x

3 Konsekuensi untuk Basket Nasional bila Aspac Gagal Ikut IBL

Jumat, 18 November 2016 22:00 WIB
Penulis: May Rahmadi | Editor: Gerry Anugrah Putra
M88 Aspac Jakarta punya peluang tidak mengikuti IBL mendatang.

Pihak IBL sampai saat ini masih tarik-ulur soal kuota tim yang akan bermain di kompetisi basket tertinggi nasional pada Januari 2017. Sempat mengatakan hanya 10 tim, Direktur Utama IBL, Hasan Gozali kemudian menyebut akan membuka peluang untuk 12 tim.

Sekarang baru sembilan klub yang memastikan akan mengikuti kompetisi tersebut. Mereka adalah, Satria Muda, Pelita Jaya, Garuda Bandung, CLS Knights Surabaya, Bandung Utama, Hang Tuah, Pasific Caesar Surabaya, Satya Wacana Salatiga, Bimasakti Nikko Steel Malang.

Sedangkan M88 Aspac Jakarta, NSH Jakarta, Stadium Happy 8 Jakarta, belum dapat kepastian akan ikut IBL atau tidak. Hal tersebut karena terhambat dengan proses administrasi pendaftaran.

Jika pihak IBL tetap kukuh hanya menyediakan 10 kuota, Aspac punya kemungkinan tidak ikut bermain di kompetisi bola basket paling bergengsi di tingkat nasional. Pasalnya, Aspac barangkali kalah di proses bidding (penawaran) dalam memperebutkan satu kuota yang tersisa. Sebab, IBL membuka batas minimal penawaran di angka yang relatif tinggi, yakni Rp. 300 juta.

Apabila benar terjadi, wajar saja banyak pihak menyebut-nyebut hal itu adalah awal dari matinya kancah basket Indonesia.

Berikut ini, INDOSPORT merangkum konsekuensi yang harus kita terima bila Aspac tidak ikut IBL:


1. Hilangnya 'El Clasico' di Ajang Basket Nasional

Para pemain Aspac Jakarta dan Satria Muda bersalaman usai pertandingan

Pecinta basket nasional harus siap menerima kenyataan bahwa pertandingan 'El Clasico' di kancah basket Indonesia. Pasalnya, rivalitas persaingan antara Satria Muda (SM) dan Aspac akan terhenti, jika Aspac gagal memenuhi syarat untuk bermain di IBL mendatang.

Seperti kita tahu, kedua tim tersebut terkenal sebagai dua tim tertangguh, yang silih berganti meraih gelar IBL. SM dan Aspac mendominasi liga selama 12 tahun, sejak mulainya kompetisi tersebut pada tahun 2003.

Dalam kurun waktu itu, SM berhasil merebut gelar IBL delapan kali, sedangkan Aspac empat kali, seolah-olah tidak ada klub selain itu.

Dominasi SM dan Aspac baru hancur tahun ini, setelah CLS Knights Surabaya berhasil keluar sebagai juara tahun ini.


2. IBL Sepi Penonton

Sejumlah wanita cantik hadir di stadion untuk menyaksikan laga big match Aspac Jakarta vs Satria Muda di Hall A Senayan.

IBL, mau tidak mau, juga harus kehilangan banyak penonton. Sebab, sebagai tim lama yang punya banyak prestasi, Aspac memiliki jumlah fans yang tidak sedikit. Bukan hanya dari tim, banyak orang juga menjadi fanatik karena sosok individu para pemain Aspac.

Hal tersebut setidaknya dapat terhitung dari jumlah pengikut tim Aspac maupun para pemainnya di media sosial. Bila kita gabungkan, jumlahnya mencapai puluhan ribu, bahkan ratusan ribu.

Bila ini terjadi, IBL tentu saja jadi kurang meriah sebab tidak lagi menjadi daya tarik publik. Selain itu, pihak sponsor barangkali juga akan ragu-ragu menyediakan dana bagi tim basket nasional.


3. Nasib Beberapa Pemain Timnas di Tidak Jelas

Andaka Prastawa saat mendapat pengawalan dari lawan.

Tidak kita pungkiri, Aspac menjadi salah satu klub yang menghasilkan pemain-pemain berbakat. Para pemain tim asal Jakarta itu bahkan kerap jadi langganan timnas.

Setidaknya, ada tiga pemain Aspac yang terkahir membela Skuat Garuda di Sea Games 2015 lalu. Mereka adalah, Oki Wira Sanjaya, Andakara Prastawa Dhyaksa, dan Ebrahim Enguio Lopez.

Bila Aspac tidak berpartisipasi dalam IBL, sponsor mungkin akan meninggalkan tim tersebut. Kemudian, nasib klub dan para pemain, khususnya tiga pemain timnas itu, menjadi tidak jelas. Tiga andalan timnas Indonesia itu lalu mendapat ketidakjelasan nasib.

Indonesian Basketball League (IBL)AspacIBLM88 Aspac JakartaSatria Muda Pertamina Jakarta

Berita Terkini