x

Guru Emen, Eks Gelandang Timnas yang Menjadi Juru Cedera di Usia Senja

Jumat, 25 November 2016 12:08 WIB
Editor: Rizky Pratama Putra

19 September 1962, Stadion Medeka, Malaysia dipenuhi oleh para penggila bola Negeri Jiran. Hari itu adalah puncak dari agenda rutin Merdeka Games, sebuah turnamen eksebisi yang diadakan untuk memperingati hari kemerdekaan Malaysia.

Partai final kala itu mempertemukan Indonesia melawan Pakistan. Indonesia yang merupakan pesaing terberat Malaysia, maju ke babak puncak usai menjadi juara Grup A setelah menyingkirkan Korea Selatan. 

Sementar Pakistan berangkat sebagai pemuncak Grup B, usai menungguli tim tuan rumah. Indonesia akhirnya keluar sebagai juara usai menyikat Pakistan 2-1 dalam laga puncak tersebut.

Ini adalah gelar ketiga secara beruntun yang direngkuh oleh skuad Garuda. Indonesia mulai mendominasi Merdeka Games sejak tahun 1960.

Para pemain Timnas Indonesia saat merayakan keberhasilan merebut gelar juara Merdeka Games 1962 di Malaysia.

Kini, 54 tahun kemudian, ingatan tentang kejayaan Republik Indonesia di kancah internasional masih mengawang di kepala para pecinta Timnas Indonesia. Hanya sedikit yang masih ingat bagaimana sosok para pemain yang pernah berlaga membela Merah - Putih di ranah sepakbola.

Emen Suwarman. Sedikit asing mungkin, tapi nama ini pernah menjadi bagian dari skuad yang merebut gelar Merdeka Games 1962. 

Posisinya sebagai gelandang, dikenal sebagai sosok yang bermain keras dan tanpa kompromi di lini tengah. Emen juga sempat membela Timnas Indonesia saat mengikuti Asian Games 1962 yang dianggap antiklimaks karena berbau skandal judi.

Seperti meredupnya prestasi Timnas Indonesia di medio 1960-an. Nama Emen pun memudar seiring kondisi tak pulihnya situasi politik nasional saat itu.

Pensiun sebagai pemain pada tahun 1964, Emen dikenal tetap menjaga trah sepakbola dalam kehidupan sejari-harinya. Aktif sebagai pengajar hingga berbakti sebagai juru cedera pernah ditekuni pria kelahiran Majalengka tersebut usai pensiun.

Bagaimana kisah 'Guru Emen' dalam persepakbolaan tanah air? Berikut hasil ulasan tim INDOSPORT;


1. Abdi Negara Penggila Sepakbola

Emen Suwarman menjadi salah satu talenta asli Majalengka yang mendunia.

Sebagai seorang lulusan Sekolah Rakyat (SR), Emen memasuki masa remajanya menjadi seorang pegawai negeri sipil (PNS) di sebuah rumah sakit di Majalengka. Emen muda memutuskan menjadi seorang pengabdi rendahan dalam kerja sosial di kota kelahirannya tersebut.

Emen muda tak pernah berpikir muluk soal hobi sepakbolanya. Yang diketahuinya, sepakbola merupakan hidup keduanya.

Sejak kecil, pemuda kelahiran 18 Mei 1939 tersebut memang dikenal sebagai penggila sepakbola. Bahkan, saking seriusnya bermain bola, Emen harus merelakan bangku sekolahnya.

Emen tak berhasil lulus dari bangku sekolah menengah pertama (SMP). Inilah yang membuatnya hanya berbekal ijazah SR saat memasuki masa dewasa.

Namun, Emen tak kecil hati apalagi menyesal. Dirinya tetap menjadikan sepakbola adalah bagian dari jiwanya.

Emen dikenal sebagai salah satu talenta paling berbakat di Majalengka saat itu. Untuk para pemuda seusianya, Emen adalah sosok dengan teknik terbaik di Majalengka.

Kerja keras Emen tak terbuang sia-sia. Ketekunan dan kemauan menjadi energi utama baginya untuk tetap bersepakbola dalam kesehariannya. 

Emen dikenal sebagai sosok dengan kondisi fisik prima. Tentu saja hal ini didapatnya dari ketekunan berlatih.

Emen selalu rutin berlari untuk menjaga kondisinya. Tidak hanya itu, telur ayam kampung menjadi rahasia utama untuk kondisi tubuh yang prima.

"Malam hari sebelum latihan, saya ambil telur dari kandang ayam milik tetangga. Saya tidak punya uang jika harus membelinya. Tapi biasanya kalau saya punya uang dari hasil bermain sepakbola, saya langsung bayar ke tetangga," kata Emen menceritakan pengalaman uniknya.

Kenakalan Emen ini tak sia-sia. Penampilan Emen yang sudah dikenal senatero Majalengka membuatnya 'dicabut' oleh Korem Cirebon untuk tampil di kejuaraan antar Korem se-Jawa Barat. 

