Analisis Thuram Akan Minimnya Pelatih Keturunan Afrika

Jumat, 10 April 2015 02:23 WIB
Editor: Dimas Hendro Nugroho
 Copyright:

Dapatkah anda menyebutkan beberapa nama pelatih sepakbola keturunan Afrika yang berkarier di Eropa, baik di level klub maupun timnas, selain sosok Frank Rijkaard, Ruud Gullit dan Clarence Seedorf?

Tiga nama lain yang terlintas adalah Jean Tigana, Paul Ince dan Chris Powell, namun sayangnya mereka bukanlah sosok pelatih yang cukup sukses.

Kesulitan yang dihadapi publik saat mencoba menjawab pertanyaan tersebut itulah yang membuat legenda hidup Prancis, Lilian Thuram, merasa gamang.

Berbincang dengan media L’Equipe, Thuram berujar "Adalah jelas bahwa publik punya opini tersendiri. Saat saya kecil, ada yang mengatakan bahwa untuk menjadi pelatih (sepakbola) yang baik, haruslah cukup cerdas untuk menciptakan taktik jitu. Ada pihak-pihak yang meragukan akan apa yang bisa dan mampu dilakukan oleh figur keturunan Afrika."

"Saya pun harus mengakui bahwa saya akan sangat buruk jika jadi seorang pelatih. Saya akan jadi sosok tanpa ampun, terlebih pada pemain bernama besar (berstatus bintang)," aku Thuram.

Namun stereotip seperti ini tentunya harus diubah, harus ada figur-figur keturunan Afrika yang berpikiran revolusioner dan mampu mengubah keadaan ini, tambah Thuram.

Rijkaard mungkin adalah manajer keturunan Afrika tersukses yang pernah ada, dengan raihan 2 trofi La Liga, 2 trofi Piala Super Spanyol dan 1 trofi Liga Champions (2003-2008), namun kariernya pasca-Barcelona sangatlah timpang dan jauh menurun.

Hanya bertahan semusim melatih Galatasaray di Turki (2009/10), Rijkaard terpaksa melipir dari Eropa dan melanglang buana ke Asia, tepatnya di Timur Tengah, guna menangani Timnas Arab Saudi (2010-2013) dan kini berstatus free agent alias tanpa klub ataupun timnas. Sementara itu, karier Gullit dan Seedorf jauh lebih buruk daripada Rijkaard. 

Gullit misalnya, awal karier kepelatihannya sebenarnya lumayan dimana ia mampu mempersembahkan 1 trofi Piala FA untuk Chelsea pada 1997 lalu, namun ia akhirnya terusir dari Stamford Bridge karena dianggap tidak cukup cakap, setelah bertahan kurang-lebih 2 tahun disana (1996-1998).

Setelah itu Gullit tercatat hanya mampu bertahan semusim menangani tiga klub berikutnya Newcastle United (1998/99), Feyenoord (2004/05), Los Angeles Galaxy (2007/08) itupun nihil gelar, sedangkan jeda waktu yang ada itu artinya ia "menganggur" (free) pada 2000-2003 serta 2005-2006.

Gullit kembali "free" sepanjang 2009-2010, sebelum akhirnya melatih Terek Grozny yang berkompetisi di Liga Rusia pada 2011, namun ia hanya sanggup bertahan setengah musim dan kini berstatus sama dengan Rijkaard, yaitu sebagai free manager.

Sementara itu,  menurut Thuram, selain stereotip negatif terhadap kemampuan insan sepakbola keturunan Afrika untuk jadi seorang pelatih, ternyata ada pula pola pikir negatif lainnya terhadap sosok keturunan Afrika.

"Pemain sepakbola keturunan Afrika dianggap tidak cocok untuk menjadi kiper, karena walalupun tangguh dan cekatan, daya konsentrasi mereka dianggap buruk (sehingga bisa menderita gol-gol mudah)," ungkap Thuram.

"Anggapan negatif lainnya yaitu pesepakbola keturunan Afrika juga dinilai tak layak bermain sebagai bek – karena walaupun bertubuh kuat, mereka sering ceroboh dan membuat kesalahan," tandas Thuram.

5