x

Kisah Beberapa Pemimpin PSSI, Ada yang jadi Pelopor Hingga Mendekam di Penjara

Selasa, 8 November 2016 07:48 WIB
Penulis: Petrus Manus Da' Yerimon | Editor: Gerry Anugrah Putra

PSSI merupakan salah satu induk organisasi tertua di Indonesia yang didirikan sebagai bagian dari pergerakan nasional Indonesia. Ir. Soeratin Sosrosoegondo, menjadi tokoh di belakang berdirinya PSSI, lahir pada 17 Desember 1898 resmi menjadi pemimpn organisasi tersebut untuk periode 1930-1940.

PSSI bahkan berdiri sebelum Indonesia lepas dari belenggu penjajah. PSSI dijadikan Soeratin sebagai kelompok organisasi untuk meyatukan para pesepakbola di Tanah Air. Catatan ini merupakan sekelumit kisah dari pemimpin PSSI pertama tersebut.

Selain Soeratin ada beberapa ketua umum PSSI yang juga memiliki cerita tersendiri selama menjabat sebagi orang nomor satu di sepakbola nasional.

Bertepatan dengan bangkitnya kembali PSSI pasca pencabutan pembekuan, dan kini siap menatap masa depan baru dengan ketua umum yang nantinya akan di pilih 10 November mendatang, INDOSPORT mencoba membahas beberapa catatan dari pemimpin PSSI sebelumnya.


1. Soeratin Sosrosoegondo

Soeratin Sosrosoegondo, pendiri PSSI tahun 1930.

Merupakan ketua umum PSSI periode 1930-1940, dan juga salah satu pendiri sekaligus ketua umum PSSI yang pertama. Meski menyelesaikan pendidikan dan lulus sebagai insinyur sipil, ketertarikan Soeratin dengan sepakbola tak bisa disembunyikan.

Soeratin mulai merintis pendirian sebuah organisasi sepakbola, yang bisa diwujudkan pada 1930. Pada 19 April 1930, beberapa tokoh dari berbagai kota berkumpul di Yogyakarta untuk mendirikan PSSI (Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia). 

Istilah sepakraga kemudian diganti dengan sepakbola dalam Kongres PSSI di Solo pada 1950. PSSI kemudian melakukan kompetisi secara rutin sejak 1931, dan ada instruksi lisan yang diberikan kepada para pengurus, jika bertanding melawan klub Belanda tidak boleh kalah.

Soeratin menjadi ketua umum organisasi ini 11 kali berturut-turut, karena setiap tahun ia terpilih kembali. Kegiatan mengurus PSSI menyebabkan Soeratin keluar dari perusahaan Belanda tempatnya bekerja waktu itu dan mendirikan usaha sendiri. 

Ia lalu membesarkan dan mengembangkan PSSI, karena ia menyadari sepenuhnya sepakbola merupakan wadah yang paling efektif untuk menyemangati nasionalisme terutama di kalangan kaum muda. Meskipun pada awal perjuangannya harus terbata-bata, akibat paceklik dana, intrik dan intervensi yang dilakukan oleh pihak keamanan Belanda. 

Namun, dengan keteguhan dan ketulusan tekad yang tak kenal menyerah, Soeratin dan rekan-rekan seperjuangannya, berhasil mengembangkan dan menumbuhkan sepakbola. Bahkan dapat membendung perkembangan sepakbola yang dikelola orang-orang Belanda.

Di era Soeratin, PSSI dan Nederlandsch-Indische Voetbal Unie (NIVU) bersaing untuk bisa menunjukan siapa yang terbaik. Sayang dalam beberapa kesepatakan NIVU ingkar, termasuk dengan pengiriman tim yang akan berlaga di Piala Dunia 1938. 

Soeratin meninggal pada 1 Desember 1959, jasanya di persepakbolaan nasional kemudian diabadikan dalam nama trofi yang diperebutkan dalam kompetisi sepakbola junior tingkat nasional, Piala Suratin.


