x

Usai Raih Prestasi, Para Pemain Ini Pulang Kampung

Rabu, 22 Juni 2016 21:02 WIB
Editor: Rizky Pratama Putra

Bagi pesepakbola, prestasi menjadi harga mati dalam karier mereka. Tidak jarang para pesepakbola ini harus meninggalkan klub asalnya usai pindah ke klub lain.

Kepindahan ini tidak lain karena prestasi yang dibuat semasa pemain-pemain ini menunjukan bakat mereka. Usai berpindah klub tidak jarang para pesepakbola ini bertambah moncer dan meraih sejumlah prestasi.

Namun, tidak sedikit pula yang merasakan pahitnya kegagalan bersama klub baru. Pada titik tertentu, beberapa pesepakbola memutuskan untuk kembali membela klub yang pernah dibelanya di awal karier.

Berikut beberapa pemain yang memutuskan untuk kembali ke klub lamanya, hasil rangkuman tim INDOSPORT;


1. Hernan Crespo

Pertama kali berkiprah di Serie A Italia, klub pertama yang dibela Hernan Crespo adalah Parma. Klub berjuluk Gialloblu ini mendapatkan jasa Crespo di periode tahun 1996-2000.

Di Parma-lah, Crespo pertama kali dikenal sebagai bomber tajam. Pemain Argentina ini mencatatkan 116 penampilan dengan 62 gol bersama Parma.

Bersinar bersama Parma, Crespo kemudian hijrah ke Lazio. Bersama klub ibukota Italia ini, Crespo semakin menegaskan ketajamannya mencetak gol.

Di klub Elang Ibukota ini, Crespo menjadi top skorer Serie A Italia di musim 2000/01, dengan 26 gol sepanjang musim. Masalah finansial yang menimpa Lazio kemudian memaksanya pindah ke Internazionale di musim 2002/03.

Bersama La Beneamatta, Crespo hanya mengecap satu musim dengan 18 penampilan dan 7 gol sepanjang musim. Namun hal ini tidak membuat Crespo kehilangan peminat dari klub besar.


Hernan Crespo kehilangan ketajaman saat memutuskan hengkang ke Chelsea.

Chelsea kemudian mengangkut Crespo di akhir musim. Namun, masuknya Jose Mourinho membuat Crespo terusir dari skuat.

Crespo kemudian datang dan pergi dari ruang ganti Chelsea sebagai pemain pinjaman. AC Milan dan Internazionale kemudian menjadi pelabuhan singgahan Crespo berikutnya.

Namun, bersama Internazionale akhirnya Crespo meraih prestasi tertinggi. Top skorer ketiga terpanjang masa Argentina ini meraih 3 scudetto bersama Inter.

Memasuki masa senja, Crespo masih sempat membela Genoa. Hingga akhirnya, Crespo kemudian memutuskan untuk kembali ke Parma pada tahun 2010.

Crespo kemudian mengakhiri kariernya di Gialloblu pada tahun 2012. Setelah itu, Crespo menyatakan pensiun dari dunia sepakbola.


2. Marcelo Salas

River Plate menjadi pelabuhan pertama Marcelo Salas saat memutuskan merantau dari Chile, negara asalnya. Bersama River Plate, bomber yang dikenal dengan selebrasi ala Matadornya ini mendapat sorotan dari sejumlah klub besar Eropa.

Kepindahan Salas ke River sempat mendapat kritik pedas dari Diego Maradona. Pasalnya, Boca Juniors terlebih dahulu memantaunya sejak Salas remaja.

Namun, Salas langsung membungkam kritik ini dengan menjadi Matador sesungguhnya. Torehan 24 gol dari 53 pertandingan bersama River, membuat Lazio terpukau.

Salas muda pun akhirnya hijrah ke klub ibukota Italia. Bersama Lazio, Salas menorehkan 79 penampilan dengan catatan 34 gol.


Marcelo Salas meraih musim terbaiknya di Serie A Italia bersama Lazio.

