x

Anomali Sepakbola Nasional: Saat Timnas Tembus Final Semua Memuja, Saat Persiapan Semua Abai?

Jumat, 9 Desember 2016 15:00 WIB
Penulis: Petrus Manus Da' Yerimon | Editor: Galih Prasetyo

Timnas Indonesia memang mampu melaju ke babak final dan akan menantang juara bertahan Thailand di Piala AFF tahun ini. Akan tetapi perjalanan skuat Garuda menuju partai puncak tidaklah mudah. 

Boaz Solossa dan kawan-kawan harus bersusah payah melewati fase grup dan bermain di bawah tekanan pendukung Vietnam saat semifinal leg kedua di My Dinh Stadium, Rabu (07/12/16) lalu.
 
Akan tetapi, jika ditelisik lebih dalam, ujian sesungguhnya Timnas Indonesia adalah di saat masa persiapan tim sebelum ke Piala AFF. Tidak adanya kerangka Timnas akibat mati surinya kompetisi, membuat pelatih Alfred Riedl dihadiahi pekerjaan berat kala resmi ditunjuk untuk kembali menangani tim Merah Putih.
 
Tak berhenti di situ, pembatasan jumlah pemain hingga klub Tanah Air yang enggan melepas pemain ke Timnas semakin membuat pusing Alfred Riedl. Ia dipaksa harus memutar otak dan menerapkan strategi di luar keinginannya.
 
"Ternyata tak semua klub dan tak semua orang dukung Tim Nasional," kata pelatih Timnas Indonesia, Alfred Riedl jelang Piala AFF 2016. 

Tarik menarik antara klub dengan Timnas terkait pemain memang sudah jadi permasalahan klasik, tidak hanya di Indonesia tetapi juga sejumlah negara. Berkaca apa yang dialami Riedl dan Timnas Indonesia, maka sudah sepatutnya hal di atas menjadi pembelajaran bagi semua pihak, baik klub, pemain, ataupun federasi sepakbola suatu negara.
 
Lantas apa langkah yang harus ditempuh oleh pihak terkait dalam hal ini federasi sepakbola Indonesia, Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) agar mencegah terjadinya polemik dan tarik ulur pemain antara Timnas dengan klub di Tanah Air? Berikut INDOSPORT mencoba mengulasnya untuk pembaca setia.
 


1. Klub batasi hanya dua pemain ke Timnas

Aksi Kurnia Meiga saat Timnas Indonesia bertemu Thailand di babak fase grup Piala AFF 2016.

Begitu Alfred Riedl resmi ditunjuk sebagai pelatih Timnas Indonesia pada Juni lalu, secara tidak langsung ia sudah dihadapkan dengan sejumlah permasalahan di kubu Timnas. Pasalnya situasi saat itu sangatlah tidak ideal untuk membentuk sebuah tim yang tangguh.

Induk sepakbola Tanah Air, Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) baru saja dicabut pembekuannya oleh pemerintah. Begitu pula dengan FIFA yang baru menghapus sanksi larangan bertanding di level internasional karena ada campur tangan pemerintah di ranah federasi.

Timnas Indonesia bisa dibilang mati suri lebih dari satu tahun, dan juga tidak adanya kompetisi resmi yang berjalan normal. Sepanjang tahun 2015, sepakbola Tanah Air hanya diramaikan dengan turnamen-turnamen yang bersifat sementara. 

Para pemain hanya hilir mudik berganti seragam klub demi mencari penghasilan. Kondisi ini tentu menyulitkan bagi Alfred Riedl untuk menyusun kerangka Timnas, apalagi ia dibebankan dengan harapan tinggi masyarakat Indonesia untuk melihat Skuat Garuda mengangkat trofi.

Namun, permasalahan seakan tak berhenti di situ. Setelah dinyatakan resmi mengikuti event internasional dalam hal ini Piala AFF 2016, pelatih Alfred Riedl kembali dipusingkan dengan aturan dari pengelola kompetisi yang membatasi pemanggilan pemain ke Timnas.

PT Gelora Trisula Semesta (PT GTS) selaku operator kompetisi Torabika Soccer Championship (TSC) menyatakan bahwa sudah ada kesepakatan dengan klub-klub peserta untuk membatasi jumlah pemain ke Timnas Indonesia.

