x

88 Tahun Persija: Bermula Kebakaran di Pasar Baru hingga Surat Cinta dari Sukarno

Senin, 28 November 2016 09:51 WIB
Editor: Gerry Anugrah Putra

Persija atau dulu bernama VIJ memang tumbuh dari sikap pribumi yang ingin melawan diskriminasi dari pemerintah kolonial Belanda. Kebakaran di Gang Bunder, Passer Baroe, pada Oktober 1928 menjadi stimulus perjuangan pribumi mendirikan bond sepakbola berbasis nasionalis di Batavia.

Kesulitan yang menghampiri pribumi untuk sekedar mengadakan pertandingan sepakbola amal untuk korban kebakaran di Deca Park, membuat dua orang pengurus klub STER dan Setiaki mendirikan perkumpulan sepakbola untuk pribumi. Tepat pada November 1928, lahirlah Voetball Boemipoetra atau yang dikenal dengan VBB. 

Namun, nama VBB tak bertahan lama. Tepat 30 Juni 1929, VBB mengganti nama menjadi Voetbalbond Indonesische Jacatra atau VIJ. Nama VIJ lebih menampilkan sisi pemberontakan pribumi dengan tidak menyebut nama Batavia, melainkan Jacatra. 

Penggunaan Jacatra mengacu kepada nama lama Batavia. Nama Jacatra, yang punya arti kemenangan, diganti oleh pemerintah kolonial pada tahun 1619 dengan nama Batavia, setelah Belanda berhasil mengusir Pangeran Jayakarta terakhir, yakni Wijayakrama.

Pemilihan tersebut memang beresiko untuk dibombardir Belanda. Namun, berdiri di pusat pemerintahan, membuat perjuangan VIJ dilirik banyak tokoh pegerakan. Banyak toko nasional kala itu bersedia menjadi pelindung VIJ dari rongrongan bond bikinan Belanda, Voetbalbond Batavia en Omstraken (VBO).

Berkat tameng para tokoh nasional seperti Mohamad Hoesni Thamrin, hingga Sukarno, VIJ masih tetap berdiri hingga sekarang. Lindungan mereka yang membuat, VBO dan Nederlandsche Indische Voetbal-Unie (NIVU) enggan mengganggu aktivitas VIJ di Tanah Abang.

Tahun 1942, VIJ berubah menjadi Persatuan Sepak Raga Indonesia Djakarta (Persidja), seiring dengan kedatangan Jepang yang ingin nama berbau Belanda dihapuskan. Persija kala itu berkompetisi di kompetisi bikinan Jepang, Tai Iku Kai. Beberapa kali pula Persija mengikuti Piala Imamura, dan yang menarik Sukarno juga ikut menyaksikan anak-anak Tanah Abang itu bermain.

Selang beberapa tahun, Persija menjadi Persatuan Olah Raga Indonesia (PORI) Cabang Djakarta. Penggunaan nama ini tak hanya dipakai oleh Persija saja, melainkan juga Persib, PSIS, dan semua tim yang ada di Indonesia. 

Tahun 1950, barulah nama Persija kembali dan mendapat kekuatan baru dengan bubarnya VBO. Bubarnya ‘musuh’ Persija itu patut disyukuri, karena beberapa klub kuat VBO memutuskan untuk bergabung dengan Persija.

INDOSPORT akan bercerita kisah unik perjalanan Persija. Mulai dari para tokoh nasional yang menyokong Persija, hingga surat Sukarno kepada Persija di tahun 1958.


1. Kebakaran di Gang Bunder, Lahirkan Bond Sepakbola VIJ

VIJ Jacatra tahun 1938 di Solo sesaat pertandingan melawan Persis Solo.

Abah Alwi pernah menuturkan dalam harian Republika bahwa kelahiran Persija berawal dari kebakaran Gang Bunder, Passer Baroe, Batavia-Centrum tahun 1928. Dari persitiswa itulah, suatu perkumpulan sepak bola pribumi di kota Batavia bersiap untuk lahir. Musibah yang menimpa warga Gang Bunder tersebut mendorong pemuda-pemuda pribumi untuk melakukan aksi sosial.

