In-depth

Sejarah AC Milan Runtuhkan Kesombongan Barcelona di Final Liga Champions

Selasa, 18 Mei 2021 12:05 WIB
Editor: Indra Citra Sena
© UEFA
Pemain AC Milan mengarak trofi Liga Champion usai mengalahkan Barcelona di final, 18 Mei 1994. Copyright: © UEFA
Pemain AC Milan mengarak trofi Liga Champion usai mengalahkan Barcelona di final, 18 Mei 1994.

INDOSPORT.COM - AC Milan sungguh menawan. Kalimat ini sudah cukup untuk menggambarkan permainan I Rossoneri alias Si Merah-Hitam di final Liga Champions 1993-1994.

AC Milan begitu perkasa melibas Barcelona yang ketika itu disebut-sebut sebagai tim terbaik di Eropa. Mereka bermodalkan skuat bertabur bintang lokal dan mancanegara, mulai dari Hristo Stoichkov (Bulgaria), Ronald Koeman (Belanda), Romario (Brasil), hingga Pep Guardiola (Spanyol). 

Pelatih Barcelona, Johan Cruyff, sempat sesumbar sebelum bertanding. Dia menilai timnya lebih difavoritkan lantaran mengusung sepak bola menyerang nan atraktif, tidak seperti AC Milan yang cenderung defensif.

“Barcelona jelas favorit juara. Kami lebih sempurna, kompetitif, dan berpengalaman. AC Milan itu tidak ada apa-apanya. Permainan mereka bertumpu pada pertahanan, sedangkan kami bertumpu pada serangan,” ujar Johan Cruyff sehari sebelum laga final.

Terlebih, kondisi AC Milan bisa dibilang mengkhawatirkan mengingat klub asal Kota Mode Italia itu sudah tidak lagi memiliki Trio Belanda, Frank Rijkaard, Ruud Gullit, dan Marco van Basten. 

Dua pilar lini belakang, Franco Baresi dan Alessandro Costacurta, juga harus absen akibat suspensi kartu. Keduanya terpaksa harus menyaksikan final Liga Champions malam itu sebagai penonton, 18 Mei 1994.

Kendati begitu, pelatih AC Milan, Fabio Capello, rupanya tak hilang akal. Dia menduetkan Filippo Galli bersama Paolo Maldini di jantung pertahanan serta menempatkan Marcel Dessaily, yang  berposisi asli bek tengah, sebagai gelandang bertahan. 

Hasilnya sukses besar. Barcelona benar-benar dibuat mati kutu dan frustrasi karena berkali-kali gagal menembus benteng solid Milan sepanjang pertandingan.

Sebaliknya, AC Milan tampil trengginas dan menggelontorkan empat gol ke gawang Barcelona yang dikawal kiper legendaris, Andoni Zubizarreta. Gol demi gol lahir dari kaki Danielle Massaro (2), Dejan Savicevic, dan Desailly.

AC Milan memang bermain tanpa kesan kehilangan tenaga Franco Baresi dan Alessandro Costacurta. Mereka memenangi penguasaan bola di lini sentral berkat kekompakan kuartet gelandang, yakni Demetrio Albertini, Roberto Donadoni, Zvonimir Boban, dan Marcel Desailly.

“AC Milan adalah kumpulan pemain-pemain yang tidak menonjolkan sisi individualis. Maka dari itu kami bisa baik-baik saja meski ada satu atau dua pemain yang berhalangan tampil,” ujar Fabio Capello.

“Sudah saya katakan bahwa kekuatan AC Milan terletak pada kualitas semua pemain, bukan hanya saya dan Costacurta. Ketiadaan satu atau dua pemain di tim itu biasa dan faktanya telah terbukti di atas lapangan,” cetus Franco Baresi menambahkan.