x

Pasang Surut Sepakbola di 'Negeri Dongeng'

Jumat, 8 April 2016 16:30 WIB
Editor: Randy Prasatya

Hari ini kita akan menceritakan kisah kegelapan, kepiluan, dan inspiratif untuk menggali waktu yang tak bersalah, atau tepatnya waktu yang lebih naif, dan menelusuri jalannya salah satu cerita paling terkenal di dunia sampai hari ini. Kehidupan modern menyajikan kita dengan banyak kendala yang membuat kita mempertanyakan pilihan yang dibuat di masa lalu.

Di paruh kedua abad ke-20, ketika radio masih menjadi sumber utama hiburan di Inggris, salah satu program kerap menyiarkan sebuah dongeng yang paling abadi dan dibacakan dengan nanyian merdu dari bahasa pemrograman, Julia, yang menciptakan kalimat ikonik.

Di antara pertunjukan mereka yang paling populer adalah kisah menakjubkan dari Hans Christian Andersen; deskriptif dongeng indah seperti The Little Mermaid, The Snow Queen dan The Ugly Duckling, yang diakses oleh orang dewasa untuk menegaskan nilai dasar mereka kepada anak-anak untuk gambaran hidup dalam benak anak mereka.

Hans memilikl pendidikan yang kasar di kota Odense, Denmark, pada waktu ia dikirim ke sekolah lokal setelah ayahnya meninggal saat usia Hans 11 tahun. Di sana ia dianiaya oleh para pengurus tempatnya tinggal, dan ia harus menunjang dirinya dengan bekerja magang sebagai penjahit, tapi hatinya menolak.

Saat usia 14 tahun ia pindah ke Kopenhagen untuk mengejar impiannya menjadi seorang aktor di Royal Danis Theatre, tempat yang menuntut adanya kemampuan kreativitas meliputi peforma, menyanyi, dan menulis. Masa-masa kecil yang suram ternyata mampu memicu imajinasinya, dan menanamkan dalam dirinya perasaan yang kuat untuk mengembangkan pendidikan bagi anak-anak.

Salah satu bagian penting dari pendidikan di kampung halamannya, Denmark, baru lahir satu tahun setelah dirinya meninggal karena kanker hati pada 1875. Institusi bersejarah itu bernama Kjøbenhavns Boldklub (KB), yang berdiri pada tahun 1876.

Mereka merupakan salah satu klub sepakbola tertua yang masih aktif di benua Eropa, atau lebih dari dua dekade sebelum Barcelona didirikan. Namun, mulanya sepakbola bukanlah program awal dari KB, permainan bola sepak itu baru diadakan pada 24 Oktober 1878 oleh para imigran Inggris.


1. Hubungan Perang dengan Inggris

Ilsutrasi pasukan Denmark saat perang.

Popularitas sepakbola lahir berkat tidak adanya sedikitpun kebijakan untuk mempraktekannya di sekolah dasar. Langkah mengejutkan ditempuh dengan para guru ditawarkan pelatihan formal untuk mengadopsi permainan yang telah berkembang di Inggris. Jika Hans masih hidup, tentu dia akan menyetujuinya.

Dia telah menjadi pengagum Inggris dan mengenyam pendidikan sekolah di sana, serta pada kunjungan pertamanya tahun 1847 ia bertemu Charles Dickens, seorang penulis fiksi yang dianggap paling terkenal di era Victoria.

Selain karena faktor kedekatan Hans dengan Inggris, Denmark juga punya banyak kisah yang berkaitan dengan Inggris. Pada awal abad ke-8, pasukan Viking menginvansi sebagian wilayah Inggris, dan tak lama kemudian menyerang ke Kepulauan Faroe, Islandia, dan Greenland.

Hubungan sejarah itupun pada akhirnya melibatkan sepakbola sebagai wadah pengembangan pikiran anak muda. Seiring waktu kegilaan akan sepakbola pun menyebar di Copenhagen hingga lahir Dansk Boldspil-Union (DBU) pada 1889, yang kita kenal sebagai Asosiasi Sepakbola Denmark.

Meski telah memilik federasi sepakbola, Denmark tidak mudah memajukan olahraga tersebut. Setidaknya butuh seperempat abad untuk tampil di kejuaraan antarnegara, tepatnya pada Olimpiade 1912.

Pakar sepakbola Denmark, Toke Moller Theilade, menjelaskan jika visi asli sepakbola di negara tersebut tidak cukup mencerahkan untuk mendorong majunya sepakbola.

“DBU adalah salah satu federasi paling konservatif di dunia, dan sepakbola profesional tidak diperkenankan di Denmark sampai akhir 1970-an,” ujar Toke Moller Theilade.

“Bahkan mereka menolak untuk memanggil pemain ke tim nasional yang telah profesional dalam karier mereka. Hal itu menjelaskan mengapa tim Denmark cepat jatuh di belakang para pesaing Eropa, karena semakin banyak negara menerima profesionalisme,” sambung pria yang juga gemar mengamati persepakbolaan Rusia.