Salas juga membawa Lazio meraih scudetto pertama mereka di tahun 1999/2000 setelah menunggu selama 26 tahun. Mengkilap bersama Lazio, Salas kemudian menarik minat Juventus yang meminangnya di tahun 2001.

Namun kepindahan ke Juventus menjadi salah satu babak terburuk dalam kariernya. Didera badai cedera membuat Salas kehilangan ketajaman di Juventus.

Tiga musim bersama Juventus, Salas hanya bermain di 18 laga dengan 2 gol. Hal ini membuat Salas akhirnya memutuskan untuk pulang ke tanah air keduanya, Argentina.

Salas kembali River Plate di tahun 2004 sebagai pemain pinjaman dari Juventus. Setahun kemudian, River mempermanenkannya dari Si Nyonya Tua.

Bersama River, Salas kemudian mencatat 17 gol dari 43 pertandingan. Salas akhirnya memutuskan untuk gantung sepatu di klub yang membesarkan namanya.


3. Andriy Shevchenko

Penampilan seorang pemuda bertenaga asal Ukraina, di Liga Champions musim 1998/99 memikat sejumlah klub raksasa Eropa. Inilah pertama kali mata Eropa menyaksikan kemampuan seorang Andriy Shevchenko.

Pemain yang membela Dinamo Kiev ini menjadi salah satu buruan utama sejak saat itu. Bersama Kiev, Shevcehenko berhasil membukukan 60 gol dari 117 penampilan.

Inilah yang membuat AC Milan menjadi klub yang beruntung mendapatkan Sheva, sapaanya, di musim 1999/2000. Pada musim perdananya di Serie A Italia, Sheva langsung menjadi top skorer dengan torehan 24 gol sepanjang 32 laga.


Bersama AC Milan, Andriy Shevchenko menjelma menjadi salah satu bomber yang ditakuti di Eropa.

Sheva menyumbang satu trofi scudetto dan sebuah gelar Liga Champions untuk AC Milan sebelum hijrah ke Chelsea di musim 2006/07. 

Bermain di Liga Primer Inggris nampaknya tidak sesuai dengan gaya Sheva. Pemain asal Ukraina ini kehilangan ketajamannya bersama The Blues.

Sheva hanya mencetak 9 gol dari 43 pertandingan selama tiga tahun di Chelsea. Bahkan di musim terkahirnya bersama Chelsea, Sheva kembali dipinjamkan ke AC Milan.

Sheva yang kehabisan tenaga bersama para raksasa, akhirnya memutuskan untuk mengetuk kembali klub pertamanya, Dinamo Kiev. Pada tahun 2009, Sheva membela kembali klub yang membesarkan namanya.

Sheva juga menunjukan bahwa kariernya belum selesai. 23 gol dari 55 pertandingan dibuat Sheva selama 2 tahun membela Kiev.

Pada usia 36 tahun, Sheva akhirnya menyerah. Pemain yang menjadi top skorer sepanjang masa bagi negaranya ini akhirnya memutuskan pensiun di akhir musim 2011/12.


4. Carlos Tevez

Carlos Tevez memulai debut profesionalnya saat masih berusia 16 tahun. Carlitos, sapaannya, mencuri perhatian publik bersama Boca Juniors pada tahun 2001.

Saat itu, Carlitos mampu membawa Boca menjuarai Copa Libertadores. Penampilan ajaib Tevez, bahkan membuat publik Argentina membandingkannya dengan Diego Maradona.

26 gol dari 75 penampilan membuat Carlitos menjadi bomber yang paling diburu saat itu. Namun, Tevez justru membuat keputusan kontroversial dengan hengkang ke klub Brasil, Corinthians.

Pada tahun 2005, Tevez berkemas ke Brasil untuk memulai perantauannya. Tevez kembali menunjukan kelasnya dengan menggulirkan 25 gol dari 38 penampilannya dalam semusim.

Setahun bersama Corinthian, Tevez mengaku tidak kerasan. Pemain Argentina ini pun menolak bermain untuk klub Brasil tersbut dan memutuskan hengkang ke Inggris.