Inilah tiket Emen menuju kesuksesan berikutnya. Emen yang tampil cemerlang dalam ajang tersebut membuat Pangdam Siliwangi kala itu, Ibrahim Adjie memerintahkan anak buahnya untuk merekrutnya ke PSAD pada tahun 1960.


2. Raihan Ganda Mimpi Seorang Bocah

Skuat utama Persib Bandung 1960 di Liga Perserikatan.

Penampilan primanya bersama PSAD, membuat Persib Bandung meminangnya untuk berlaga di kompetisi Perserikatan musim 1960/61. Thomas Wa, pelatih Maung Bandung kala itu terpikat dengan performa menawan pemain yang bisa bermain di sayap kiri maupun kanan itu.

Emen pun sumringah mendapat tawaran ini. Apalagi Persib Bandung, sebagaimana anak muda Jawa Barat lainnya, adalah tim impian Emen sejak masih bocah.

"Siapapun tahu, masuk Persib adalah kebanggan luar biasa. Dan itu saya dapatkan. Bahkan, saya mendapatkan uang dan mampu merubah perekonomian keluarga dengan melebur ke tim Persib. Saya sangat bersyukur, bisa main bola dan merubah nasib," tutur Emen.

Tampil menawan dengan PSAD membuat Emen Suwarman dipanggil untuk bergabung bersama Persib Bandung di tahun1960/61.

Emen yang lahir dari keluarga sederhana memang memiliki ambisi lain untuk membantu perekonomina keluarganya. Tawaran dari Persib tersebut kemudian menjadi raihan ganda bagi mimpi masa kecilnya.

Emen membayangkan bisa membela klub idola yang selama ini hanya bisa didengar kehebatannya lewat radio transistor. Emen bisa pula menambal dapur keluarganya dengan bayaran yang diterimanya dari hasil bermain sepakbola.

Pada musim perdananya, Persib Bandung berhasil menjadi juara usai mengalahkan PSIS Semarang di laga final. Namun, Emen belum bisa merebut posisi utama di skuat Persib Bandung saat itu.

Setelah itu, Emen justru tak pernah lagi mengecap gelar juar Perserikatan bersama Maung Bandung. 13 musim bersama Persib, raihan terbaik Emen hanya menjadi runner up.


3. Ciamik di Ajang Lokal Berbuah Seragam Tim Nasional

Para pemain Indonesia saat merayakan kemenangan di Merdeka Games 1962.

Emen lahir di generasi pesepakbola Indonesia dengan bakat luar biasa.  Sebut saja Yus Etek, Max Timisela, Soetjipto 'Gareng' Soentoro, dan Yudo Hadianto. 

Emen harus bersaing dengan para pemain tersebut di liga domestik. Bahkan, Persib sendiri menjadi kawah candradimukanya.

Saat itu, Persib memiliki 10 pemain berlabel Timnas. Mulai dari Yus Etek, Ishak Udin, Sunarto, Wowo, dan Max Timisela. 


Skuat Persib Bandung 1960-an diisi oleh sejumlah pemain Timnas Indonesia termasuk Max Timisela, Yus Etek, Wowo, dan Emen Suwarman.

Namun, nama Emen akhirnya bisa menembus skuat Antun 'Toni' Pogacnik di skuat Merah-Putih. Masuknya Emen dalam Timnas Indonesia juga diawali dengan sedikit cela pada kepengurusan PSSI kala itu.

Kiprah Emen di Timnas berangkat dari kasus suap yang daialami persepakbolaan tanah air di tahun 1961. Indonesia yang tengah beruji coba dengan Yugoslavia harus kalah 0-1 dalam laga yang digelar Lapangan Ikada saat itu.

Akhirnya sejumlah pemain Timnas yang dipersiapkan pelatih Toni Pogacnik harus mengalami sanksi larangan bermain. Padahal, mereka tengah disiapkan untuk mengikuti Asian Games 1962 di mana Indonesia akan berperan sebagai tuan rumah.

Emen pun diangkut Pogacnik dalam rombongan Timnas saat itu. Momentum pertama Emen adalah ajang Merdeka Games 1962 di Malaysia.

Antun 'Toni' Pogacnik menjadi salah satu pelatih yang berhasil membantuk Timnas Indonesia sebagai salah satu Macan Asia di periode tahun 1950-1960an.

Saat itu, Emen berhasil membawa Indonesia keluar sebagai juara usai mengalahkan Pakistan 2-1 di partai final. Bahkan, Indonesia sempat mengalahkan Korea Selatan 2-0 dan membungkam Jepang 6-0 di babak penyisihan grup.

“Saat itu saya merasa gembira sekali karena baru kali pertama ke luar negeri, bisa membawa Indonesia meraih juara. Karenanya, saya tidak pernah lupa tanggal dan tempat pelaksanaan penyelenggaraan karena itu merupakan sejarah bagi saya,” ujar Emen.