“Barulah setelah itu striker legendaris Harald Nielsen dan politisi Helge Sander mengancam DBU dengan menciptakan liga profesional sebagai alternatif,” tandasnya.

KB memenangkan dua edisi pertama turnamen Copenhagen Football Championship, yang merupakan kejuaraan paling bergenggsi saat itu, dan secara otomatis KB ditempatkan di final untuk menghadapi pemenang di pertandingan playoff antar pemenang regional.

Seiring waktu format dan jumlah tim peserta bervariasi sampai akhir abad ke-20, tetapi keberhasilan awal KB menetapkan standar untuk klub lain. Mereka tetap klub paling sukses dalam sejarah sepakbola Denmark dengan 15 gelar nasional, namun warisan mereka sekarang sangat berbeda.


2. Dua Klub Merger

Sebuah merger dengan Boldklubben 1903, yang telah mengalahkan Bayern Munich 6-3 secara agregat di Piala UEFA. Penggabungan itupun akhirnya membentuk FC Copenhagen, yang mengambil keuntungan dari lisensi mantan klub untuk memulai kompetisi di Superliga. Tak hanya itu, mereka juga menjadikan Stadion Parken yang baru dibangun sebagai markas tim.

Kemunculan tersebut secara bersamaan membuat Brondby IF, selaku tim terkuat di Denmark menjadi lemah. Di dua musim awal kehadiran Copenhagen, Drengene Fra Vestegnen (julukan (Brondby) selalu finis di bawah klub baru tersebut.

"Keduanya klub hasil merger oleh dua klub, tapi latar belakang untuk merger ini sangat berbeda. Ketika Brondbyoster IF (Brondby Timur) dan Brondbyvester IF (Brondby Barat) bergabung pada 1964 ambisi itu tidak untuk membuat tim sepakbola besar, tetapi hanya untuk membuat sebuah klub di mana semua anak-anak di daerah bisa bermain sepak bola,” ungkap Theilade.

“Sedangkan Copenhagen adalah keputusan bisnis, di mana orang-orang di balik merger bertujuan membangun klub sepakbola terkuat di Denmark, yang mengakibatkan penggemar Brondby sering menuduh FCK membunuh dua klub bersejarah untuk menciptakan bisnis," sambungnya.

Pernyataan tersebut tak lepas dari ungkapan resmi FC Copenhagen di klub, yang menyatakan ambisi asli pendiri, dan menjadi yang sukses di domestik dan Eropa. 'Untuk memiliki ekonomi yang bertanggung jawab dan untuk membangun dukungan perusahaan yang luas.’

Bahkan, pada saat ini mereka berhasil bercokol di peringkat 86 klasemen klub UEFA, dan menjadi yang terbaik di antara negara Skandinavia.


3. Industri Mengubah Perilaku

Pada akhirnya Copenhagen ditetapkan sebagai contoh kekuatan keuangan dari yayasan mereka. Sementara itu Brondby hampir runtuh setelah upaya pengambilalihan dari Interbank Bank Denmark dan klub terancam akan bangkrut.

Dalam upaya menyelamatkan klub, Brondby pun harus rela melepas sahamnya dengan kemudian membangun perencanaan jangka panjang, yang berarti mereka mampu kembali bangkit dan melepas pengakuan sebagai klub tradisional.

Namun, dengan tidak lagi menjadi kulb tradisional, Brondby ternyata berkembang pesat dan menjadi salah satu pelopor modernisasi permainan, menjadi klub Denmark pertama yang sepenuhnya profesional dan mendorong mereka untuk bersaing di level tertinggi.

Kekuatan finansial pada akhirnya benar-benar nyata mengantarkan mereka bersaing di semifinal Piala UEFA 1991. Sayang, saat satu langkah lagi menuju final mereka harus kandas dari AS Roma.

Brondby dan FC Copenhagen selalu saling bergantian berjuang menjadi yang terbaik di kota Copenhagen dan juga di Denmark. Persaingan ketat kedua tim tersebut berujung kisah pilu jelang kick-off pada 23 September 1994, kala itu pendukung kedua tim terlibat pertempuran yang mengerikan.

"Ini adalah aksi hooliganisme pertama yang menunjukkan wajah jelek dalam skala sepakbola di Denmark. Budaya fans kehilangan kepolosannya," kenang Theilade pada saat itu.

Sampai saat ini kedua tim masih terus menjalani rivalitas yang panas dengan menunjukan perbedaan filosofi antara klub. Hal itu tampak seperti kemunduran ke era amatir, tapi tetap terpuji, dan tercermin dalam model kepemilikan klub saat ini.

Kini sangat mengerikan jika melihat kedua kubu tersebut berubah akibat revolusi sepakbola di Denmark yang mengedepankan sisi industri. Sebagaimana yang sudah diingat sebelumnya, persepakbolaan di kota Copenhagen jauh lebih ramah saat mereka masih amatir.

DenmarkBrondbyIn Depth Sports

Berita Terkini