West Ham United beruntung mendapatkan jasa Tevez di tahun 2007. 7 gol Tevez bersama West Ham membantu klub ini selamat dari degradasi di akhir musim.

Tevez kembali membuat sensasi, dengan menolak tawaran besar dari Inter Milan. Tevez kemudian memilih dipinjamkan selama dua tahun ke Man United.

Bersama United, Tevez mulai disegani sebagai salah satu bomber kelas atas. Dua musim bersama United, Tevez mempersembahkan dua gelar Liga Primer Inggris dan satu trofi Liga Champions.

Pada ujung masa pinjamannya, Tevez memutuskan untuk mengakhiri kariernya bersama Setan Merah. Tevez mengaku tidak merasa dihargai karena penundaan kontrak permanen yang kerap dilakukan kubu Setan Merah.

Tevez pun melukai para pendukun Setan Merah dengan hijrah ke rival sekota mereka Manchester City di tahun 2009. Bersama City, Tevez kemudian menjadi sosok yang dibenci publik Manchester merah.

Tevez kemudian meraih satu trofi Liga Primer Inggris bersama The Citizens. 58 gol dari 113 laga bersama The Citizens menjadi torehan Tevez selama 4 musim.

Pada tahun 2013, Tavez kemudian memutuskan hijrah ke Italia bersama Juventus. Tevez mendapat sambutan hangat dari publik Juventus yang baru saja ditinggal ikon mereka Alessandro Del Piero.

Tevez pun mendapat kehormatan dengan menggunakan nomor keramat milik Del Piero. Tidak tanggung-tanggung, Tevez langsung menjadi pahlawan bagi Si Nyonya Tua.


Carlos Tevez langsung menjadi pahlawan baru Juventus sepeninggal Alessandro Del Piero.

Carlitos menyumbangkan 4 gelar scudetto bersama Juventus. Terakhir, Tevez hampir saja membawa Juventus memenangi gelar Liga Champion sebelum dikalahkan Barcelona di final tahun 2015.

Usai merasa telah cukup berpetualang di luar negeri, Tevez kemudian menyatakan ingin kembali ke Argentina. Boca Juniors menjadi pilihan Tevez selanjutnya di tahun 2015 hingga hari ini.


5. Alvaro Morata

Alvaro Morata dibajak dari akademi Getafe pada tahun 2008 oleh Real Madrid. Sejak saat itu, Morata menjadi salah satu pemuda yang diharapkan memiliki masa depan emas bersama El Real.

 Setahun kemudian, Morata naik kelas ke tim senior. Morata sempat menjalani debut bersama tim senior Los Blancos.

Namun Jose Mourinho belum mempercayainya hingga pada tahun ke 3 di Castilla. Pada era Carlo Ancelotti di musim 2013/14, Morata mulai mendapatkan tempat utama si skuat Los Merengues

Bersama Real Madrid senior, Morata melakoni 63 laga dengan torehan 15 gol. Sepeninggal Ancelotti, Morata kembali menjadi pilihan kedua.

Hal ini membuat Morata memilih hengkang ke Juventus. Bersama Juventus, Morata kembali menuai kegemilangannya.


Alvaro Morata mendapatkan kematangan bermain setelah dua musim bergabung dengan Juventus.

Mungkin yang paling dikenal adalah dua golnya ke gawang Real Madrid di smeifinal Liga Champions tahun 2015. Saat itu, Juventus akhirnya menyisihkan Real Madrid untuk lolos ke final.

Kemajuan karier Morata di Juventus membuat Los Galacticos ngebet ingin meminangnya kembali. Beruntung, Madrid masih memiliki kesempatan untuk mengaktifkan buy-out clause Morata musim ini.

Morata pun akan kembali berseragam Real Madrid musim depan. Sebelumnya Morata memang telah menyatakan keinginannya untuk kembali membela klub masa kecilnya musim depan.

Carlos TevezAlvaro MorataHernan CrespoAndriy ShevchenkoBola InternasionalMarcelo Salas

Berita Terkini