Liga Indonesia

Sejumlah Pejabat Kepolisian Dicopot Imbas Tragedi Kanjuruhan, Ada Kapolres Malang

Selasa, 4 Oktober 2022 10:15 WIB
Penulis: Ian Setiawan | Editor: Indra Citra Sena
© Ian Setiawan/INDOSPORT
Kerusuhan suporter usai laga Arema FC vs Persebaya pada Liga 1 pekan ke-11 di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (01/10/22) malam. Copyright: © Ian Setiawan/INDOSPORT
Kerusuhan suporter usai laga Arema FC vs Persebaya pada Liga 1 pekan ke-11 di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (01/10/22) malam.

INDOSPORT.COM - Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan ratusan orang dalam Super Derby Jawa Timur antara Arema FC versus Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10/22), mulai memasuki tahap investigasi.

Polri mengambil kebijakan penting untuk sejumlah anggotanya, Senin (3/10/22). Salah satu keputusan adalah langsung mencopot Kapolres Malang, AKBP Ferli Hidayat.

Keputusan itu tertuang melalui surat bernomor ST/2098X/KEP/2022 sesuai arahan Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Eks Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok, AKBP Putu Kholis Aryana ditunjuk sebagai pengganti.

"Bapak Kapolri mengambil keputusan itu setelah mendapat laporan dari tim penyidik," ungkap Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadivhumas) Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo dalam press conferrence di Mapolres Malang.

Kebijakan serupa juga dilakukan Kapolda Jatim, Irjen Pol Nico Afinta, dengan mencopot sembilan Komandan Brimob (Brigade Mobil) sebagai imbas peristiwa yang terjadi di Stadion Kanjuruhan Malang.

Namun, jumlah anggota kepolisian yang diperiksa bisa bertambah lagi. Karena ada dugaan pelanggaran kode etik sehubungan dengan peristiwa tersebut.

Pemeriksaan itu memang tidak luput dari aksi melepaskan gas air mata ketika terjadi kerusuhan suporter setelah laga Arema FC vs Persebaya berakhir.

Massa yang dinilai tak puas dengan hasil akhir lantas berusaha menyerbu ke tengah lapangan untuk melampiaskan kekecewaan tak lama setelah tim lawan dikawal memasuki ruang ganti.

Namun, pihak keamanan menghalau massa dengan menembakkan gas air mata. Akibatnya, ratusan korban berjatuhan, dan 125 di antaranya meninggal dunia.

"Jadi, total terduga pelanggar kode etik mencapai 28 personel. Semua pemeriksaan dilakukan secara maraton dan ada update lagi," jelas Dedi Prasetyo.