3 Alasan Sepakbola Masuk Kategori Bisnis Terburuk
Jurnalis ternama sepakbola asal Inggris, Simon Kuper dalam bukunya yang rilis pada 2010 lalu mengungkap fakta bahwa sepakbola bukanlah bisnis yang menguntungkan jika dilihat dari sisi ekonomi para presiden klub.
Apa alasan Kuper menyebut fakta tersebut? analisis apa yang jadi sandaran Kuper untuk menyebut bahwa olahraga terpopuler sejagat ini sebagai bisni yang buruk? berikut 3 penyebab sepakbola masuk kategori bisnis terburuk seperti dalam buku Simon Kuper, 'Soccernomics':
1. Laba kecil
Simon Kuper dan Stefan Szymanski di bab III buku Soccernomics menuliskan bahwa sepakbola merupakan bisnis yang buruk. Penyebabnya kata Kuper dan Stefan Szymanski ialah peningkatan laba yang diterima klub besar Eropa. Real Madrid contohnya, jika di buku Kuper dan Stefan Szymanski mencantumkan data 2013 yang menyebut pendapatan Real Madrid menyentuh angka 520 juta Euro maka di 2014, Real Madrid mendapatkan laba sebesar 603 juta Euro atau hanya naik 10,9%.
Kuper dalam bukunya membandingkan dengan perusahaan macam Exxon Mobil. Data di 2014 menyebut meski pendapatan Exxon merosot namun besarnya hanya 6% atau di akhir 2014, Exxon mendapat 382,5 miliar Dollar dengan profit perusahaan yang cenderung stabil di level 32,5 miliar Dollar. Maka tidak mengherankan jika Kupper menyebut laba dari klub sepakbola hanya 'uang recehan' untuk perusahaan besar macam Exxon Mobil.
2. Bursa Saham
Jika dianggap klub sepakbola ialah bisnis menggiurkan untuk investasi jangka panjang maka Kuper dan Szymanski menilai bahwa berinvestasi di sepakbola ialah kesalahan. Di Soccernomic, kedua orang ini memberi alasan bahwa klub sepakbola di Eropa bukan-lah perusahaan terbuka yang terdaftar di bursa saham satu negara. Dari sekian banyak klub besar Eropa seperti Real Madrid atau Barcelona hanya 5 klub yang terdaftar di bursa saham yakni Man United sejak diambil alih Malcom Glazer, Lazio, Dortmund, Juventus dan AS Roma.
Kuper dan Szymanski mengatakan para analisis bisnis mencoba mengukur nilai satu perusahaan dengan memfokuskan pada laba atau harga perusahaan jika dilelang ke publik. Namun karena tak terdaftar di bursa saham maka metode normal untuk menilai besar kecilnya satu klub sepakbola sulit diukur. Maka kemudian tidak mengherankan jika beberapa klub di liga Inggris misalnya dibeli dengan harga yang cukup murah.
Menariknya dari lima klub yang sudah go public dan terdaftar di bursa saham, hanya Man United yang memiliki nilai jual tertinggi. Seperti dirilis dari laporan tahunan Brand Finance pada 2014 lalu, Man United duduki peringkat ketiga sebagai klub yang memiliki nilai jual tertinggi. Di peringakat 1 dan 2 ada Bayern Muenchen (896 miliar Dollar) dan Real Madrid (768 miliar Dollar). Sementara Lazio yang jadi klub 1 di Serie A yang masuk bursa saham tidak masuk dalam 20 besar.
3. Rawan Pembajakan
Menariknya lagi Kuper juga menyebut bahwa bisnis sepakbola ialah bisnis yang rawan pembajakan. Mulai dari jersey hingga hak siar sepakbola sangat rentan untuk dibajak, kondisi yang membuat pihak klub mengalami kerugian. Di Thailand misalnya, negara yang dikenal karena memasok jersey KW klub-klub sepakbola Eropa di 2013 lalu berhasil membongkar sindikat pembajakan jersey dan aksesoris palsu klub Man United.
Menariknya Kuper juga menyebut sebelum era Liga Primer Inggris, klub-klub di Inggris seolah tak peduli soal jersey, bahkan ada beberapa klub yang juga membiarkan di jual bebasnya jersey replika. Lain lagi jika bicara soal hak siar, sampai pada 1982 seperti laporan Kuper, klub di liga Inggris menolak untuk kerjasama dengan pihak televisi untuk menyiarkan pertandingan langsung. Hal ini didasari karena ketakutan klub kehilangan fans yang datang ke stadion untuk datang langsung ke stadion.
Secara tidak langsung, klub di Inggris hanya andalkan pemasukan lewat tiket penonton. Saat ini memang liga INggris disiarkan secara ekslusif namun kembali seiring pesatnya teknologi, link-link streaming untuk membajak laga liga Inggris tanpa harus membayar menyebar dan bisa dinikmati fans sepakbola di seluruh dunia dan kembali klub yang dirugikan.