x

PON Jabar yang Menyisakan Banyak Permasalahan

Senin, 10 Oktober 2016 15:00 WIB
Penulis: Petrus Manus Da' Yerimon | Editor: Irfan Fikri

Jawa Barat berhasil menciptakan rekor sebagai kontingen dengan perolehan medali terbanyak sepajang sejarah PON, yakni 217 emas, 157 perak, dan 157 perunggu. Mereka mengalahkan dua pesaing beratnya yang memiliki tradisi juara, yakni Jawa Timur (Jatim) dan DKI Jakarta.

Euforia pesta olahraga empat tahunan ini pun berakhir dengan tercipta beberapa rekor, diantaranya 89 rekor PON, 33 rekor nasional, satu rekor SEA Games, 22 rekor Asia, dan lima rekor dunia.

Di balik semua itu, ada kekurangan penyelanggaraan dari perhelatan akbar tersebut. Selain beberapa keputusan yang menjadi kontroversi dan kericuhan yang terjadi, tampaknya PON kali ini juga masih di dominasi atlet level pelatnas dan internasional.

PON XIX pun dinilai sedikit menyimpang dari tujuan utamanya, yakni pembinaan atlet muda. Lantas apa yang mesti dilakukan oleh pemerintah dan pihak terkait untuk mengembalikan martabat dan fungsi PON ke jalan yang semestinya?

Berikut INDOSPORT mencoba merangkumnya untuk pembaca setia.


1. Rekor dan Ricuh

Suasana acara malam penutupan PON XIX di Stadion Gelora Bandung Lautan Api, Bandung, Jabar, Kamis (29/09/16).

PON Jabar 2016 ini mengalami banyak masalah dan insiden yang melibatkan para atlet maupun semua unsur seperti panitia penyelenggara, pihak keamanan, bahkan sampai pihak media yang meliput pertandingan.

Kericuhan diawali saat tim DKI Jakarta bertemu Jawa Barat di cabang sepakbola. Kerusuhan hingga baku hantam kedua suporter pun tidak bisa terhindarkan. Hal yang sama pula terjadi di pertandingan polo air antara Jabar melawan Sumatera Selatan.

Pada pertandingan tersebut, pemain kedua tim sendiri sempat terlibat perkelahian di arena kolam renang. Parahnya, hal tersebut pun merambah hingga ke penonton. Sementara itu di cabang olahraga berkuda, beberapa provinsi sempat melontarkan kekecewaanya karena tuan rumah mendapatkan wild card langsung ke babak final.

Di balik semua itu, PON juga sukses menelurkan beberapa rekor fantastis. Atlet lari asal kontingen DKI Jakarta, Emilia Nova, sukses memecahkan rekor nasional yang telah bertahan selama 23 tahun.

Rekor PON sekaligus rekor nasional untuk sapta lomba yang dipegang oleh Rumini dari tahun 1993, dari 5,204 poin dilewati atlet Emilia dengan torehan menjadi 5,382 poin.

Atlet lainnya seperti peraih medali perak Olimpiade Rio 2016, Sri Wahyuni Agustiani, juga sukses memecahkan rekor. Sri Wahyuni membela tim Jawa Barat untuk kompetisi angkat besi kelas 48 kilogram putri, berhasil melakukan angkatan 81 kilogram di nomor snatch.

Masih dari angkat besi, Susi Susanti juga sukses memecahkan tiga rekor PON dan tiga rekor nasional sekaligus. Pada angkatan squat, Susi memecahkan rekor sebelumnya yang dipegang oleh atlet Kalimantan Barat, Evi Erlinawati, yakni PON (205 KG) dan rekor nasional (210 KG). Tak mau ketinggalan, cabang renang pun dibanjiri dengan deretan rekor yang fantastis.


2. Melenceng

Ilustrasi PON Jabar 2016

Satu hal yang cukup menyita perhatian di ajang PON kali ini adalah banyak atlet level nasional bahkan internasional turut berpartisipasi. Beberapa diantaranya bahkan mampu memecahkan rekor PON.

Nama seperti Eko Yuli, Sri Wahyuni, Agus Prayogo, Lindswell Kwok tentu sudah tidak asing bagi pencinta olahraga Tanah Air. Prestasi mentereng hingga menjadi juara di level internasional sudah ditorehnya.

Di PON XIX lalu mereka kembali turun dan seperti yang sudah diprediksi nama-nama tersebut cukup mudah menggondol medali emas. Hal ini yang cukup disayangkan beberapa pihak termasuk dari Komite Olahraga Nasional (KONI).

"PON harus diubah. Jangan jadikan PON hanya sebagai etalase. PON harus menjadi ajang untuk mengembangkan para atlet agar meraih prestasi di SEA Games atau mungkin Olimpiade," ujar Wakil Ketua Bidang Kesejahteraan Pelaku Olahraga KONI Pusat, Mahfudin Nigara.

Nigara mengkritisi penyelenggaraan PON yang sudah bergeser dari tujuan utamanya sebagai ajang pembinaan. Sebab, sejumlah atlet pelatnas, termasuk atlet Olimpiade Rio 2016, ambil bagian.

Hal senada diungkapkan oleh Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PP PBSI, Rexy Mainaky. Dia mengharapkan para atlet bulutangkis yang sudah mengikuti pelatnas tidak lagi tampil pada PON, karena orientasi mereka sudah harus menuju Asian Games atau Olimpiade.

