x

Tokoh-Tokoh yang Berjasa pada Sepakbola Indonesia

Senin, 23 November 2015 18:29 WIB
Penulis: Devi Novitasari | Editor: Joko Sedayu

Perjuangan membangun sepakbola Indonesia tidaklah mudah. Sepakbola dibangun atas dasar nasionalisme Indonesia sebagai bentuk dari realisasi Sumpah Pemuda 1928. Sejumlah nama berperan besar dan menjadi legenda yang dulu pernah berjaya dan berjasa begitu besar demi sepakbola Indonesia.

Sedih sekali jika melihat kondisi sepakbola Tanah Air yang sekarang terjadi, di mana hanya karena egoisme yang telah melupakan nasionalisme para pendahulu berujung pada keterpurukan sepakbola Tanah Air. Padahal, para pelaku sepakbola dahulu telah berjuang keras membanggakan Indonesia, di penghujung usia mereka tak sedikit dari para pahwalan ini harus menderita sebelum pulang ke pangkuan Ibu Pertiwi.

INDOSPORT mencoba mengulas beberapa tokoh yang sangat berjasa besar dalam lika-liku sepakbola Tanah Air. Di mana saat itu Indonesia masih sebagai sebuah bangsa terjajah dan sedang memperjuangkan kemerdekaannya dengan berbagai cara salah satunya melalui olahraga sepakbola. Hingga kemudian berhasil meraih posisi terbaik dan diperhitungkan sebagai salah satu raksasa Asia di bidang sepakbola.

Semoga kondisi sepakbola tanah air kembali berjaya dan menghasilkan raksasa baru Asia di dunia Sepakbola!


1. Soeratin Sosrosoegondo (17 Desember 1898 - 1 Desember 1959)

Ir. Soeratin Sosrosoegondo lahir di Yogyakarta, 17 Desember 1898. Terlahir dikalangan terpelajar membuatnya menamatkan pendidikannya di Sekolah Teknik Tinggi di Jerman pada 1927. Pulang dari Eropa, ia kembali ke Indonesia dan bergabung dengan sebuah perusahaan konstruksi terkemuka milik Belanda dan membangun gedung dan jembatan di Tegal dan Bandung.

Pada waktu yang bersamaan, Soeratin mulai merintis pendirian sebuah organisasi sepakbola yang akhirya terwujud pada 1930 yaitu PSSI yang sekarang kita kenal. Organisasi ini merupakan salah satu realisasi konkret dari Sumpah Pemuda 1928.

Nasionalismenya dikembangkan melalui olahraga, khusunya sepakbola. Pertemuannya dengan tokoh sepakbola pribumi di Solo, Yogyakarta, Magelang, Jakarta, dan Bandung membuatnya melakukan pertemuan rahasia. Akhirnya pada 19 April 1930 di Yogyakarta, beberapa tokoh dari berbagai kota berkumpul untuk mendirikan PSSI yang pada saat itu bernama Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia. 

Istilah Sepakraga kemudian diganti dengan Sepakbola dalam Kongres PSSI di Solo tahun 1950.PSSI kemudian melakukan kompetisi rutin sejak 1931. Para pengurus diberikan instruksi lisan jika bertanding melawan klub Belanda tidak boleh kalah.

Soeratin menjadi ketua umum PSSI 11 kali berturut-turut. Kegiatan mengurus organisasi ini membuatnya keluar dari perusahaan Belanda dan mendirikan usaha sendiri. Setelah Jepang menjajah Indonesia dan perang kemerdekaan terjadi, kehidupannya menjadi sangat sulit. Jasanya yang besar dalam persepakbolaan nasional diabadikan dalam nama trofi yang diperebutkan dalam kompetisi sepakbola tingkat junior tingkat nasional, Piala Suratin. Dia meninggal pada tahun 1959.


2. Raden Maladi (31 Agustus 1912 - 30 April 2001)

Raden Maladi adalah seorang atlet, penulis lagu dan seorang politikus. Dia dilahirkan di Surakarta pada 31 Agustus 1912. Maladi sangat menyukai sepakbola sejak dia masih muda dan bermain sebagai penjaga gawang.

Karirnya berawal bersama PSIM Yogyakarta tahun 1930 dan pindah ke Persebaya Surabaya tiga tahun kemudian. Kemampuannya yang hebat membuatnya menjadi salah satu pemain terbaik di Liga, dengan menggunakan beberapa nama panggung. Dia juga senang menjadi wasit pertandingan.

Di tahun 1951, dia menjadi Ketua Asosiasi Sepakbola Indonesia dan berhasil membawa pelatih Tony Pogacnik untuk melatih timnas Indonesia. Dibawah asuhan Tony Pogacnik, timas berhasil menahan imbang Uni Soviet di Olimpiade Melbourne 1956.

Selain itu dia juga terlibat dalam Olimpiade, menjadi supervisor delegasi pertama Indonesia di Olimpiade Helsinki, Finlandia, tahun 1952 serta delegasi Olimpiade tahun 1956. Pada tahun 1959, dia keluar dari posisi itu dan pindah ke Jakarta, namun tetap menjadi anggota dewan kehormatan.

Maladi kembali kepangkuan Ibu Pertiwi pada 30 April 2001 setelah dua minggu dirawat intensif di Rumah Sakit Medistra karena kesulitan bernafas. Atas dedikasinya di dunia olahrga, Maladi diberikan penghargaan Bronze Olympic Order di tahun 1983 oleh International Olympic Committee dimana pada tahun 2005 dia adalah salah satu orang Indonesia dari tiga orang yang mendapatkan penghargaan tersebut.

