untuk negaranya.

“Setelah tampil di Olimpiade untuk pertama kalinya di Rio, memenangkan medali di sana dan melihat orang-orang bereaksi terhadapnya, itu membuat saya menyadari betapa istimewanya Olimpiade,” ujar Okuhara kepada Olympics.com.

Setahun kemudian pemain bertubuh mungil itu memenangkan Kejuaraan Dunia 2017. Seharusnya dia senang dengan pencapaiannya saat itu, namun dia justru teringat kegagalannya di Olimpiade Rio.

“Saya memenangkan kejuaraan dunia pada tahun berikutnya. Dan mengingat itu adalah acara terbesar di kalender di tahun non-Olimpiade, saya mungkin seharusnya senang tentang itu,” sambung Okuhara.

“Saat saya naik podium saat bendera Jepang dikibarkan, lagu kebangsaan berkumandang, kekecewaan di Rio semakin membesar.”

Okuhara kemudian mendapatkan kesempatan kedua di Olimpiade, dia akan tampil di kandang sendiri ketika Tokyo didapuk sebagai tuan rumah.

Berkaca pada hasil mengecewakan lima tahun silam, Okuhara ingin menuntaskan rasa frustasi dan dendamnya dengan meraih penghargaan tertinggi di turnamen, yakni medali emas Olimpiade Tokyo.

"Saya menjadi yakin saat itu bahwa satu-satunya cara untuk menghilangkan perasaan itu adalah dengan menang di Tokyo. Tokyo ada di pikiran saya saat Rio berakhir. Tidak ada hari berlalu ketika saya tidak memikirkannya."