x

93 Tahun Persis Solo: Kaya Sejarah Hingga Tempati Stadion Termegah di Indonesia

Selasa, 8 November 2016 13:49 WIB
Editor: Gerry Anugrah Putra

Pada masa 1920-an sepakbola di Indonesia memang sedang meninggi. Tak hanya dimainkan oleh para kalangan londo dan kelas atas, sepakbola juga dimainkan oleh kalangan pribumi. Embrio sepakbola di nusantara memang digairahkan oleh beberapa klub Belanda seperti Rood-Wit di Batavia pada tahun 1893. Sejak saat itu, sepakbola mulai mengular sebagai olahraga favorit di nusantara.

Di Kota Solo, beberapa pergerakan nasional memang terjadi. Bahkan tokoh nasional Samanhudi lahir di Kota Solo. Beliau merupakan pendiri Sarekat Dagang Indonesia, sebuah organisasi pergerkan nasional yang awalnya adalah wadah bagi para pengusaha batik di Surakarta. Alur pergerakan yang mulai merembet ke sendi-sendi olahraga akhirnya membuat beberapa klub sepakbola lokal di Solo berniat mendirikan bond (perkumpulan) sepakbola.

Tiga tokoh penting dalam pendirian Persis Solo adalah Sastrosaksono dari klub Mars dan R. Ng. Reksodiprojo dan Sutarman dari klub Romeo. Ketiganya mendirikan bond sepakbola dengan nama Vorstenlandsche Voetbal Bond (VVB). Penggunaan nama Belanda memang banyak digunakan oleh bond-bond nasionalis pada saat berdiri. Hal tersebut tak lain karena pengaruh pemerintah kolonial Belanda yang masih mengawasi pergerakan kaum pribumi.

Pada akhirnya, Soemokartiko merubah nama VBB dengan nama Indonesia, Persis Solo. Dengan nama Persis Solo, bond ini menjadi tim besar Indonesia. Saat sepakbola mulai menjadi pergerakan massive untuk Indonesia merdeka, Persis bersama tujuh bond nasionalis lainnya mendirikan PSSI di Societat Hadiprojo, Yogyakarta, tahun 1930.

Persis juga menjadi pelopor Kampeonturnoi PSSI pertama pada tahun 1931. Saat itu, Voetballbond Indonesia Jacatra (VIJ) atau yang sekarang dikenal sebagai Persija Jakarta keluar sebagai juara edisi perdana kompetisi PSSI.

Era 1930-an menjadi era persaingan Persis Solo dengan VIJ dalam hal mencari gelar juara. Persis baru bisa keluar dari bayang-bayang VIJ dan PSIM Yogyakarta pada tahun 1935. Menurunnya prestasi VIJ dan PSIM membuat Persis tancap gas. 

Tim yang bermarkas di Stadion Sriwedari itu menjadi juara dua kali beruntun tahun 1935 dan 1936. Tahun 1938, VIJ mampu memotong torehan juara Persis yang saat itu final kompetisi dimainkan di Sriwedari, Solo. Setelah itu Persis kembali tancap gas pada kompetisi PSSI 1939 hingga 1948.

Selain sebagai klub bersejarah, Persis juga punya cerita menarik. Persaingannya dengan VIJ dan PSIM Yogyakarta di masa lalu, hingga menempati Stadion Sriwedari menjadi kisah sejarah yang patut diketahui oleh generasi sepakbola masa kini.

Hingga kini, Persis belum lagi eksis di kasta tertinggi sepakbola Indonesia. Tim pujaan warga Solo ini masih berkutat di Indonesia Soccer Championship B, dan masih berusaha kembali ke habitatnya sebagai klub besar Indonesia.

INDOSPORT mencoba bercerita ringan kisah menarik Persis Solo, tim yang pernah dicintai oleh Sri Susuhunan Pakubowono X itu.


1. Persaingan Sengit dengan VIJ dan PSIM

Persis Solo punya persaingan dengan klub bola Jakarta dan Yogyakarta.

Persis punya saingan hebat saat kompetisi PSSI baru berjalan. Persija yang saat itu masih bernama VIJ menjadi tim yang selalu ingin dikalahkan oleh Persis. Pasalnya VIJ merupakan bond kuat yang berdiri dari pusat pemerintahan Hindia Belanda, yakni Batavia. 

Di edisi perdana kompetisi PSSI tahun 1931, Persis tak berdaya menghadapi kekuatan VIJ dan PSIM Yogyakarta. Kompetisi PSSI yang saat itu hanya diikuti oleh tiga tim, menjadikan VIJ juara dan Persis menjadi tim berposisi ketiga alias terakhir.

Tahun-tahun berikutinya, Persis harus berjuang melalui babak pendahuluan daerah zona Jawa Tengah untuk bisa masuk ke kompetisi nasional PSSI. Di sinilah persaingan Persis Solo dan PSIM mulai meruncing. Tak hanya berebut sebagai tim terbaik dari zona Jawa Tengah, Persis dan PSIM pun kerap ‘panas’ saat kedua pengurus sedang berdiskusi mengenai PSSI. Sejak itulah PSSI dikenal punya kubu Solo dan Yogyakarta.

Persis mulai menunjukkan tajinya pada tahun 1935. Saat itu VIJ kerap berhalangan ikut kompetisi karena adanya regenerasi pengurus dan kalah pamor dengan PPVIM Meester Cornelis. Sedang PSIM mengalami penurunan prestasi setelah di kompetisi sebelumnya selalu gagal menjadi juara nasional.

