x

Sarengat, dari Tenis, Menclok jadi Kiper Hingga Berakhir Sebagai yang Tercepat di Asia

Kamis, 13 Oktober 2016 19:00 WIB
Editor: May Rahmadi

Orang-orang bergemuruh kencang di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, 28 Agustus 1962. Saat itu, Sarengat tengah bersiap di ujung garis start dalam lomba lari 100 meter. Di Asian Games keempat yang disaksikan presiden Sukarno tersebut, Indonesia menyematkan harapan besar di pundak Sarengat.

Tetapi harapan besar itu tidak menjadi beban baginya. Sebaliknya, hal tersebut malah justru membuatnya semakin semangat dan membulatkan tekad untuk meraih medali emas.

Alhasil, tentu saja dia berhasil. Sarengat langsung melesat cepat sesaat setelah wasit memberi tanda memulai start. Diiringi gemuruh penonton yang detik demi detik kian mengeras, dia berlari kencang sampai menyentuh garis finish. Dia jauh meninggalkan lawan-lawannya.

Bukan hanya mendapat medali emas, Sarengat bahkan mengukir sejarah karena mencatatkan namanya sebagai orang Indonesia pertama yang tercepat di Asia, dengan capaian waktu 10,5 detik.

Dia mematahkan rekor yang sebelumnya dipegang sprinter Pakistan, Abdul Khalik, dengan 10,6 detik, pada Asian Games kedua di Manila, Filipina. Sejak itulah orang-orang memberinya gelar 'Manusia Tercepat di Asia'.

Sarengat juga menyumbang medali emas dan perunggu di cabang lari lompat gawang 110 meter dan 200 meter di Asian Games itu.

Sumbangan tiga medali dari Sarengat itu membawa Indonesia menjadi runner-up dengan 11 emas, 12 perak, dan 28 perunggu. Ini melampaui target yang dipatok Indonesia saat itu, yakni lima besar.

“Bertahun-tahun nama Sarengat melegendaris di dunia atletik, dan selalu dikenang oleh bangsa Indonesia,” tulis buku Olahraga Indonesia dalam Perspektif Sejarah 1945-1965.

Demi mengenang jasa Sarengat yang telah mengharumkan nama bangsa, kali ini redaksi INDOSPORT menyajikan riwayatnya dari kecil sampai akhir hayat, dengan harapan bisa menginspirasi banyak pihak:


1. Sarengat Kecil dan Ambisinya Menjadi Olahragawan

Mohammad Sarengat

Sarengat lahir di Banyumas, 28 Oktober 1939. Dia adalah anak tertua dari 10 bersaudara. Ayahnya, Prawirosuprapto adalah seorang guru yang hobi bermain tenis. Dari ayahnya, Sarengat mengenal olahraga tenis. Dia dan ayahnya kerap bermain tenis dengan bola bekas dan raket seadanya.

Pamannya adalah seorang penjaga gawang. Melihat pamannya bermain sepakbola, dia tertarik. Dia menghabiskan waktunya untuk bermain sepakbola dengan berposisi sebagai kiper, sejak SD sampai SMA.

Sampai akhirnya, dia masuk ke klub Indonesia Muda Surabaya. Tetapi saat itu dia kesal karena kerap duduk di bangku cadangan.

Dia lantas memutuskan untuk terjun ke dunia atletik. Merasa sesuai dengan bakat yang mengalir di aliran darahnya, dia jatuh hati pada cabang ini. Kecintaannya itu membuatnya gigih berlatih sehingga memenangkan banyak perlombaan lari.

Prestasi tersebut membuatnya diminta untuk mengikuti pelatnas. Saking gigihnya, Sarengat berlatih keras hingga melupakan pendidikannya. Hal itu kemudian membuatnya tidak lulus SMA pada 1959. Dia baru lulus SMA tiga tahun kemudian, di Jakarta.


2. Menjadi Dokter Pribadi Wakil Presiden

Mohammad Sarengat

Di Jakarta tahun 1961, Sarengat tidak bisa melanjutkan pendidikannya karena masalah biaya. Letnan Jenderal GPH Djatikusumo, staf Angkatan Darat pertama, saat itu menyarankan Sarengat untuk masuk ke dinas AD demi mendapatkan beasiswa.

Dia akhirnya masuk Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Di tahun pertama itu, kuliahnya berantakan karena fokus berlatih untuk mengikuti Asian Games keempat.

Dia kemudian menyelesaikan karir atletiknya pada 1963 dan memutuskan untuk fokus menyelesaikan pendidikan dokternya.

Setelah menyelesaikan pendidikannya, dia menjadi dokter tentara AD, dengan pangkat terakhir Kolonel CKM (Corps Kesehatan Militer). Ketua tim dokter kepresidenan saat itu, Brigjen dr. Rubyono Kertapati, mengusulkan nama Sarengat untuk menjadi dokter pribadi Wakil Presiden Sultan Hamengkubuwono IX pada tahun 1973-1978, dan kemudian Wakil Presiden Adam Malik pada tahun 1978-1983.

Setelah itu dia kembali ke dunia olahraga dengan menduduki kursi ketua bidang pembinaan prestasi PB PASI (Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia), dan sekertaris jenderal KONI Pusat.

Terakhir, dia menjadi ketua Sports Campus Wijaya Kusuma (SCWK), sebuah klinik rehabilitasi pengguna narkoba melalui pendekatan olahraga. SCWK menekankan pentingnya olahraga dalam proses penyembuhan korban narkoba.


3. Akhir Hayat

Mohamad Sarengat wafat

Saat bulan Ramadhan tahun 2009, Sarengat yang kuat tiba-tiba terjatuh dan harus dibawa ke rumah sakit. Dia terkena stroke. Sejak saat itulah dia keluar-masuk rumah sakit untuk melakukan terapi.

Tetapi terapi tersebut tidak membuatnya sembuh. Di tahun 2011, kondisi Sarengat kian mengkhawatirkan. Saking parahnya, dia harus menggunakan selang pernafasan, karena stroke membuatnya selalu mengeluarkan lendir sehingga organ pernafasannya terganggu.

Tahun 2012, dia sudah tidak bisa bicara dan tidak dapat mencerna makanan dengan baik. Untuk menuhi asupan nutrisi, perutnya dipasangi selang yang langsung terhubung ke lambung.

September 2014, Sarengat mengalami demam parah. Penyakit stroke yang dialaminya itu membuat daya tahannya turun drastis, sehingga virus di tubuhnya terus berkembang.

Sebulan mendapatkan perawatan intensif, pahlawan olahraga Indonesia itu akhirnya meninggal pada 13 Oktober 2014 di umur 74 tahun.

Selamat berbahagia di surga, Sarengat!

AtletikMohammad SarengatLariIn Depth SportsLegenda OlahragaAsian Games IV

Berita Terkini