Bola Internasional

Boneka Seks dan Hasrat Menggairahkan Kembali Sepak Bola Usai Pandemi

Rabu, 3 Juni 2020 07:31 WIB
Penulis: Subhan Wirawan | Editor: Cosmas Bayu Agung Sadhewo
© Alexandre Simoes/Borussia Dortmund via Getty Images
Boneka Seks dan Hasrat Menggairahkan Kembali Sepak Bola Usai Pandemi Corona. Copyright: © Alexandre Simoes/Borussia Dortmund via Getty Images
Boneka Seks dan Hasrat Menggairahkan Kembali Sepak Bola Usai Pandemi Corona.

INDOSPORT.COM - Mulai dari boneka seks hingga selebrasi dengan jarak, intip berbagai cara unik berbagai negara untuk menggairahkan kembali aroma sepak bola usai pandemi Corona.

Sepak bola sendiri memang sempat mati suri dalam beberapa bulan terakhir, bahkan sampai ada yang menghentikan kompetisi akibat dari wabah pandemi Corona yang belum juga usai hingga memasuki jeda transfer.

Meski begitu, tetap ada sejumlah negara yang berusaha membangkitkan lagi nuansa sepak bola mereka di tengah kondisi virus yang belum sepenuhnya pulih walau harus menempuh berbagai protokol kesehatan yang ketat.

Berhentinya sepak bola Eropa, memberikan efek domino negatif bagi berbagai kalangan. Tidak cuma pelaku dalam sepak bola, para pemilik usaha mikro hingga raksasa penyiaran pun juga merasakan imbasnya.

Tidak adanya kompetisi membuat platform media sosial yang biasanya membagikan hasil pertandingan menjadi kehilangan konten, pihak sponsor yang bekerja sama ke berbagai akun media tersebut pun tidak lagi memberikan endorse. Tidak ada konten maka tidak ada endorse, tidak ada endorse sama artinya dengan tidak ada pemasukan.

Lebih luas, kompetisi yang berhenti membuat perusahaan penyiaran (broadcast) yang membeli hak siar kemungkinan mengalami kerugian lantaran tidak ada pertandingan yang mereka tayangkan.

Klub dan pemain pun ikut dirugikan, klub tidak mendapat pemasukan dari tiket masuk per pertandingan dan harus tetap membayar gaji pemain serta staf mereka. Sedangkan pemain, selain berpeluang kehilangan potensi akibat jarang berlatih tanding, mereka juga menerima potongan gaji akibat pemasukan tim yang berkurang.

Akibat dampak negatif tersebut, beberapa negara dan otoritas sepak bola di dalamnya berusaha maksimal untuk kembali menggulirkan kompetisi sepak bola mereka.

Di Asia, Korea Selatan menjadi negara pertama yang mencoba menghidupkan kembali sepak bola mereka. K-League atau Liga Korea Selatan secara mengejutkan kembali bergulir di tengah pandemi corona yang melanda dunia. 

Padahal, beberapa bulan sebelumnya Korea Selatan tengah parah-parahnya dilanda pandemi COVID-19. Hal ini tak terlepas dari keberhasilan pemerintahan Korsel dalam merespons pandemi COVID-19.

Meski demikian, karena pandemi corona belum benar-benar berakhir, sejumlah aturan baru diterapkan dalam kompetisi ini. Tak  hanya di luar lapangan, sejumlah aturan tersebut juga meliputi kegiatan di dalam lapangan. 

Dilansir BBC, beberapa aturan itu di antaranya adalah larangan jabat tangan, larangan berbicara antar pemain, dan tim pelatih yang berada di bangku cadangan harus mengenakan masker. 

Selain itu, sejumlah larangan juga melibatkan hal-hal yang sering dilakukan pemain ketika di lapangan. Meludah dan membersit hidung merupakan hal yang dilarang dan para pemain diharapkan tidak terlibat pembicaraan jarak dekat.

Walau kembali bergulir, namun sepak bola di Korea Selatan saat itu masih terasa hampa lantaran tidak adanya penonton yang hadir langsung ke stadion. Salah satu peraturan memang menyebut bahwa tiap laga yang dimainkan kembali saat Corona harus bebas dari kerumunan dan tidak dihadiri para suporter.

