x

(FOTO) Monumen PSSI: Saksi Bisu Berdirinya Sepakbola Indonesia yang Terbengkalai

Kamis, 6 Oktober 2016 15:53 WIB
Kontributor: Prima | Editor: Tengku Sufiyanto
Halaman depan Monumen PSSI.

"Jangan pernah sekali-kali meninggalkan sejarah,". Itulah kalimat yang diucapkan Presiden Republik Indonesia (RI) pertama, sekaligus Proklamator Kemerdekaan RI, Ir. Soekarno dalam pidatonya pada HUT RI ke-21 pada tanggal 17 Agustus 1966.

Kalimat tersebut dilontarkan Bung Karno sebagai semboyan untuk generasi muda Indonesia agar tidak melupakan perjuangan para pahlawan dalam membangun negeri dengan keringat darah (perang melawan pnejajah). Suatu saat nanti, generasi muda pasti akan meneruskan perjuangan para pahlawan untuk membangun negeri ini.

Semboyan Bung Karno itu patut disematkan kepada generasi muda yang mengenal sebuah bangunan sederhana terletak di sudut utara Stadion Mandala Krida, Yogyakarta. Bangunan tersebut adalah Monumen PSSI.  Monumen tersebut merupakan saksi bisu berdirinya PSSI pada tanggal 19 April 1930.

Di tempat itu, seorang insinyur sipil yang gemar dengan sepakbola bernama Soeratin Sosrosoegondo, mengumpulkan para pemuda untuk menuangkan sebuah ide perlawanan kepada penjajahan Belanda melalui dunia bal-balan. Soeratin melihat sepakbola sebagai wadah terbaik untuk menyamai rasa nasionalisme di kalangan pemuda sebagai sarana untuk menentang penjajahan Belanda.

Soeratin ketika itu mengumpulkan tokoh-tokoh yang berasal dari tujuh klub Indonesia saat itu, yakni Voetbalbond Indonesische Jacatra (Persija Jakarta), Bandoengsche Indonesische Voetbal Bond (Persib Bandung), Persatuan Sepakraga Mataram (PSIM Yogyakarta), Vortenlandsche Voetbal Bond (Persis Solo), Madioensche Voetbal Bond (PSM Madiun), Indonesische Voetbal Bond Magelang (PPSM Magelang), dan Soerabajasche Indonesische Voetbal Bond (Persebaya Surabaya).

Pertemuan tersebut akhirnya melahirkan Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia (PSSI). Selanjutnya, keputusan tersebut membuat Soeratin ditunjuk sebagai ketua umum pertama PSSI dalam kongres pertama di Solo pada tahun 1930. Selanjutnya, singkatan PSSI berubah menjadi Persatuan sepakbola Seluruh Indonesia.


Kondisi yang memprihatinkan dari Monumen PSSI.

Kini, saksi bisu berdirinya sepakbola Indonesia tersebut seperti gudang tua yang sudah tak terurus. Kondisinya sangat mengenaskan.

Debu tebal menyelimuti sudut-sudut bangunan. Begitupun, sarang laba-laba yang menjadi hiasan di setiap ruangan.

INDOSPORT yang berkesempatan mengunjungi Monumen PSSI, mencoba untuk melakukan investigasi terkait keadaan terbengkalai sanksi bisu berdirinya sepakbola Indonesia tersebut.

Berikut hasil investigasi INDOSPORT saat mencoba untuk mengunjungi Monumen PSSI:


1. Tak Ada Penjaga Khusus yang Merawat Monumen PSSI

Air Mancur yang tak berfungsi di depan halaman Monumen PSSI.

Ketika datang ke Monumen PSSI, semua orang pasti disambut dengan keceriaan anak-anak yang bermain di halaman. Anak-anak sekitar Monumen PSSI menjadikan halaman saksi bisu berdirinya sepakbola Indonesia tersebut layaknya taman bermain.

Mereka berlari ke sana kemari sambil tertawa lepas menikmati masa kecilnya untuk bermain. Anak-anak kecil berlari mengelilingi sebuah kolam yang berada di halaman Monumen PSSI.

Anak-anak kecil bebas bermain, dikarenakan tidak ada penjaga khusus yang menjaga Monumen PSSI. Semua orang bebas memasuki monumen bersejarah tersebut.

"Tidak ada penjaganya. Semua orang bebas datang ke sini. Tidak ada satupun yang melarang orang lain untuk datang ke sini," kata salah satu warga sekitar Monumen PSSI bernama Sutarji kepada INDOSPORT.

Memang hal itu benar apa adanya, semua orang bebas untuk masuk ke Monumen PSSI, yang bersebelahan dengan mess PSIM (Persatuan Sepakbola Indonesia Mataram). Beberapa orang yang berada di mess PSIM juga tidak tahu soal penjaga Monumen PSSI.

Sungguh disayangkan sebuah monumen bersejarah bisa dimasuki banyak orang tanpa izin. Sebab, bisa saja orang tersebut melakukan tindakan yang mengotori Monumen PSSI, seperti membuang sampah dan buang air kecil sembarangan.


2. Kondisi Bangunan Monumen PSSI yang Sudah Tak Terurus

Sebagian kaca luar Monumen PSSI sudah pecah.

Monumen PSSI didirikan pada tahun 1955. Bangunan itu berdiri di atas tanah hasil hibah dari Sultan Hamengkubuwono IX.

Namun, monumen tersebut hanya baru satu kali mengalami renovasi pada tahun 2009. Renovasi tersebut dilakukan oleh PSSI dengan dana sebesar Rp100 juta. 


Peresmian renovasi Monumen PSSI oleh Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ketika itu, GBPH Prabukusumo.

Selepas renovasi tujuh tahun lalu, Monumen PSSI seperti bangunan tua yang sangat kusam.

Kolam air mancur yang berada di halaman Monumen PSSI tidak berfungsi. Air yang menggenangi kolam berwarna hijau, karena dipenuhi lumut. 


Kondisi atap Monumen PSSI.

Rerumputan di sekitar kolam sudah panjang . Sampah-sampah bergeletakkan di halaman Monumen PSSI.

Masuk ke bagian dalam monumen, banyak platform atap bangunan yang sudah hancur. Begitupun kaca bangunan banyak yang pecah.

Mirisnya lagi, beberapa pencahayaan padam di sudut-sudut bangunan Monumen PSSI. Lalu tembok dan pondasi yang sudah kusam, serta tidak tangguh lagi menahan berdirinya bangunan.


3. Monumen PSSI, Sejarah Sepakbola Indonesia yang Terlupakan

Pada dinding utama di dalam Monumen PSSI terdapat sebuah relief raksasa menggambarkan lima dasar dalam sepakbola.

Kondisi memprihatinkan Monumen PSSI seolah-olah memperlihatkan seluruh orang telah melupakan sejarah sepakbola Indonesia. Ketidakpedulian akan membuat Monumen PSSI perlahan bakal hancur rata dengan tanah.

Perlu perhatian khusus dari Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, PSSI, warga sekitar monumen, dan para generasi muda untuk merawat Monumen PSSI. Jangan sampai Monumen PSSI hanya sebuah bentuk cerita ke anak dan cucu, bahwa di Yogyakarta pernah ada bangunan yang menjadi sanksi bisu lahirnya sepakbola Indonesia.

Sungguh miris riwayatmu kini Monumen PSSI. Berdirilah dengan kokoh, jangan sampai menyatu dengan tanah.

PSSIPSIM YogyakartaLiga IndonesiaYogyakartaMonumen PSSI

Berita Terkini