Sayang, pada ajang Asian Games 1962, Indonesia justru mendapatkan hasil antiklimaks. Indonesia gagal lolos dari penyisihan grup karena gagal bersaing dengan Malaysia dan Vietnam.

Emen sendiri memutuskan pensiun dari Timnas Indonesia pada tahun 1964. Padahal saat itu, usianya masih 25 tahun, cukup muda bagi seorang pesepakbola untuk memutuskan mundur membela negaranya.


4. Guru Olahraga di Saat Senja

Emen Suwarman disematkan nama

Piagam itu masih tersimpan rapih. Berlatar belakang hitam, dengan semburat emas pada tulisan dan logo.

Inilah sisa keringat dari Emen yang tersisa dari kejayaannya. Sebuah penghargaan yang diraihnya saat membawa Garuda terbang di Merdeka Games 1962.

Sebuah kebanggaan yang tak terbantahkan di usianya yang telah menyurut senja. Emen muda tak lagi gagah, sebagaimana saat ia mengakhiri kariernya di Persib Bandung.

Kehidupan pesepakbola lawas, tak segemilang hari ini. Kala itu, bayaran para pemain masih belum seberapa.

Emen sendiri harus mencari banyak cara untuk bertahan hidup. Salah satunya adalah menjadi guru olahraga di sebuah sekolah.

Emen dipercaya menjadi pelatih sepakbola di SMPN 17 Bandung. Selain mendapat honor, Emen juga diberikan pakaian dan beras.

Imbas dari melatih sebuah sekolah, panggilan 'guru' pun melekat padanya. Hampir semua orang yang dikenalnya pun ikut memanggilnya demikian.

“Saat itu, murid-murid memanggil saya guru, dan sampai sekarang hampir semua yang mengenal memanggil saya, Guru Emen,” ujar Emen.

Sejak itulah sematan nama 'guru' menempel pada Emen. Nama ini kemudian melegenda di benak para Bobotoh hingga kini.


5. Persib Bandung Selalu di Dada

Pernah menjadi asisten pelatih, Emen juga sempat menjadi tukang pijat di Persib Bandung.

Pensiun dari sepakbola tak membuat Emen lantas berpikir untuk melakukan hal lain. Pria asli Majalengka menetapkan dirinya untuk bisa bersenggama dengan dunia yang telah membesarkan namanya tersebut.

Emen tetap pada lingkaran si kulit bundar, meski sering kali kondisi ekonomi memaksanya harus sering menggunakan strategi bertahan. Satu demi satu medali Emen mulai menghilang dari lemari koleksinya.

Bukan dicuri ataupun pernah menjadi korban perampokan. Medali ini harus rela berpindah tangan demi mencukupi kebutuhan hidup Emen dan keluarga.

"Medali sebenarnya banyak, tapi sekarang sudah tidak ada, sudah dijual. Medali emas dulu kan terbuat dari emas murni, makanya laku di jual. Lakunya juga enggak besar, uangnya cuma cukup untuk kebutuhan sehari-hari," ujar Emen seperti dikutip dari Galamedia.

Emen belum menyerah. Hari demi hari dilaluinya sebagai pelatih di PSAD mulai tahun 1980.

Karier ini dilakoninya hingga tahun 1995. Emen pun akhirnya diangkat sebagai PNS di Kodam III Siliwangi. 

Usai pensiun sebagai seorang pesepakbola, Emen Suwarman harus berjuang keras untuk tetap bertahan hidup dari dunia yang membesarkannya.

Selepas itu, Indra Thohir memanggilnya untuk bergabung sebagai staff kepelatihan di Persib Bandung. Saat itu, Emen menjadi asisten bersama Djajang Nurdjaman yang kini membesut Maung Bandung.

Trio ini kemudian sukses mengantarkan Persib Bandung sebagai juara pembuka Liga Indonesia. Posisi sebagai asisten pelatih bertahan hingga Persib Bandung berlaga di Liga Champions Asia.

Setelah itu, Emen berhenti dan kembali ke PSAD. Namun, panggilan jiwa memaksanya mondar-mandir ke asrama Persib Bandung.

Kali ini bukan sebagai pelatih ataupun asisten pelatih, namun sebagai juru cedera alias tukang pijat. Emen tak canggung melakoni hal ini. 

Menurutnya apapun bisa dilakukan demi tim yang menjadi bagian dari jiwanya. Persib Bandung telah terlanjur mengakar di benak Emen.

Emen tetap membelah jiwanya dengan sepakbola selama hidupnya. Sebagian kecil bersarang dalam lini massa Persib Bandung yang menjadi idolanya sejak bocah.

Separuh lainnya membatu bersama semangatnya yang tak pamrih untuk mengangkat persepakbolaan pertiwi. Semua karena satu hal, kecintaan dan semangat untuk bisa meraih mimpi.

Persib BandungIndonesiaBobotohTimnas IndonesiaAntun PogacnikIn Depth Sports

Berita Terkini