x

3 Alasan Legiun Asing Kuasai Top Skor TSC, ke Mana Striker Lokal?

Selasa, 29 November 2016 13:45 WIB
Penulis: Petrus Manus Da' Yerimon | Editor: Ramadhan

Alberto Goncalves (19 gol), Marcel Silva Sacramento (18 gol), Luis Carlos Junior (16 gol), dan Thiago Furtuoso (15 gol) merupakan striker asing yang berada di peringkat atas pencetak gol terbanyak TSC 2016.

Menariknya, dari 4 nama di atas, hanya Beto Goncalves yang telah malang melintang dikompetisi Tanah Air.  Sementara Thiago, Marcel Silva, dan Luis Carlos tercatat baru kali ini merasakan ketatnya persaingan di Liga Indonesia.

Melihat hal tersebut, pelatih Semen Padang, Nilmaizar pun menjelaskan kesuksesannya menyulap Marcel Silva jadi mesin gol Kabau Sirah. Faktor penting dari kesuksesan tersebut adalah berkat komunikasi yang baik.

“Kita hanya komunikasi saja, mereka kan pernah berlatih di luar sana dan banyak dapat segala macam juga. Di sini kita minta mereka harus cepat beradaptasi, kemudian kita beri tahu apa yang diinginkan tim pelatih,” jelas Nilmaizar secara singkat kepada INDOSPORT.

Kehadiran dan ketajaman para penyerang asing tersebut memang menguntungkan tim yang dibela. Namun, di sisi lain, ada satu hal yang cukup menyita perhatian, yakni melempemnya para penyerang Tanah Air.


Logo Torabika Soccer Championship (TSC) 2016.

Dari puluhan striker asli Indonesia hanya ada nama Boaz Solossa dan Ferdinand Sinaga, yang menorehkan catatan 10 gol. Memang ada nama Cristian Gonzales, namun ia bukanlah pemain asli kelahiran Indonesia.

Rupanya ada sejumlah alasan kenapa stiker lokal kurang begitu menonjol pada kompetisi TSC. Berikut INDOSPORT mencoba membahasnya untuk pembaca setia.


1. Striker Lokal Tergerus Formasi

Ferdinan Sinaga

Kondisi menurunnya ketajaman pemain lokal pada kompetisi kali ini pun disoroti mantan striker Tim Nasional, Kurniawan Dwi Yaulianto. Menurutnya salah satu penyebabnya adalah klub-klub Tanah memilih memainkan formasi striker tunggal.

Hal tersebut lah yang akhirnya membuat kesempatan striker lokal untuk tampil dan menyerap ilmu dari para pemain asing yang biasanya di posisi striker, menjadi hilang.

“Kebanyakan klub sekarang lebih sering memakai skema 4-3-3 atau 4-2-3-1 yang akhirnya hanya memakai satu ujung tombak. Kalau jatah itu diambil pemain asing tentu jam terbang pemain kita jadi berkurang,” ucapnya.

Pada era Kurniawan, kebanyakan klub memakai formasi klasik, memainkan formasi 4-4-2 dengan mengandalkan dua striker di lini depan. Pelatih biasanya memasang striker lokal dan asing, sehingga performa striker lokal ikut terangkat. Tapi, seiring berjalannya waktu, hal tersebut kemudian mengalami perubahan.

Pada kompetisi Torabika Soccer Championship (TSC) 2016, beberapa klub besar seperti Arema Cronus, Sriwijaya FC, Persib Bandung, Persija Jakarta, hingga tim kejutan Madura United memang mengandalkan penyerang tunggal dari kouta pemain asing.

Bahkan untuk beberapa tim medioker semacam Persib Balikpapan, Persegres Gresik United, maupun Barito Putera lebih mempercayai penyerang asing. Hal itu terlihat bagaimana mereka sangat bertumpu pada sosok seperti Shohei Matsunaga, Patrcik Daniel, hingga Luis Carlos.

Meski demikian klub seperti Persipura, PSM Makassar dan lainnya masih menggunakan penyerang lokal seperti Boaz Solossa, Ferdinand Sinaga maupun striker muda seperti Dendi Sulistyawan dari Persela Lamongan.


2. Minim Jam Terbang dan Kurang Konsisten

Titus Bonai

Selain kurang beraninya klub Tanah Air menurunkan pemain muda, ada satu hal yang juga membuat striker lokal kurang menggigit di kompetisi Torabika Soccer Championship 2016 ini adalah minimnya waktu bermain yang di dapat.

Nama-nama Striker asli Indonesia seperti Samsul Arif, Tantan, Yongki Ariwibowo, hingga Sunarto yang punya potensi, hingga saat ini selalu mengawali pertandingan dari bangku cadangan. Hal ini tentu membuat jam terbang mereka dan kesempatan untuk menciptakan peluang mau pun gol semakin berkurang.

Meski demikian ada beberapa yang sering menjadi pilihan utama seperti Muchlis Hadi dari PSM Makassar, Rudi Widodo, Ferinando Pahabol, Titus Bonai, Patrich Wanggai, Lerby Eliandry, hingga I Made Wirahadi memang belakangan kerap mencuri perhatian dan menjadi pemecah kebuntuan.

Akan tetapi para pemain ini belum bisa menunjukan konsistensi mereka di setiap pertandingan. Sebut saja Titus Bonai yang pernah tampil tajam medio 2009-2010 bersama Persiram Raja Ampat dengan mencetak 17 gol dari 25 laga dan Persipura Jayapura dengan 10 gol dari 32 laga.

Sayang, akibat inkonsistensi, Tibo panggilan akrabnya, justru tampil kurang menggigit saat membela Persipura untuk kedua kalinya di tahun 2013-2014. Kala itu, Tibo hanya mencetak 2 gol dari 13 laga.


3. Kurangnya Keberanian Klub

Irsyad Maulana

Selain karena tergerus taktik dan strategi klub, sulit bersaingnya striker lokal lantaran klub Indonesia tidak berani memainkan striker muda lokal. Keinginan klub melahirkan striker lokal yang tajam, terhalang dengan target klub untuk meraih hasil positif dan meraih posisi terbaik di liga.

“Ya kembali lagi, harus ada keberanian klub untuk memainkan pemain muda di posisi striker, walau pun itu cuma sebentar karena itu untuk menambah jam terbang, untuk menambah kepercayaan diri pemain muda itu,” tandas mantan striker trebaik Indonesia, Kurniawan Dwi Yulianto.

Dari 18 klub yang turut serta dalam kompetisi Torabika Soccer Championship saat ini hanya ada klub seperti Semen Padang, Bali United, Persela Lamongan, dan PS TNI yang memilih resiko untuk menurunkan pemain muda.

Hasilnya cukup lumayan, nama-nama seperti Isyad Maulana (Semen Padang, 23 tahun, 7 gol), Miftahul Handi (Bali United, 21 tahun, 4 gol), Dendi Sulistyawan (Persela Lamongan, 21 tahun, 7 gol) dan Aldino Herdianto (PS TNI, 23 tahun, 8 gol) mampu bersaing dengan para striker beken dari luar negeri meskipun masih tertinggal.

Boaz SolossaSemen PadangFerdinand SinagaPSM MakassarSriwijaya FCIrsyad MaulanaBeto GoncalvesTorabika Soccer Championship (TSC)Liga IndonesiaLuis Carlos JuniorMarcel Silva Sacramento

Berita Terkini