Selain itu, nama Stadion Sriwedari di Surakarta berganti nama dengan namanya karena dia yang telah mendesainnya.


3. Andi Ramang (21 April 1924 -26 September 1987)

Andi Ramang adalah seorang legaenda sepakbola Indonesia pada tahun 1950an. Dia dilahirkan di Makassar pada 24 April 1928. Dia dikenal sebagai salah satu anggota trio maut PSM Makassar bersama Suwardi dan Noorsalam. Mereka menjadi jangkar kokoh bagi tim yang dulu masih bernamaMakassar Voetbal Bond.

Pria yang biasa disapa Ramang ini telah bermain bola sejak dia masih kecil, bakat ini diturunkan dari sang ayah yang juga dikenal sebagai jagoan sepakbola pada masanya. Namanya makin meroket sejak dia bergabung bersama timnas Indonesia.

Terkenal dengan permainannya sebagai penyerang handal, Ramang menjadi pemain favorit penonton dan disegani pemain lawan. Pada lawatannya bersama PSSI tahun 1954 ke berbagai negeri di Asia, Indonesia berhasil menyapu seluruh kesebelasan yang dihadapi dengan gol yang mencolok. Dari 25 gol, 19 gol diantaranya merupakan hasil tendangan Ramang.

Atas prestasinya, Indonesia termasuk dalam hitungan kekuatan bola Asia. Ramang dikenal sebagai penyerang yang haus akan gol. Kelihaiannya dalam menggiring bola dan menciptakan peluang untuk menjebol gawang dalam kecepatan tinggi menjadi impian para pesepakbola hingga saat ini. Itulah kelebihannya.

Tamat berkarir sebagai pesepakbola, Ramang menjadi seorang pelatih di Blitar, PSM Makassar dan Persipal Palu. Sayangnya pahit harus diterimanya karena dia tidak memiliki sertifikat  kepelatihan. Dalam melatih, dia hanya mengajarkan pengalamannya serta teori yang dia dapatkan dari Tony Pogacknic.

Ramang meninggal setelah berjuang keras melawan penyakit paru-parunya selama enam tahun. Dia tidak mampu berobat ke Rumah Sakit karena kekurangan biaya. Ramang meninggal pada 26 September 1987 diusianya yang ke 59 tahun dirumahnya yang sederhana.


4. Sinyo Aliandoe(1 Juli 1940 - 18 Nopember 2015)

Sebastian Sinyo Aliandoe lahir di Larantuka, Flores Timur, 1 Juli 1940. Pria yang biasa disapa Om Aliandoe ini adalah salah satu pemain dan pelatih berbakat yang dimiliki Indonesia. 

Kemampuannya dalam bermain sepakbola bersama Persija Jakarta berhasil membawanya masuk menjadi pemain timnas dan mengukir sejumlah prestasi. Dia kemudian terjun ke dunia pelatih pada awal tahun 70-an, setelah mengalami patah tulang pergelangan kakinya yang membuat dia tidak bisa melanjutkan karirnya sebagai pemain.

Sebagai pelatih, pria timur ini lebih mengutamakan hitungan-hitungan teknis di lapangan ketimbang menyandarkan diri pada keberuntungan. Dia sangat teliti dan menghitung setiap kemampuan para pemain dalam proses mencetak gol. 

Kemampuan mengubah pola permainan pasukannya seketika, hanya dengan memanfaatkan pergantian pemain menjadi salah satu ciri khas kepelatihannya.Sinyo Aliandoe meninggal di usianya yang ke 77 tahun.


5. Ronny Pattinasarany (9 Februari 1949- 19September 2008)

Ronald Hermanus Pattinasarany atau Ronny Pattinasarany adalah salah satu legenda sepakbola tanah air yang terlahir di Makassar pada 9 Februari 1949. Pria berdarah Ambon ini dikenal sebagai sosok pemain papan atas. Era 70-an hinga 80-an adalah saat-saat dimana Indonesia menjadi salah satu raksasa sepakbola Asia. Saat itu Ronny menjadi salah satu pesepakbola yang ikut melambungkan nama Indonesia.

Penghargaan yang diperolehnya yaitu Pemain All Star Asia tahun 1982, Olahragawan Terbaik Nasional tahun 1976 dan 1981, Pemain Terbaik Galatama tahun 1979 dan 1980, dan meraih Medali Perak SEA Games 1979 dan 1981.

Tahun 1983, Ronny memutuskan untuk gantung sepatu dan beralih profesi sebagai pelatih. Ada beberapa klub yang pernah merasakan sentuhan tangannya, yakni Persiba Balikpapan, Krama Yudha Tiga Berlian, Persita Tangerang, Petrokimia Gresik, Makassar Utama, Persitara Jakarta Utara dan Persija Jakarta. 

Prestasi terbaiknya sebagai pelatih adalah ketika menangani Petrokimia Putra yang sukses mempersembahkan beberapa trofi bagi klub tersebut. Klub itu saat ini sudah bubar dan melebur dalam Gresik United (GU). Ronny membawa Petrokimia meraih Juara Surya Cup, Petro Cup, dan runner-up Tugu Muda Cup.

Sinyo AliandoeMaladiSoeratin SosrosoegondoRonny PattinasaranyAndi Ramang

Berita Terkini