Persis tancap gas, dan hanya terputus di tahun 1938 saat dipermalukan VIJ di Stadion Sriwedari. Saat itu, VIJ mengalahkan Persis dengan skor 1-3. Widjono dkk gagal memenangkan empat kali gelar juara secara beruntun.

Persaingan dengan VIJ terhenti saat PSSI meluncurkan Kompetisi Perserikatan tahun 1951. Persis sempat eksis dalam beberapa tahun, tapi harus terpuruk karena sumber daya pemain yang tak mumpuni dengan bond lainnya. Bahkan Darmadi dkk, pernah menerima kekalahan terbersar sepanjang sejarah, yakni kalah 0-13 dari Persija tahun 1954.

Namun, persaingan dengan PSIM terus berlanjut. Tak lain dan tak bukan karena saat ini Persis dan PSIM sama-sama berlaga di kompetisi Indonesia Soccer Championship (ISC) B, kompetisi kasta kedua di sepakbola Indonesia.


2. Tempati Stadion Sriwedari, Stadion Pertama di Indonesia untuk Pribumi

Stadion Sriwedari saksi sejarah sepakbola Persis Solo dan Indonesia.

Tahun 1932, Sri Susuhunan Pakubuwono X dari Keraton Surakarta ingin membangun stadion yang nantinya bisa gunakan oleh kerabat keraton dan juga pribumi. Kondisi sepakbola di Kota Solo saat itu cukup memprihatinkan. Pribumi hanya bisa bermain sepakbola di Alun-alun Kido tanpa alas kaki.

Melihat perlakuan yang tidak adil tersebut membuat R.M.T Wongsanegoro mengusulkan kepada Raja Keraton Surakarta untuk membangun stadion yang dikhususkan menampung kebutuhan olahraga para pribumi.

Sang Raja langsung setuju, orang nomor satu yang terkenal sangat menaruh perhatian terhadap sepakbola ini memberikan lokasi di Kebun Suwung (Kelurahan Sriwedari). Perencana stadion dipercayakan kepada Mr. Zeylman dengan menghabiskan biaya sebesar 30.000 gulden, dan pelaksa pembangunan sendiri dilakukan oleh R. Ng. Tjondrodiprojo beserta 100 pekerjanya selama 8 bulan. 

Stadion yang berbentuk oval dan dilengkapi dengan trek untuk atletik plus lampu sorot di setiap sudut ini selesai pada tahun 1933. Stadion Sriwedari merupakan stadion paling megah yang dibangun oleh pribumi pada masannya. PSSI langsung menjadikan Kota Solo sebagai tuan rumah Kompetisi PSSI tahun 1934. Ketua Umum Ir. Soeratin Soesrosoegondo secara langsung membuka kompetisi yang dipusatkan di Stadon Sriwedari.

Persis pun mendapat keistimewaan untuk bisa menempati Stadion Sriwedari. Namun, pada awal Stadion Sriwedari tersebut berdiri, Persis harus membagi tempat untuk bond Belanda di Kota Solo, yakni Voetbal Bond Soerakarta. 

Tapi, pada akhirnya Persis menjadi tim yang menempati Sriwedari secara menyeluruh sejak tahun 1950, saat induk sepakbola buatan Belanda membubarkan diri. Dengan bubarnya Nederlandsch-Indische Voetbal Unie (NIVU), maka PSSI pun menjadi induk satu-satunya sepakbola di Indonesia. 


3. Generasi R. Maladi, Juara Perdana Tahun 1935

Persis Solo era 1930-an tampil sebagai tim super.

Usai tampil di kompetisi perdana tahun 1931, Persis absen selama tiga tahun di level nasional Kampeonturnoi PSSI. Dalam district wedstrijden (kompetisi pendahuluan regional) Jawa Tengah, Persis kerap kalah bersaing dengan PSIM yang selalu tampil mewakili zona Jawa Tengah.

Baru tahun 1935, generasi Raden Mas Maladi dkk merebut gelar juara Kampeonturnoi PSSI. Masuk sebagai tuan rumah kompetisi, Persis sukses mengalahkan dua peserta lainnya, yakni PPSM Sakti Magelang (Jawa Tengah) dan PPVIM Meester Cornelis (Jawa Barat, saat itu Batavia masih dalam PSSI zona Jawa Barat). PPSM masuk sebagai wakil Jawa Tengah setelah mengalahkan PSIS 2-0.

Dalam kompetisi yang dilaksanakan di Kota Solo, Persis menang besar 7-1 atas PPSM. Di laga kedua atau pertandingan penentuan, Persis sukses menaklukan PPVIM dengan skor 4-1. Dengan hanya tiga peserta, Persis tampil superior, terlebih Laskar Samber Nyawa bertanding di kandang sendiri.

Gelar juara 1935 menjadi gelar pembuka bagi Persis Solo. Selepas itu, Persis  tak tertahankan dan menjadi langganan juara di Tanah Air. Tercatat Persis sudah meraih gelar juara sebanyak tujuh kali, terbanyak kedua setelah Persija yang meraih 10 kali gelar juara.

1935 – Juara, menang atas PPVIM Jatinegara Jakarta
1936 – Juara, menang atas Persib Bandung
1939 – Juara, menang atas PSIM Yogyakarta
1940 – Juara, menang atas PSIM Yogyakarta
1942 – Juara, menang atas Persebaya Surabaya
1943 – Juara, menang atas PSIM Yogyakarta
1948 – Juara, menang atas PSIM Yogyakarta

Persija JakartaPSIM YogyakartaPersis SoloLiga Indonesia

Berita Terkini