Sayangnya, saat ingin memakai Lapangan Deca Park milik klub Hercules, mereka tak mendapat izin dari organisasi sepak bola Londo di Batavia, yakni Voetbalbond Batavia Omstaken (VBO). Sebuah diskriminasi yang membuat pemuda pribumi tak terima dengan penolakan VBO.

Namun siapa sangka niat untuk membantu korban kebakaran Gang Bunder itu kemudian berujung dengan pendirian Voetbalbond Indonesia Jacatra (VIJ). VIJ lahir dari semangat pergerakan dan juga keinginan kuat para pribumi untuk merdeka.

Surat kabar popular di Betawi, yakni Pemandangan pada tahun 1938 pernah membahas berdirinya Voetbalbond Indonesia Jacatra, dalam sebuah tulisan berjudul “Riwajat VIJ”. Bahasan ulang tahun VIJ itu bahkan dibuat edisi khusus “Sepoeloeh Tahoen VIJ” tahun 1938.

Dalam tulisan tersebut dipaparkan bahwa VIJ lahir dari ide Soeri dan A Alie. Keduanya mempunyai keinginan membuat bond yang khusus menampung para pesepakbola dan klub lokal di Batavia.

Dalam rapat-rapat pendirian bond itu, Soeri dan A Allie tak sendirian merumuskan ide tersebut. Alie juga mengundang Batamsche Studeendeu dan Persatoean Medan Sport (PMS) yang diwakili oleh A Hamid dan A Gaul.

Tujuan dasar dari pembentukan bond tersebut adalah sebagai wadah persatuan klub-klub lokal yang sudah banyak tersebar di Batavia sekaligus menjadi salah satu alat perjuangan menuju kemerdekaan melalui jalur sepakbola yang kian populer di seluruh penjuru Nusantara.

Pada November 1928, lahirlah VBB (Voetbal Boemipoetera) sebagai perserikatan awal yang ada di Batavia. Nama Boemipoetera dipilih untuk membangkitkan rasa nasionalisme pribumi yang kerap tak mendapat kesempatan unjuk kemampuan di dunia sepakbola.

Namun, banyak perbedaan pendapat dari para pengurusnya setelah bond tersebut berdiri. Apalagi, jika menyangkut sikap perlawanan perserikatan tersebut terhadap VBO, yang disokong Belanda. Lepas dari rasa takut akan ancaman Belanda saat menggunakan nama Indonesia, akhirnya pada tanggal 30 Juni 1929, para pengurus sepakat mengganti nama VBB menjadi Voetbalbond Indonesia Jacartra (VIJ).

Tahun 1928 sendiri tetap dipakai sebagai tahun kelahiran dari VIJ (dan nantinya Persija) oleh para pengurus. Dalam buku 60 tahun Persija, dijelaskan bahwa lahirnya bond VIJ ini diprakarsai oleh Soeri (klub Setiaki), A. Alie Subrata (klub Ster), A. Hamid (MOS), A. Soerodjo (Setiaki), Soerjadi (MOS), Tamerin (BSVC), R. Soekardi (Ster), Soepardi (MOS) dan M.E. Asra (Ster). Salah satu klub yang ikut mendirikan VIJ, yaitu PMS (Persatoean Medan Sports), tak setuju dengan nama yang berbau “Indonesia”.

PMS akhirnya memutuskan untuk keluar dari keanggotaan VIJ. Seiring perjalanan waktu, VIJ kebanjiran peminat dengan ditandai masuknya anggota baru di tahun 1929, yaitu BSVC serta Tanah Abang. Usaha perjuangan VIJ untuk bisa menjadi wadah sepakbola bagi klub lokal Jakarta terus dikembangkan.