2. Agum Gumelar

Agum Gumelar, di era kepemimpinannya Indonesia tampil sebagai runner-up Piala Tiger.

Sosok yang satu ini merupakan orang dari kalangan militer yang pernah menjabat sebagi ketua umum PSSI. Agum Gumelar juga merupakan mantan menteri perhubungan 2001-2004 lalu.

Agum kemudian menjabat sebagai Ketua Umum PSSI periode 1999-2003 dan menjadi ketum PSSI yang ke-12. Di bawah asuhannya Indonesia tampil kurang menggigit, atau bisa dikatakan belum mampu meraih prestasi di kancah internasional.

Pada masa kepemimpinan Agum Gumelar sebagai ketua PSSI, Timnas Indonesia berhasil dua kali tampil di babak final Piala AFF (dulu Piala Tiger) dan menjadi runner up. Pada tahun 2000 Indonesia harus takluk dari Thailand dengan skor telak 4-1.

Sementara di 2002, skuat Garuda kembali gigit jari setelah kalah dari lawan yang sama di final sebelumnya, Thailand melalui babak adu penalti (4-2) setelah bermain imbang 2-2 di waktu normal.


3. Nurdin Halid

Nurdin Halid, pimpin PSSI dari balik penjara.

Pria asal Sulawesi Selatan ini menjadi ketua umum PSSI yang ke-13 diperiode 2003 dan tercatat hingga 2011. Selama masa kepemimpinannya, Nurdin Halid selalu diiringi dengan kontroversi, namun ia tetap kukuh sebagai ketua umum PSSI meski berada di penjara.

Pada 2007 Nurdin Halid divonis dua tahun penjara akibat tindak pidana korupsi pengadaan minyak goreng. Setelahnya pada masa jabatannya sebagi ketua umum PSSI pada tahun 2010, ada polemik dengan hadirnya liga tandingan, Liga Primer Indonesia (LPI).

Kompetisi ini tidak direstui oleh PSSI dan dianggap illegal, dan Nurdin Halid sebagai ketua umum federasi tersebut juga melarang segala aktivitas yang dilakukan oleh LPI. Namun LPI akhirnya tetap mendapatkan izin dari pemerintah melalui Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) kala itu, Andi Mallarangeng.

Di era Nurdin Halid, eforia sepakbola Indonesia bisa dikatakan mencapai puncaknya kala Piala AFF 2010. Bertindak sebagai tuan rumah bersama Vietnam, Timnas Indonesia yang dilatih Alfred Riedl mampu melenggang ke final. 

Namun nasib kurang beruntung kembali dialami skuat Garuda, Indonesia harus mengakui ketangguhan Malaysia di babak final dengan agregat 4-2.


4. Djohar Afifin Husin

Calon Ketua Umum PSSI Periode 2016-2020, Djohar Arifin Husin.

Pria 66 tahun ini menjabat sebagai ketua umum PSSI pada periode 2011-2015 di mana ia menjadi orang ke-14 yang menduduki jabatan tertinggi di federasi sepakbola Indonesia.

Djohar merupakan mantan pesepakbola yang tercatat memperkuat PSL Langkat 1986-1969. Kariernya sebagai pemain kemudian berlanjut di klub papan atas Tanah Air, PSMS Medan pada kurun 1973-1976.

Usai pensiun Djohar tak begitu saja meninggalkan dunia sepakbola, ia masuk dalam korps baju hitam dan menjadi wasit nasional dan internasional pada periode 1976 hingga 1987. Selanjutnya, Sarjana Pertanian Perkebunan dari Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara tersebut menjadi match inspector nasional dan internasional.

Djohar terpilih menjadi Ketua PSSI periode 2011-2015 setelah menjalani Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI di Surakarta. Pria 66 tahun itu mengabaikan pemain lama di Timnas dan mengirimkan pemain baru yang berasal dari Liga Primer Indonesia (LPI) ke Bahrain dalam Kualifikasi Piala Dunia FIFA 2014 – Babak Ketiga Zona Asia Grup E, pada 29 Februari 2012. 

