x

Menuju Olahraga Indonesia yang Lebih Baik di 2017

Jumat, 30 Desember 2016 15:00 WIB
Penulis: Zainal Hasan | Editor: Joko Sedayu

Ya, tahun 2016 menjadi geliat kebangkitan olahraga Indonesia. Dari kembalinya tradisi emas dari cabang bulutangkis di ajang Olimpiade, serta terbayarnya rasa dahaga masyarakat Indonesia dari cabang sepakbola.

Pertama, berawal dari pasangan ganda campuran Indonesia, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir, yang berhasil meraih medali emas pada Olimpiade 2016 di Rio de Janeiro, Brasil. Namun, selain itu Indonesia juga berhasil meraih dua medali perunggu dari Eko Yuli Irawan dan Sri Wahyuni dari cabang olahraga angkat besi.

Tak sampai di situ, geliat olahraga juga masih bergema besar di Indonesia. Selepas pesta keberhasilan Owi/Butet yang meraih medali di ajang Olimpiade, Indonesia juga memiliki pesta olahraga. Yakni Pekan Olahraga Nasional (PON) yang berlangsung di Jawa Barat.

Perhelatan PON menandakan tingginya animo masyarakat Indonesia dengan olahraga. Mereka menyambut antusias pesta olahraga terbesar di Indonesia ini.

Tak puas dengan PON, animo masyrakat Indonesia kembali terbayarkan dengan kembali hadirnya Tim Nasional Indonesia. Selepas tidur panjangnya akibat hukuman dari FIFA, sepakbola Indonesia kembali menunjukkan kebangkitannya.

Kehadiran Timnas Indonesia seakan membayar dahaga para pecinta sepakbola Tanah Air. Tak cukup sampai di situ, meski baru bangkit dari tidur panjangnya, Timnas Indonesia yang baru terbentuk kembali memberikan rasa bangga untuk Indonesia.

Berjuang dengan persiapan seadanya, skuat Garuda berhasil memberikan prestasi di ajang Piala AFF 2016. Meski hanya mempersembahkan posisi runner up, tapi kehadiran Tim Merah Putih kembali membangkitkan aura sepakbola Indonesia.

Namun meski berhasil menorehkan beberapa prestasi, bukan berarti semua itu tidak menemui hambatan. Setidaknya ada beberapah hal yang menjadi ganjalan atau duri kecil di balik kegemilangan prestasi Indonesia di kancah olahraga.

Setidaknya INDOSPORT berhasil menelisik beberapa hal yang menghambat akan prestasi Indonesia. Berikut hasil penelusuran INDOSPORT:


1. Minimnya Atlet Berprestasi

Kontingen Indonesia pada Olimpiade 2016 di Rio de Janeiro, Brasil.

Meski berhasil meraih tiga medali dan mengembalikan tradisi emas dalam dalam cabang olahraga bulutangkis, namun itu semua masih kurang cukup. Terlebih bila berkaca dari minimnya jumlah atlet Indonesia yang bertanding di kancah Olimpiade.

Indonesia hanya mengirimkan 25 atlet untuk berlaga di 7 cabang olahraga dalam kancah Olimpiade 2016. Tentu hal ini tidak sebanding dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai lebih 200 juta jiwa.

Jumlah ini pun masih kalah dengan negara tetangga, Malaysia yang mengirimkan kekuatan sebanyak 32 atlet. Tentu hal ini menjadi ironi dan pekerjaan rumah bagi pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), untuk melahirkan atlet berprestasi untuk Indonesia.

"Ini tantangan besar kami, Indonesia adalah negara besar dengan jumlah populasi besar. Mungkin Indonesia harus fokus untuk menciptakan atlet dan bisa mengirimkan lebih banyak lagi saat Olimpiade 2020 mendatang," ucap Chef de Mission kontingen Indonesia di Olimpiade 2016, Raja Sapta Oktohari.

Memang untuk mengatasi masalah ini pemerintah melalui Kemenpora mengambil cepat untuk menciptakan atlet dengan standar Olimpiade. Kemenpora membangun Olympic Center di Cibubur.

"Olympic Center ini akan menjadi sarana yang tepat untuk atlet kita berlatih dan kami harap betul semua berstandar internasional. Nantinya Indonesia tidak lagi hanya mengembalikam tradisi emas saja, tetapi merebut medali emas sebanyak-banyaknya di multi-event internasional," ucap Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi.


2. Masalah Dana Menjadi Masalah Klasik

Rio Haryanto

Permasalahan dana memang menjadi sumber utama masalah terhambatnya Indonesia untuk meraih prestasi. Permasalahan ini pun ditemukan saat pembalap muda Indonesia, Ryo Haryanto mencoba mengejar asa untuk meraih prestasi di ajang Formula 1.

Rio memang berhasil menorehkan sejarah dengan menjadi pembalap F1 satu-satunya asal Indonesia. Namun, perjalanan Rio untuk berlaga di ajang Formula 1 tidaklah mudah.

Pembalap asal Solo ini harus banting tulang mencari dana untuk memuluskan langkahnya berlaga di ajang bergengsi jet darat tersebut.

Seperti diketahui, Rio harus menyediakan dana sebesar 15 juta euro atau sekitar Rp213 miliar kepada Tim Manor Racing sebagai tim yang akan dibela Rio. Pemerintah pun melalui Kemenpora mencoba membantu, namun langkah Kemenpora terbentur birokrasi dari DPR.

"Secara administrasi sudah. Kami (Kemenpora) yang mengusulkan. Tapi semuanya tergantung dengan DPR, bisa diterima atau malah sebaliknya," ucap Alfitra Salam saat masih menjabat Sesmenpora.

Dengan terhambat kendala ini, benar saja akhirnya langkah Rio Haryanto di ajang Formula 1 harus berakhir lebih cepat. Pembalap 20 tahun itu akhirnya harus rela kehilangan posisinya dari Manor Racing. Rio hanya berlaga sebanyak 12 seri di ajang Formula 1.


3. Rasa Nasionalisme yang Tergadaikan

Alfred Riedl kecewa dengan nasionalisme Indonesia.

Permasalahan lain yang dihadapi Indonesia untuk meraih prestasi dari minimnya rasa nasionalisme Masyrakat Indonesia. Hal itu terbukti saat Timnas Indonesia yang harus berjuang di kancah Piala AFF beberapa waktu lalu.

Bagaimana tidak, Alfred Riedl selaku pelatih kepala Timnas Indonesia mendapat hambatan saat harus mengumpulkan pemain. Dia mendapat batasan dalam memanggil pemain.

"Komposisi Timnas Indonesia saat ini adalah yang terbaik dengan adanya pembatasan dua pemain tiap klub di liga ini membuat saya sedikit kesulitan dalam meramu strategi," ucap Riedl.

Menanggapi hal ini, Pemerintah yakni Kemenpora tidak ingin hal seperti ini terulang kembali. Bahkan bagi Menpora Imam Nahrawi untuk mempersiapkan Timnas harus disiapkan dari jauh-jauh hari.

"Nanti saya tidak mau mendengar lagi akan persiapan Timnas dengan pembatasan pemain. Dan saya juga berharap PSSI dapat menyiapakan Timnas lebih baik lagi dan dari jauh-jauh hari sudah disiapkan," ucap Imam.

IndonesiaAlfred RiedlRio HaryantoKementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora)Eko Yuli IrawanSri WahyuniImam NahrawiTontowi Ahmad/Liliyana NatsirTimnas IndonesiaCritic Sport

Berita Terkini