"Mereka yang mengikuti PON itu merupakan pemain-pemain yang sedang masuk jenjang kompetisi. Pemain-pemain PON adalah mereka yang tidak berkesempatan bermain dalam turnamen-turnamen internasional," ujar peraih medali emas nomor ganda putra pada Olimpiade Atlanta 1996 ini, usai acara BRI Berbagi Raket Juara di Jakarta, Sabtu (01/10/16).

Menurut Rexy, nyali para atlet pembinaan di daerah langsung ciut ketika berhadapan dengan atlet pelatnas. Terbukti, pada cabang olahraga bulutangkis, para pemain pelatnas mendominasi dan berhasil menyabet medali untuk provinsi yang dibelanya.

"Bagaimana kami bisa melihat potensi atlet-atlet hasil pembinaan daerah jika mereka sudah menghadapi pemain pelatnas. Mereka langsung tidak punya semangat bertanding karena menghadapi atlet pelatnas," ungkap Rexy, yang mengakui pihaknya tidak berwenang ikut campur soal kebijakan terkait batasan atlet dalam PON.


3. Harus Diubah

Cabang olahraga di PON diharapkan sesuai dengan yang dipertandingankan ajang multi-event di kancah internasional.

Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX/2016 Jawa Barat telah rampung dengan tuan rumah menjadi juara umum setelah mengumpulkan 217 emas. Dari 756 nomor dari berbagai cabang olahraga sebagian besar sukses mereka kuasai.

Di urutan kedua Jawa Timur dengan raihan 132 medali emas, dan DKI Jakarta 132 medali emas. Namun, persaingan akan menurun drastis jika melihat posisi ke-4, karena Jawa Tengah hanya mengoleksi 32 medali emas.

Hal itu membuat PON 2016 kali ini dianggap tak memberi dampak positif bagi olahraga nasional. Ajang olahraga empat tahunan kali ini bahkan dinilai akan membuat prestasi Indonesia di kancah internasional justru menurun dari sebelumnya.

Penyebabnya ialah nomor-nomor yang dipertandingkan tidak sesuai dengan yang ada di level internasional. Contoh nyata terjadi di cabang olahraga biliar di mana nomor 9 ball putri yang dihapus, padahal nomor itu menjadi andalan Indonesia di SEA Games.

"Saya rasa semua sudah tahu, penyelenggaraan PON kali ini mengalami penurunan dan mencederai proses pembinaan prestasi daerah. Kalau seperti itu, jangan heran jika nanti prestasi Indonesia di internasional pun bisa kalah," ujar Ketua Kontingen Sumatera Selatan, Ahmad Taqwa.

Banyaknya cabang yang dipertandingkan juga membuat beberapa pihak merasa tidak terlalu bermanfaat. PON diharapkan agar lebih mengutamakan cabang yang dilombakan di olimpik.

"Saya rasa hasil PON kali ini tidak akan berpengaruh banyak terhadap atlet kita yang akan turun di ajang SEA Games maupun Asian Games," ucap Tedi.

"Terlalu banyak cabang olahraga yang dipertandingkan dan tidak sesuai. Harusnya kita fokus pada cabang olimpik dan yang terukur, karena cabang-cabang itu yang dilombakan pada ajang sekelas Olimpiade." ujar Kepala Pembinaan dan Prestasi Dispora DKI Jakarta, Tedi Cahyono.

Menanggapi berbagai kontroversi yang muncul, Ketua Kontingen DKI, Djamhuron P Wibowo menganjurkan agar di PON XX/2020 Papua, pemilihan nomor cabang olahraga yang akan dipertandingkan berdasarkan level internasional.

"Kita menyarankan nanti, standar Olimpiade saja yang dipakai, kemudian kepentingan-kepentingan yang berhubungan dengan event lainnya. Nanti olahraga kita akan mengarah ke sana," katanya.

Oleh karenanya pemerintah akan membuat sejumlah regulasi dalam pelaksanaan PON, seperti yang diutarakan Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora, Gatot S. Dewa Broto.

Pembuatan regulasi ini tidak lagi sebatas wacana dan akan dimulai usai PON Jabar 2016. Hal itu dilakukan demi menciptakan sistem pembinaan berkelanjutan dari PON, SEA Games, Asian Games hingga Olimpiade.

"Tidak, ini sudah clear. Kami akan membuat regulasi tersebut. Kami tidak ingin atlet-atlet juara turun melawan yang muda. Bonus juga akan kami atur," ujar Gatot.

Merujuk sistem pembinaan yang dimaksud, sudah sewajarnya cabang olahraga yang dipertandingan dalam PON mengacu pada Olimpiade. PON Papua 2020 bisa menjadi tonggak baru untuk mengembalikan makna sesungguhnya dari pesta olahraga ini.

"Pada Olimpiade di Brasil baru-baru ini dipertandingkan 32 cabang olahraga (PON Jabar dipertandingkan 44 cabor). Pada PON Papua 2020 nanti juga akan diterapkan 32 cabang olahraga," ujar Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi.

Patut ditunggu realisasi dari pernyataan para pemangku kebijakan, termasuk usulan dari pelaku olahraga di Tanah Air demi terciptanya PON yang ideal sebagai wadah pembinaan berjenjang bagi atlet.

Rexy MainakyPON Jabar 2016Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora)Eko Yuli IrawanSri WahyuniGatot S Dewa BrotoIn Depth SportsCritic Sport

Berita Terkini