x

3 Alasan Klub Indonesia Gemar Merekrut Striker Asing

Rabu, 24 Agustus 2016 08:22 WIB
Editor: Tengku Sufiyanto

Kompetisi sepakbola di Indonesia awalnya tidak menggunakan kebijakan dalam hal penggunaan jasa pemain asing. Akibatnya, beberapa klub Tanah Air harus menggunakan pemain lokal dalam mengarungi kerasnya persaingan kompetisi sepakbola di Indonesia era Perserikatan.

Sampai pada akhirnya, pemain asing baru mewarnai kancah sepakbola nasional saat penyelenggaraan kompetisi Galatama. Seperti diketahui, Galatama merupakan kompetisi semi profesional yang digelar mulai tahun 1979.

Saat itu, klub ternama asal Surabaya Niac Mitra mendatangkan dua pemain Singapura, Fandi Ahmad (striker) dan David Lee (kiper). Lalu ada Pardedetex Medan mengimpor Jairo Matos (Brazil) dan Ulrich Wilson (Jerman Barat).

Masuknya legiun asing membuat kompetisi sedikit lebih kompetitif dalam hal persaingan. Selain itu, pemain impor juga memberikan dampak dalam hal animo penonton untuk datang ke stadion. Pemain asing jadi daya tarik bagi penonton untuk datang ke stadion.

Namun, kiprah para pemain asing tidak berlangsung lama setelah PSSI mengeluarkan kebijakan larangan klub Galatama diperkuat pemain asing. Larangan itu berjalan hingga satu dasawarsa.

Kemudian, PSSI membuka kembali kran pemain asing, ketika kompetisi Perserikatan dan Galatama dilebur menjadi Liga Indonesia pada 1994.

Saat itu, banyak mantan pemain top dunia yang berkiprah di Indonesia. Sebut saja Mario Kempes (Argentina), Roger Milla dan Maboang Kessack (keduanya dari Kamerun) yang bergabung dengan Pelita Jaya Jakarta.


Cristian Gonzales, salah satu striker asing tersukses di Indonesia yang akhirnya menjadi WNI.

Klub-klub peserta Liga Indonesia lainnya juga mengimpor pemain asing, seperti Petrokimia Putra Gresik yang mengontrak Jacksen Ferreira Tiago dan Carlos De Mello (Brasil) serta Darryl Sinerine (Trinidad & Tobago).

Selanjutnya, pemain asing merajalela sepakbola Indonesia hingga pagelaran kompetisi format Indonesia Super League (ISL). Namun, ada beberapa klub hanya merekrut pemain asing berposisi sebagai stiker. Tentunya, para klub tersebut memiliki alasan tersendiri untuk merekrut para striker asing.

Untuk itu, INDOSPORT sudah menyiapkan analisa mengapa klub-klub Indonesia lebih gemar memiliki striker asing dari segi efektifitas. Berikut ulasannnya:


1. Memiliki Kemampuan yang Mumpuni

Striker Arema Cronus, Cristian Gonzales.

Para klub Indonesia sudah gemar menggunakan jasa striker asing sejak Liga Indonesia bergulir. Nama-nama pemain asal Afrika dan Amerika Latin mendominasi lini depan beberapa klub Tanah Air.

Ada Jacksen Ferreira Tiago (Brasil) yang direkrut Petrokimia Putra Gresik. Lalu ada Roger Milla (Kamerun) yang diboyong Pelita Jaya Jakarta. Kemudian ada Cristian Gonzales (Uruguay) yang direkrut PSM Makassar, sebelum akhirnya memutuskan untuk menyandang status naturalisasi pada tahun 2010.


Striker asing di Liga Indonesia, Roger Milla saat memperkuat timnas Kamerun di Piala Dunia 1990.

Para klub Indonesia merekrut striker asing karena bomber-bomber impor memiliki kemampuan yang mumpuni ketimbang pemain lini depan Indonesia.

Pertama, mereka memiliki visi permainan yang baik. Artinya, mereka striker efektif, hanya sekali diberi umpan langsung bisa mencetak gol.

Selain itu, mereka juga bisa berusaha mencetak gol tanpa harus menerima umpan. Para striker impor rela membuka ruang atau melakukan akselerasi untuk mencetak gol ke gawang lawan.

