In-depth

Sejarah Maracanazo 1950, Tragedi Sepak bola Pemicu Bunuh Diri Massal di Brasil

Jumat, 16 Juli 2021 13:05 WIB
Editor: Indra Citra Sena
© FIFA
Pertandingan final Piala Dunia antara Uruguay versus Brasil, 17 Juli 1950. Copyright: © FIFA
Pertandingan final Piala Dunia antara Uruguay versus Brasil, 17 Juli 1950.

INDOSPORT.COM - Tepat 16 Juli 1950. Stadion Maracana yang terletak di jantung kota Rio de Janeiro memecahkan rekor jumlah penonton tatkala menggelar laga penentuan juara Piala Dunia antara tuan rumah Brasil versus Uruguay. 

Jumlah penonton yang dibatasi 150.000 meluber ke angka 199.854 orang. Hampir seluruhnya adalah pendukung Brasil yang antusias menantikan tim kesayangan mereka menjuarai Piala Dunia untuk kali pertama.

Namun, fakta yang terjadi malah sebaliknya. Brasil keok dan seisi stadion banjir air mata. Peristiwa itu lantas dikenali dengan istilah Maracanazo alias Bencana Maracana. Negeri Samba benar-benar tenggelam dalam kesedihan.

Sebelumnya, Brasil begitu yakin bakal juara mengingat mereka hanya membutuhkan hasil imbang. Piala Dunia kala itu masih menggunakan format round-robin pada putaran final, di mana empat negara berjuang mengumpulkan poin terbanyak.

Takdir mempertemukan Brasil dan Uruguay, yang notabene adalah pengumpul nilai terbanyak sekaligus tim paling berpeluang juara, di pertandingan pamungkas. 

Brasil mengoleksi empat poin berkat dua kemenangan telak atas Swedia (7-1) dan Spanyol (6-1), sedangkan Uruguay punya tiga poin yang berasal dari kemenangan tipis atas Swedia (3-2) dan hasil imbang melawan Spanyol (2-2).

Pemerintah setempat telah menyediakan bonus sebesar 10.000 pound, jumlah yang terbilang besar pada masa itu. Pesta juara tinggal menunggu kepastian di Maracana, bahkan spanduk-spanduk juga sudah dibentangkan di berbagai sudut kota.

Beberapa saat sebelum sepak mula, Wali Kota Rio de Janeiro, Angelo Mendes, sempat menyampaikan pidato singkat yang terkesan angkuh. Sebab, kata-kata di dalamnya menunjukkan betapa besar keyakinan rakyat Brasil melihat timnya juara.

“Para pemain Brasil. Kurang dari dua jam lagi kalian akan menjadi juara dunia di hadapan jutaan pasang mata publik sendiri. Laju kalian tidak terbendung. Kepada siapa kira-kira saya pertama kali mengucapkan selamat,” ungkap Angelo Mendes seperti dilansi El Pais.

Di mata Mendes dan seluruh rakyat Brasil, seluruh pemain Tim Samba tampak sangat gagah. Barbosa (kiper), Augusto (kapten), Juvenal, Bauer, Danilo, Bigode, Friaca, Zizinho, Ademir, Jair, dan Chico seolah tinggal selangkah lagi menggenggam trofi Jules Rimet.

Brasil menekan habis Uruguay, yang menerapkan strategi defensif, pada menit-menit awal pertandingan hingga turun minum. Hanya, upaya pasukan kuning belum berbuah gol sehingga babak pertama berkesudahan dengan skor 0-0.

Memasuki babak kedua, Brasil kembali melancarkan serangan bertubi-tubi. Hasilnya, Friaca membawa timnya unggul 1-0 usai memaksimalkan operan cerdik dari Ademir menggunakan kaki kanan pada menit ke-46.

Seisi Maracana bersorak kegirangan. Ratusan ribu pendukung Brasil tak henti bernyanyi dan menari sebagai bentuk perayaan gelar juara Piala Dunia yang seakan-akan tinggal menunggu waktu penyerahan saja.

Mempimpin satu gol, pelatih Brasil, Flavio Costa, mengambil keputusan rasional. Dia meminta Jair turun membantu barisan pertahanan tim agar mereka dapat menjaga skor sampai bubaran.

Sayangnya, keputusan tersebut justru menjadi blunder fatal. Lini tengah Brasil kehilangan figur kreatif sehingga permainan diambil alih oleh kubu lawan. Striker Uruguay, Alcides Ghiggia, yang kerap beroperasi di sayap kanan, mendapatkan banyak ruang untuk bergerak.

Keleluasaan Ghiggia berujung gol penyeimbang pada menit ke-66. Dia mengirimkan umpan silang mendatar kepada Juan Alberto Schiaffino yang begitu tenang mengarahkan bola ke tiang dekat Brasil.