2. MH Thamrin dan Tokoh Nasional Lindungi Pergerakan VIJ Persija

MH Thamrin pelindung bagi VIJ yang menyediakan lapangan di Pulo Piun.

VIJ dapat berdiri tegak karena misi mulia untuk menciptakan Indonesia merdeka melalui jalur sepakbola. Beberapa tokoh pergerakan tertarik untuk melawan Belanda dengan jalur baru, yakni olahraga dan sepakbola.

Tercatat ada Iskandar Brata, tokoh pemuda Sunda di Jakarta. Lalu ada nama Dr. Kusumah Atmadja yang dikenal sebagai ketua Mahkamah Agung pertama Indonesia. Keduanya pernah menjadi Ketua Umum VIJ pada tahun 1931 dan 1934. Tak hanya Iskandar Brata dan Kusumah Atmadja saja, Mr Hardi yang saat itu menjabat sebagai dewan rakyat di Voolksraad juga bergabung dengan VIJ. Bahkan, pahlawan nasional, Dr Moewardi juga pernah memimpin VIJ pada rentang waktu 1934 hingga 1938.

Namun yang paling ditakuti oleh Belanda adalah peran Mohamad Hoesni Thamrin yang menjadi pelindung VIJ saat itu. Cinta Thamrin kepada VIJ tak terbendung, dengan memberikan 2000 gulden hanya untuk merenovasi lapangan di Pulo Piun, Petojo (sekarang Lapangan VIJ). Lapangan Pulo Piun juga menjadi saksi bagaimana VIJ memutar kompetisinya sebagai saingan hebat orang-orang Belanda di Menteng dan Waterloplein.

Thamrin terus mencurahkan segala pemikirannya untuk VIJ. Sebagai pelindung, Thamrin tak hanya memikirkan bagaimana VIJ terus ada, namun menjadi tonggak revolusi Indonesia dari sepakbola. Pada tahun 1932, saat Sukarno baru saja keluar dari penjara Sukamiskin, Thamrin langsung mengajak kompatriotnya itu menyaksikan pertandingan VIJ saat berhadapan dengan PSIM Yogyakarta.

Dari ajakan Thamrin itulah, Sukarno juga mulai memperhatikan jejak langkah perjuangan VIJ. Tokoh Betawi asal Sawah Besar itulah yang ‘meracuni’ Sukarno untuk melihat perjuangan VIJ yang tetap hidup di tengah rongrongan pemerintah kolonial di Belanda.

Pada akhirnya, saat VIJ merubah nama menjadi Persija pada tahun 1942, Sukarno sempat memberikan aftrap (tendangan pertama) pertandingan Persija melawan PSIM di Lapangan Ikada. Pertandingan pertamanya yang ia saksikan bersama Thamrin tepat 10 tahun lalu.


3. Menaklukkan Belanda dan Menjadi Alat Pemersatu dalam Bendera Persija

Pengurus Persija di tahun 1958 saat resepsi ulang tahun Persija ke-30 tahun di Hotel des Indes.

Setelah Jepang pergi, Belanda kalah dan VBO bubar. Persija membentuk kepengurusan baru pada tahun 1950. Menariknya, Persija mampu membuat klub-klub yang dulunya bernaung di bawah bendera VBO mau bergabung menajdi anggota Persija.

Dimulai dari BBSA (Bangka Belitong Sports Association) yang dengat tegas menyatakan keluar dari VBO dan bergabung dengan Persija di tahun 1950, akhirnya beberapa klub VBO mengikuti jejak langkah BBSA. Union Makes Strenght (UMS) menjadi klub kedua yang menyatakan bergabung ke Persija. Ini merupakan keuntungan besar karena UMS adalah jagonya kompetisi di Batavia.