Kedua, mereka memiliki kemampuan teknik yang mumpuni. Rata-rata para striker asing memiliki akurasi tendangan, kemampuan heading, dan body balance yang sempurna ketimbang pemain depan asal Indonesia.

Hasilnya bisa dilihat dalam perolehan produktifitas gol. Top skor sepanjang masa Liga Indonesia (Perserikatan hingga ISL) dipegang oleh Cristian Gonzales dengan torehan 224 gol hingga ISL 2015 terhenti.

Selanjutnya, ada tiga striker asing yang merajai daftar pencetak gol terbanyak kompetisi Torabika Soccer Championship (TSC) 2016. Ada Luis Carlos Junior (Brasil, Barito Putera) dengan torehan 12 gol, Rodrigues Aracil Pablo (Spanyol, Madura United FC) dan Marcel Silva Sacramento (Brasil, Semen Padang) dengan torehan 11 gol.


2. Memiliki Fisik yang Kuat

Mantan striker Sriwijaya FC, Keith Kayamba Gumbs.

Para striker asing memiliki fisik yang kuat di atas rata-rata pemain Indonesia. Tak ayal, mereka selalu bermain hingga waktu normal berakhir tanpa kelelahan.

Bahkan, mereka tetap berhasil menunjukan performa apik dalam hal mencetak gol, meski umurnya sudah tak lagi muda.

Hal itu bisa dilihat dalam diri Cristian Gonzales. Meski menyandang pemain naturalisasi, fisik Gonzales adalah fisik pemain asing. El Loco saat ini berumur 39 tahun, namun ketajamannya masih sangat berbahaya. Ia sudah menorehkan enam gol bersama Arema Cronus di kompetisi TSC 2016.

Sebelum El Loco, ada nama mantan striker Sriwijaya FC, Keith Kayamba Gumbs. Ia membela Laskar Wong Kito dan Arema Cronus di umur yang sudah memasuki kategori uzur bagi pesepakbola.

Ketika itu umur Keith Kayamba mencapai 34 tahun, namun ia tetap bermain di Liga Indonesia hingga Indonesia Super League (ISL). Hebatnya lagi, ia berhasil mencetak 81 gol dan membawa timnya memenangi banyak gelar.

Pemain asal kepulauan Saint Kitts and Nevis tersebut pernah membawa Sriwijaya FC menjadi juara Liga Indonesia tahun 2007, ISL musim 2011-2012, dan Piala Indonesia tiga kali berturut-turut (2007-2008, 2008-2009, dan 2010).

Selain itu, Gumbs juga berhasil menorehkan prestasi individu yang gemilang. Ia menyabet gelar pemain terbaik Piala Indonesia 2010 dan ISL 2011-2012.


3. Pemain Asing Lebih Berpengalaman

Striker yang pernah bermain di Indonesia, Roger Milla.

Alasan terakhir klub Indonesia merekrut striker asing ketimbang lokal adalah soal pengalaman. Striker asing memiliki pengalaman saat menjalani kariernya di beberapa liga top dunia atau bahkan kancah turnamen internasional.

Hal itu bisa dilihat saat Roger Milla dan Mario Kempes ketika direkrut Pelita jaya Jakarta. Keduanya memiliki segudang pengalaman membela timnasnya masing-masing di Piala Dunia.


Mario Kempes ketika membawa timnas Argentina menjadi juara Piala Dunia 1978.

Roger Milla pernah membela timnas Kamerun di Piala Dunia 1990 dan 1994. Sementara Kempes pernah membawa timnas Argentina menjadi juara Piala Dunia 1978.

Dengan segundang pengalaman, keduanya juga diproyeksikan untuk memberikan sentuhan kepada para striker lokal Indonesia terkait bagaimana caranya membobol gawang lawan. Ibaratnya, striker Indonesia bisa belajar langsung dari para penyerang asing yang sudah makan asam garam turnamen dan kompetisi bergengsi di dunia.

Cristian GonzalesMario KempesRoger MillaKeith Kayamba GumbsLiga IndonesiaPablo Rodriguez Aracil

Berita Terkini