In-depth

Barcelona dan Maradona, Neraka Kecil Si Petualang Seks dan Narkoba

Jumat, 3 April 2020 15:36 WIB
Editor: Prio Hari Kristanto
© FCBarcelona
Kepindahan Diego Maradona ke klub Barcelona yang dianggap sebagai loncatan karier justru berubah jadi masa-masa terberat dalam kehidupan sang legenda. Copyright: © FCBarcelona
Kepindahan Diego Maradona ke klub Barcelona yang dianggap sebagai loncatan karier justru berubah jadi masa-masa terberat dalam kehidupan sang legenda.

INDOSPORT.COM - Kepindahan Diego Maradona ke klub Barcelona yang dianggap sebagai loncatan karier justru berubah jadi masa-masa terberat dalam kehidupan sang legenda. 

Tahun 1982 jadi pencapaian penting dalam karier sepak bola seorang Diego Armando Maradona.  Usai tampil di Piala Dunia di Spanyol, Maradona resmi merintis karier di Eropa dengan bergabung bersama klub Barcelona.

Kepindahan Maradona yang kala itu berusia 22 tahun memecahkan rekor dunia di mana Blaugrana harus menebus dengan bayaran 5 juta pound dari Boca Juniors. Barcelona pun berharap banyak pada magis Maradona saat itu.

Wajar, di usia 22 tahun, Maradona sudah mencetak 144 gol di dua klub Argentina, yakni Argentinos Juniors dan Boca Juniors. Akan tetapi, siapa yang menyangka keberadaannya  di Barcelona berubah jadi neraka kecil bagi Diego.

Belum genap sebulan musim baru, Maradona sudah menepi karena cedera kejang otot. Saat itu Maradona enggan untuk ditangani tim medis Barca dan memilih pelatih pribadinya asal Italia, Fernando Signorini, yang juga kenalan istrinya.

Maradona saat itu memang belum berada di puncak performanya setelah baru saja menyelenggarakan pesta pernikahan super mewah dengan Claudia.  Ia pun baru pertama kali bermain di liga yang lebih besar seperti di Spanyol. 

Keputusan Maradona untuk mempercayakan masalah cederanya pada pelatih pribadi menyinggung dokter klub. Sikap Maradona yang bagaikan seorang raja ini pun membuat para pimpinan klub yang telah membayar mahal was-was. 

Masalah demi masalah mulai menghampiri Maradona yang disebabkan oleh gaya hidup sang legenda yang penuh pesta pora. Di lapangan dan ruang ganti, Maradona adalah sosok yang rendah hati. 

Namun di kehidupan pribadinya, Maradona ingin semua kemauannya terpenuhi. Misalnya keputusan sang pemain untuk tinggal di Pedralbes sebuah kediaman mewah bak istana Hollywood. 

Maradona juga tak segan membawa keluarga, teman, dan saudara-saudaranya tinggal di sana. Kehidupan yang sulit semasa kecil di Argentina membuat jiwa solidaritas Maradona tinggi. Namun, sikap ini justru membuatnya makin dikucilkan oleh klub.

Maradonna terbiasa menampung teman-teman masa kecilnya. Dengan mereka-mereka pula Maradona kerap mengunjungi restoran-restoran mewah, klub penari telanjang dan pertunjukkan seks lain di Kota Barcelona. 

Rombongan Maradona ini pada akhirnya jadi kelompok hura-hura semata yang hanya menghambur-hamburkan uang yang ia dapatkan dari gaji yang besar. 

Kelompok hura-hura ini pun mulai dimasuki oleh rekan-rekan setim Maradona di Barcelona. Bahkan, segala macam orang Argentina di Barcelona juga ikut dalam pesta pora yang diadakan oleh Maradona. 

Mulai dari tukang sandwich di stadion Boca Juniors sampai pemimpin bar kesukaan Maradona sewaktu masih remaja. Ditambah rekan-rekan setim, kehidupan pribadi Maradona hanya pesta, pesta, dan pesta. 

Pimpinan klub yang mendengar aduan dari kanan dan kiri pun lama-lama merasa gerah. Mereka menganggap Maradona seperti bocah remaja yang berakhlak rusak. 

Di istana Maradona sering ditemukan tumpukan video-video porno. Di istana ini pula pesta seks dilakukan dengan mengundang pelacur-pelacur. Belakangan, para pelacur ini atas imbalan media bersedia membuka mulut terhadap kebiasaan buruk Maradona tersebut. 

Hal ini diperparah dengan kebiasaan barunya menggunakan obat bius. Hal ini diakui langsung oleh Maradona dalam pengakuannya setelah pensiun. 

"Pertama kali saya mencoba kokain waktu saya di Barcelona tahun 1992, ketika umur saya 22 tahun. Saya melakukannya karena ingin hidup penuh gairah," 

Kebiasaan ini sendiri sampai ke telinga petinggi Barcelona. Untungnya, Maradona tetap mampu tampil bagus di lapangan. 

Walau sering dibekap cedera, namun Maradona sanggup mencetak38 gol dari 58 laga selama dua musim. Maradona juga mengantar Barca meraih Copa del Rey dan LaLiga pada 1983. 

Namun, hal itu tak membuat dirinya dipertahankan. Kebiasaan buruknya di luar lapangan membuat fans ikutan geram. 

Apalagi setelah momen memalukan di final Copa del Rey 1984. Menghadapi Athletic Bilbao, Barca harus tunduk 1-0 . 

Dalam laga final yang disaksikan 100 ribu penonton di stadion Santiago Bernabeu itu Maradona terlibat dalam perkelahian massal paling memalukan dalam sejarah Barcelona.

Perlakukan kasar Maradona kepada beberapa pemain Bilbao memancing emosi sehingga terjadi pertarungan antarpemain di pengujung laga. 

Fans pun ikut terlibat dengan melemparkan benda keras ke lapangan sehingga membuat sejumlah pemain, pelatih, dan wartawan cedera. Laga yang disaksikan jutaan penonton televisi di Spanyol itu pun langsung mencoreng nama Barcelona dan Maradona. 

Maradona jelas kehilangan tempat di hati presiden klub, Josep Lluis Nunez. Pada akhir musim itu juga Maradona dijual oleh Barcelona ke Napoli lewat rekor transfer dunia lainnya, 6,9 juta pound

Diego Maradona dalam pengakuannya di masa tua menyebut kehidupannya di Barcelona adalah salah satu saat terburuk dalam hidupnya.