Terlihat membosankan, namun langkah awal setidaknya telah dilakukan Korea Selatan untuk memutar kembali roda perekonomian mereka melalui sepak bola.

Sadar kompetisi hampa dengan kosongnya bangku penonton (hal yang juga bisa mempengaruhi mental tuan rumah saat bertanding),  FC Seoul sebagai salah satu tim peserta K-League melakukan inovasi dengan memasang boneka sebagai suporter fiktif.

Meski saat itu ada kesalahan lantaran boneka yang dipasang adalah boneka seks dan tindakan tersebut langsung mendapat kecaman, namun langkah inovatif FC Seoul untuk membangun aura pertandingan layak diapresiasi.

Terbukti, beberapa negara Eropa langsung mencontoh sikap berani Korea Selatan dalam menggulirkan kembali kompetisi sepak bola ditengah pandemi saat ini.

Jerman menjadi negara Eropa pertama yang coba menerapkan hal sama dengan Korea Selatan, dan pada Sabtu 16 Mei 2020 lalu, Bundesliga kembali dimainkan dengan mempertemukan Dortmund vs Schalke 04 sebagai partai pembuka.

Layaknya Korea Selatan, federasi sepak bola Jerman dan otoritas kesehatan disana pun menerapkan beberapa aturan ketat sebelum para pemain masuk lapangan dan memulai pertandingan.

© Jong-Hyun Kim/Anadolu Agency via Getty Images
Pengecekan suhu di Liga Korea Selatan Copyright: Jong-Hyun Kim/Anadolu Agency via Getty ImagesPengecekan suhu di Liga Korea Selatan

Di antaranya adalah pengecekan suhu tubuh para pemain, setiap pertandingan hanya boleh berisikan 300 orang di setiap laga yang terdiri dari pemain, pelatih, ofisial, tim medis, dan pihak penyelenggara siaran akan berada di dalam stadion serta staf keamanan yang berada di luar stadion.

Jaga jarak juga menjadi aturan baku dan wajib dipatuhi para peserta Liga Jerman, sehingga tidak mengherankan jika Erling Haaland hanya berselebrasi sendiri usai menjebol jala Schalke di laga awal kemarin.

Penggunaan penonton palsu seperti yang dilakukan Korea Selatan dengan boneka seks-nya, juga diterapkan Jerman namun kali ini mereka menggunakan foto para suporter yang ditempelkan di hampir semua sudut tribun.

Bahkan Federasi Sepak Bola Jerman berhasil mendapat pemasukan berkat ide tersebut, dimana para suporter bisa mengeluarkan uang sebesar 19 Euro, atau setara dengan Rp305 ribu untuk mencetak foto mereka di atas karton di tempat duduk penonton.

Hal yang sama dilakukan Denmark, kompetisi di negara tersebut juga tetap dilanjutkan dengan menggunakan protokol kesehatan yang ketat, dan menariknya ada peran teknologi untuk menghidupkan suasana pertandingan.

Jika Jerman dan Korea Selatan menggunakan foto atau boneka, maka Denmark menggunakan aplikasi live stream Zoom untuk memberikan akses kepada para suporter dirumah agar bisa menyaksikan tim kesayangannya bertanding.

Tidak cuma melihat secara live stream, para suporter serasa datang langsung ke stadion lantaran pihak penyelenggara telah menyiapkan layar besar di tribun dan berisikan siaran video call para fans. 

Geliat Jerman dan Korea Selatan yang terlihat sukses menggulirkan kembali sepak bola di tengah pandemi, membuat beberapa kompetisi top Eropa lain mulai mempertimbangkan untuk ikut melanjutkan kompetisi.

Teranyar, Liga Inggris dan Serie A Italia dikabarkan juga mulai bersiap menggulirkan kembali liga mereka hingga akhir musim, secara perlahan sepak bola pun tampak bisa kembali bergairah meski harus tertatih di tengah pandemi.

Andai protokol kesehatan diterima dan diterapkan semua kalangan, besar kemungkinan kompetisi musim 2019/20 kali ini bisa tetap berjalan bahkan menghadirkan juara seperti edisi-edisi sebelumnya.

Lantas dengan berbagai contoh dan protokol kesehatan yang bisa dibilang cukup berjalan di sejumlah kompetisi Eropa, akankah liga Indonesia bakal meniru dan menggulirkan kembali kompetisi?