Kesepakatannya adalah hanya akan melepas dua pemain untuk memperkuat Timnas pada Piala AFF 2016. Keputusan tersebut diambil agar persiapan timnas bisa berjalan, dan turnamen TSC pun tetap berlangsung.

Sontak hal itu menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi. Langkah PT GTS, dinilainya merupakan sikap yang arogan dan mementingkan kepentingan pribadi atau golongan di atas kepentingan nasional.
 
"Sudah sewajarnya semua pihak mengutamakan kepentingan Timnas daripada klub atau kompetisi. Seharusnya klub bangga apabila banyak pemainnya yang masuk timnas," ujar Imam kepada wartawan di Jakarta, Minggu (24/07/16) lalu.

"Setiap pemain tentu bercita-cita membela negaranya dan kompetisi merupakan media bagi pemain untuk uji kebolehan agar bisa masuk Timnas. Pembatasan yang dilakukan oleh PT GTS sungguh tidak bisa dinalar, saya sungguh kecewa," sambung Cak Imam.

Tidak ingin hal tersebut berlarut-larut, Imam Nahrawi pun meminta PSSI selaku federasi sepakbola di Indonesia agar bisa bersikap tegas. Sebab, menurut Menpora kepentingan Timnas adalah di atas segalanya. 

"Berikan kebebasan kepada pelatih untuk memilih pemain terbaik tanpa perlu dibatasi. Kedepankan kepentingan nasional," ujar pria asal Jawa Timur tersebut.   

Kebijakan dari PT GTS dan klub peserta tersebut pun membuat pelatih Timnas, Alfred Riedl pusing. Hal itu lantaran ia tidak bisa leluasa memanggil pemain dan menerapkan strategi yang diinginkannya.

"Kebijakan ini membuat saya sedikit kesulitan dalam meramu strategi," jelas pelatih asal Austria itu secara singkat.


2. Klub enggan lepas pemain ke Timnas

Timnas Indonesia tiba di Bandar Udara Internasional Noi Bai, Vietnam.

Cobaan terus saja menghampiri Timnas Indonesia dalam masa persiapan menuju Piala AFF 2016 ini. Setelah ada kebijakan hanya boleh memanggil 2 pemain dari setiap klub, masalah yang kemudian muncul adalah ada klub yang enggan melepas pemain yang dipanggil ke Timnas.

Contoh nyata adalah saat Semen Padang dan Persipura Jayapura yang tidak bisa melepas pemain incaran Alfred Riedl yakni Jandia Eka Putra dan Ferinando Pahabol. Cedera yang dialami oleh kiper Timnas, Dian Agus Prasetyo sebelum berangkat ke Piala AFF membuat tim pelatih memilih untuk memanggil kembali Jandia yang sebelumnya pernah ikut training center bersama Timnas.

Akan tetapi, keinginan Riedl tersebut terhalang, karena Semen Padang selaku klub Jandia Eka tampaknya tidak memberikan izin. Hal itu pula yang membuat pelatih 67 tahun itu angkat bicara dan mempertanyakan rasa nasionalisme dari pelatih klub, Nilmaizar.

“Akan tetapi saya tidak mengerti dengan Semen Padang, terkait Jandia Eka, yang tidak bisa datang. Padahal dia sangat ingin bergabung dengan Timnas,” ujar Riedl.

“Saya tidak mengerti dengan pelatihnya, Nil Maizar. Dia mantan pelatih Timnas, tetapi kami tidak mengerti dengannya. Dia mengatakan bahwa mendukung Timnas, tetapi dia tidak melakukannya dengan melepas pemain untuk Timnas,” lanjut pelatih asal Austria itu.

Sementara itu, Persipura Jayapura juga menyusul Semen Padang, menyatakan keberatannya melepas Ferinando Pahabol yang dipanggil untuk menggantikan Irfan Bachdim yang cedera sebelum berangkat ke Piala AFF. Tim Mutiara Hitam beralasan bahwa mereka juga sangat membutuhkan jasa Pahabol lantaran sudah kehilangan pemain terbaiknya, Boaz Solossa ke Timnas. 

Selain itu, Persipura sedang bersaing di tangga juara TSC.  Kegagalan Pahabol untuk membela Timnas Indonesia ini pun membuat Riedl kesal. Pelatih asal Austria itu menyebut perlakuan terhadap timnas saat ini sangat menyedihkan. Sebab, sejak awal tim Merah Putih dibentuk tim pelatih hanya diperbolehkan memanggil dua pemain setiap klub.