Akibatnya Timnas Indonesia mendapatkan kekalahan paling memalukan, dengan skor 10–0 dari Bahrain. Hal itu dinilai sebagai buah keegoisan Djohar Arifin, yang tidak bijaksana dalam menyikapi konflik dualisme liga LPI dan Liga Super Indonesia (ISL).


5. La Nyalla Mattalitti

La Nyalla Mattalitti, di bawah kepengurusannya PSSI punya hubungan tak harmonis dengan pemerintah.

Pada 18 April 2015, La Nyalla terpilih sebagai ketua umum PSSI dalam voting yang dilakukan di Kongres Luar Biasa PSSI, Hotel JW Marriott, Surabaya. 

Ia mendapatkan total 94 suara, mengalahkan Syarif Bastaman yang mendapatkan 14 suara. Kandidat lainya seperti Subardi, Sarman, Muhammad Zein, dan Benhard Limbong tidak mendapat suara

Sehari sebelum diangakatnya La Nyalla menjadi ketua umum, Menpora, Imam Nahrawi memutuskan untuk membekukan PSSI akibat telah mengabaikan rekomendasi Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) atas larangan ikut sertanya Arema dan Persebaya karena dianggap masih bermasalah.

Menpora juga tidak mengakui penyelenggaraan Kongres Luar Biasa PSSI yang berlangsung di Surabaya, dimana La Nyalla dipilih sebagai ketua umum PSSI. Dalam keputusan menteri tersebut, Menpora menerangkan pemerintah akan membentuk Tim Transisi yang mengambil alih hak dan kewenangan PSSI sampai dengan terbentuknya kepengurusaan PSSI yang kompeten sesuai dengan mekanisme organisasi dan statuta FIFA

Sedangkan soal Timnas Indonesia untuk SEA Games dan penyelenggaraan Liga Super Indonesia akan diambil alih oleh KONI dan KOI.

Pada 25 Mei 2015, Pemerintah melalui Wakil Presiden Jusuf Kalla, menganjurkan untuk mencabut pembekuan PSSI pimpinan La Nyalla Mattalitti. Walaupun demikian, Presiden Joko Widodo menginginkan adanya pembenahan total sebagai jalan untuk memperbaiki prestasi sepakbola Indonesia dan tetap mendukung dan menyerahkan pembenahan tersebut kepada Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).

Namun, pada 30 Mei 2015, FIFA resmi menjatuhkan sanksi kepada PSSI dan berlaku hingga PSSI mampu memenuhi kewajiban pada pasal 13 dan 17 statuta FIFA. Akibat sanksi ini, Timnas Indonesia dan semua klub di Indonesia dilarang berpartisipasi di pentas Internasional di bawah FIFA atau AFC, kecuali SEA Games di Singapura hingga turnamen berakhir.

FIFA baru mencabut sanksi terhadap Indonesia pada 13 Mei 2016 ini. Akan tetapi, ketua umum PSSI saat itu, La Nyalla malah ditetapkan sebagai tersangka. Ia menjadi tersangka pencucian uang dalam pengelolaan dana hibah yang diterima Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur dari pemerintah Provinsi Jawa Timur tahun 2011 sampai 2014. 

La Nyalla dikabarkan sempat kabur ke luar negeri, namun kini sudah kembali ke Tanah Air dan saat ini berada di balik jeruji besi atau penjara karena kasus hukum yang menderanya.

Kini jabatan ketua umum PSSI dipercayakan pada pelaksana sementara yang ditangani oleh wakil ketua II, Hinca Panjaitan. Kongres pemilihan PSSI sendiri baru akan beralangsung, Kamis (10/11) mendatang di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta.

Semoga siapapun yang terpilih menjadi ketua umum PSSI nantinya akan menjadikan sepakbola Indonesia lebih maju dan berprestasi di ajang internasional.

PSSISoeratin SosrosoegondoLiga Indonesia

Berita Terkini