Setelah itu Chung Hua (Tunas Jaya), Vios, Maesa, dan Hercules memilih untuk melanjutkan hidup dengan Persija. Pasukan Merah-Putih itu pun kebanjiran pemain berbakat dari klub-klub VBO tersebut. Menariknya, Persija menjadi tim yang multietnis. Tak hanya pribumi saja, namun tionghoa sampai londo bahu membahu menegakkan bendera Persija.

Jika era VIJ, nama-nama Soeharna, Boengboeng, Abidin, hingga Djainin dan Abdul Gani menghiasi skuat Merah Putih, kini Tan Liong Houw, Him Tjiang, Chris Ong, Djamiaat Dalhar, Pieterseen, Hassan, hingga Van der Vin menjadi andalan Persija di kompetisi PSSI era 1950-an.

Di tangan Jusuf Jahja, ketua umum Persija saat itu. Persija menjadi tim pemersatu berbagai etnis yang ada di Jakarta. Persija menjadi tim beda dan sangat disegani di Indonesia. Selain itu, Persija juga menajdi contoh bagaimana bersatunya warna di dalam bendera yang sama. Sama sekali tidak ada rasa berbeda sama sekali saat itu. Para pemain, pendukung dan warga Jakarta benar-benar menjadi satu dalam bendera Persija.


4. Surat Sukarno untuk Persija

Presiden Republik Indonesia pertama yang sekaligus proklamator Sukarno memberikan surat untuk Persija dalam rangka menyambut hari jadi ke-30 tahun Persija, November 1958.

Persija dan Sukarno memang tidak bisa dipisahkan. Sepeninggalan mendiang Thamrin, Persija seperti tak punya pelindung kuat. Namun, Sukarno tetap menaruh perhatiannya kepada Persija. Tepat pada ulang tahun Persija ke-30 pada tahun 1958, Sukarno secara terang-terangan mengirimkan surat ‘cinta’ kepada Persija.

Dalam tersebut, Sukarno menyampaikan dukungan kepada Persija yang ia nilai sebagai salah satu organisasi pergerakan Indonesia merdeka. Sukarno juga bercerita tentang perjuangan Persija sejak masih bermarkas di Pulo Puin hingga di Lapangan Ikada.

Rasa cinta Sukarno tak hanya ada pada selembar kertas saja. Sukarno adalah orang yang memberikan Persija sebuah lapangan di daerah Menteng tahun 1961, atau saat Lapangan Ikada dirubuhkan untuk membangub Monumen Nasional (Monas). Sebuah lapangan elite yang dahulu dimiliki oleh klub Voorwarts is Ons Streven (Vios) yang menariknya sudah menjadi anggota Persija setelah VBO bubar.

Menarik untuk mengetahui apa isi surat cinta Sukarno tersebut. Penulis INDOSPORT mendapatkan salinan surat tersebut dari surat Kabar Merdeka tahun 1958. Berikut isi surat Sukarno untuk Persija.

"Madju Terus!

Sedjak djaman V.I.J sampai mendjadi PERSIDJA ini. Selama 30 tahun tentu perdjoangan Saudara-Saudara penuh dengan duka dan pengorbanan, disamping adanja suka dan kemadjuan-kemadjuan jang ditjapai.

Sjukurlah, bahwa pengorbanan perasaan jang banjak Saudara-Saudara didjaman pendjajahan dahulu sudah habis sedjak 17 Agustus 1945.

Djika mula-mula Saudara-Saudar harus puas denhan lapangan di Pulo Piun, maka sekarang Saudara-Saudara sudah mempunjai lapangan di Merdeka Timur.

Maka pesanku sekarang, tiada lain, ialah supaja Saudara-Saudara lebih giat lagi berdjoang, menjusun dan menjempurnakan organisasi Saudara-Saudara, dengan pedoman segala usahan harus untuk Kebesaran Nusa, Bangsa dan Negara Republik Indonesia, jang Saudara-Saudara turut memproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 itu!

Presiden Republik Indonesia


Sukarno"

Persija JakartaSoekarnoMH ThamrinIn Depth SportsLiga Indonesia

Berita Terkini