"Pahabol tak bisa datang karena klubnya tak mengizinkan. Liga punya aturan yang mendukung Persipura karena hanya dua pemain yang boleh kami ambil. Ternyata tak semua klub dan tak semua orang dukung tim nasional,” kata Riedl.

“Ini sangat menyedihkan bagi saya sebagai pelatih. Bahkan kami memulai Timnas dengan halangan hanya boleh ambil dua pemain setiap klub," sambungnya saat ditemui di Bandara Soetta sebelum berangkat ke Piala AFF.


3. Langkah besar yang harus dilakukan PSSI

Skuat Timnas Indonesia

Polemik klub yang enggan melepas pemain ke Timnas ini pun mendapat banyak perhatian. Termasuk salah satu komentator dan pengamat sepakbola, Supriyono Prima. Ia menilai bahwa kepentingan Timnas adalah di atas segalanya, dengan kata lain kesempatan untuk mendukung Timnas harus menjadi prioritas utama baik pemain maupun klub di Tanah Air.

“Sederhananya kepentingan bangsa dan negara di atas segalanya. Apalagi setiap pemain pasti punya keinginan untuk bisa membela Timnas. Di sisi lain kompetisi yang sekarang tidak resmi, jadi harusnya klub menjadikan Timnas prioritas meski klub yang menggaji pemain,” ujarnya saat dihubungi INDOSPORT.
 
Supriyono yang juga merupakan mantan pemain Timnas era Primavera tersebut, berharap ada tindakan tegas dari kepengurusan baru induk sepakbola Indonesia, PSSI agar kejadian yang sama tidak terulang di masa mendatang. Selain itu, mengenai Supriyono yang juga menyarankan agar ada sinkronisasi antara jadwal Timnas dengan jadwal kompetisi resmi yang rencananya mulai bergulir Maret 2017 mendatang.
 
“Ke depannya yang pasti, jadwal liga harus disinkronkan dengan agenda Timnas. Dengan sudah terpilihnya kepengurusan baru di PSSI, semoga situasi sekarang tidak terulang kembali. Harus ada tindakan tegas apabila ada klub yang menghalangi pemainnya untuk kepentingan Timnas,” tutur pria yang saat ini juga tengah merintis karier sebagai pelatih bersama Garuda Keadilan FC.
 
Keprihatinan yang sama mengenai pembatasan pemain ke Timnas di Piala AFF kali ini juga disesalkan dan ditentang oleh mantan pemain Timnas, Kurniawan Dwi Yulianto. Ia  menyatakan bahwa harus ada sanksi terhadap pemain dan klub yang menolak bergabung dan mendukung Timnas.

Di sisi lain, ia juga berharap PSSI ataupun Timnas lebih terbuka dan memperhatikan keadaan pemain, sehingga kedua belah pihak sama-sama diuntungkan.
 
“Saya sangat tidak setuju dengan pemain yang masuk ke Timnas itu dibatasi. Untuk negara, putra-putra terbaiklah yang berhak masuk. Sebaliknya kalau misalkan pemain yang menolak dipanggil ke Timnas, pemain tersebut harus disanksi,” ujar mantan pemain yang akrab disapa Si Kurus itu.
 
“Untuk kepentingan nasional marilah kita berikan yang terbaik, dan sebaliknya PSSI atau Timnas juga harus men-treat putra-putra terbaik kita ini. Misalnya untuk hal kecil, kalau pemain cedera harus diurus sampai benar-benar sembuh dan bisa aktif lagi,” tandas Kurniawan.

Sementara itu, pihak PSS selaku induk sepakbola Tanah Air juga menyatakan akan segera mencari cara agar hal serupa pada persiapan Piala AFF tahun ini tidak terulang ke Timnas di tahun mendatang. Akan tetapi, Sekretaris Jenderal PSSI, Ade Wellington belum bisa memberikan jawaban secara rinci terkait langkah yang akan diambil.

“Ke depan tentu kejadian seperti ini tidak boleh terulang, dan saat ini saya masih meeting dengan FIFA,” ujarnya melalui pesan singkat.

Alfred RiedlPiala AFF 2016Timnas IndonesiaIn Depth SportsCritic SportLiga Indonesia

Berita Terkini