x

3 Pertandingan Dramatis Indonesia-Thailand: 'Runtuhnya' Tribun Senayan Hingga Gol Bambang Pamungkas

Sabtu, 10 Desember 2016 15:28 WIB
Editor: Gerry Anugrah Putra

Indonesia secara gemilang kembali melumpuhkan Vietnam di laga semifinal. Dalam hal ini, Indonesia memperpanjang rekor bagus atas negeri Paman Ho. Merah-Putih hanya sekali kalah dari Vietnam di Piala AFF, yakni pada tahun 1996 silam.

Rekor bagus menimbulkan suka cita bagi seluruh warga negara Indonesia. Namun, di laga puncak, tembok besar benama Thailand kembali menunggu. Ini merupakan duel klasik dua negara penggila sepakbola di Asia Tenggara.

Duel Indonesia vs Thailand panas karena rivalitas murni sepakbola kedua negara. Tidak ada unsur politik masa lalu yang memengaruhi pertandingan tersebut. Memang sedikit berbeda dengan laga Indonesia-Malaysia, akan tetapi bagi penikmat sepakbola sejati, melawan Thailand menjadi ajang pembuktian siapa yang terbaik di Asia Tenggara. 

Pertemuan pertama keduanya di Merdeka Games 1957 menjadi titik awal persaingan siapa yang terbaik. Duel taktik antara pelatih Indnesia Ernest Albert Mangindaan dengan Bunchoo Samutkojon dari Thailand kala itu dimenangkan oleh EA Mangindaan dengan skor telak 4-0. Tak mengherankan memang, karena laju sepakbola di Indonesia  lebih berjalan dengan sistem yang baik hasil peninggalan pemerintah kolonial Belanda.

Dari pertemuan tersebut, keduanya kerap bersaing di ajang SEA Games dan turnamen-turnamen regional seperti Kings Cup, Merdeka Cup, hingga Aga Khan Cup. Hingga medio 1970-an, Indonesia masih bisa menyangi kekuatan ‘gila’ Thailand. Tapi, perkembangan pesat Thailand yang serius mendalami olahraga sepakbola membuat Si Gajah Putih menjadi momok menakutkan bagi Indonesia.

Indonesia pernah ogah melawan Thailand pada semifinal SEA Games 1977. Anjas Asmara dkk enggan melanjutkan pertandingan akibat pecahnya perkelahian dengan pemain Thailand di lapangan. Saat itu, kubu Indonesia memandang wasit Ottman Omar dari Malaysia dianggap berat sebelah. Pasukan Garuda memilih meninggalkan lapangan dalam kedudukan 1-1. Kemenangan mutlak milik Thailand dan Indonesia mengundurkan diri dari cabang sepakbola

Bagi generasi 1990-an, pertemuan dengan Thailand punya memori tersendiri. Duel Piyapong Pue-on dengan Robby Darwis dari Indonesia kerap tak terelakkkan di era tersebut. Menjalang era millennium, kedua negara disodorkan dua penyerang yang menjadi ikon, Kurniawan Dwi Yulianto dan Kiattisuk Senamuang.

Dari era inilah banyak laga dramatis terjadi. Persaingan menunjukkan siapa yang punya sistem sepakbola berkualitas di Asia Tenggara juga meruncing tajam. INDOSPORT mencoba mengingat laga dramatis Indonesia kontra Thailand yang terekam dalam sejarah pasukan Soeratin Boys.


1. Indonesia vs Thailand (SEA Games 1997): Gol Kurniawan Membuat ‘Runtuh’ Tribun Senayan

Timnas Indonesia gagal di Sea Games 1997.

Indonesia dalam skuat terbaik pada SEA Games 1997. Kombinasi senior-junior diterapkan oleh pelatih Henk Wullems dalam pembentukan tim. Indonesia yang ingin mempersembahkan emas di rumah sendiri, harus bertemu dengan Thailand. 

Manajer Timnas Indonesia yang saat itu dijabat oleh Andre Amin, memberikan motivasi yang luar biasa bagi para pemain. Taktik pun sudah disiapkan oleh Henk Wullems untuk meredam ganasnya duet Kiatisuk dan Piyapong Pue-on. 

Laga final memberi harapan akan datangnya emas kembali ke Indonesia. Namun Thailand unggul terlebih dahulu Chaichan Kiewsen. Gol tersebut sempat membuat publik Senayan sempat terdiam dan pemain pun tersentak dengan gol tersebut.

Tapi lagi-lagi, Indonesia masih punya mental untuk mengejar ketertinggalan. Kurniawan Dwi Yulianto akhirnya mampu menggetarkan jala gawang Thailand dan menyeimbangkan kedudukan menajdi 1-1. Gol Ade (sapaan akrab Kurniawan) mampu membuat tribun penonton bergetar. Bagi yang merasakan hadir langsung, keadaan tribun menjadi penuh moshing layaknya gigs punk/hardcore yang mulai hidup di tahun 1990-an. 

Dramatisnya, Indonesia mampu mengimbangi Thailand yang memang sedang on fire. Walau pada akhirnya Indonesia gagal lewat babak adu penalti dan hanya mendapatkan medali perunggu, kiprah Timnas Indonesia saat itu sangat mencuri hati para penikmat sepakbola di Tanah Air. 


2. Indonesia vs Thailand (Piala AFF 2002): De Javu 1997

Timnas Indonesia di Piala Tiger 2000

Ini menjadi ulangan pertandingan final SEA Games 1997. Indonesia yang tampil sangat ciamik kembali harus bertemu gajah raksasa bernama Thailand. Kekuatan Indonesia saat itu sudah berubah drastis. Tidak ada lagi nama Robby Darwis, Khairil Anwar, Listianto Rahardjo, ataupun Fachry Husaini. Nama-nama tersebut sudah berganti menjadi Warsidi, Bambang Pamungkas, Hendro Kartiko, hingga Gendut Donny Christiawan.

Kirab langkah Indonesia melawan Thailand di pertandingan ini pun tak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di tahun 1997. Di tahun ini, Thailand bahkan unggul terlebih dahulu melalui gol dari Chukiat Noosarung dan Terdsak Chaiman di babak pertama. Anak asuh Ivanko Kolev bangkit pada babak kedua, melalui Yaris Riyadi dan Gendut Donny Christiawan.

Bambang Pamungkas menjadi salah satu bintang Timnas Indonesia Piala AFF 2000.

Indonesia bisa menahan Thailand hingga babak adu penalti. Persis seperti tahun 1997, Indonesia kembali gagal melalui babak tos-tosan. Mengulang kompatriotnya yang juga gagal dalam adu penalti, seperti Anjas Asmara, Suaib Rizal, dan Uston Nawawi, kini Firmansyah mencantumkan namanya ke dalam barisan pemain gagal tersebut.

Kalahnya Indonesia dari Thailand menimbulkan duka bagi sepakbola Indonesia. Kesempatan di depan mata gagal dan publik bola Tanah Air kembali menitikan air mata di Senayan.


3. Indonesia vs Thailand (Piala AFF 2010): Bambang Pamungkas 2-1 Thailand

Dua Bambang Pamungkas mengalahkan Thailand.

Naturalisasi dan hadirnya pemain keturunan menjadi bahan pemberitaan sepakbola Indonesia. Christian Gonzalez menjadi andalan baru Timnas Indonesia di Piala AFF. Lalu hadirnya darah segar seperti Irfan Bachdim juga membuat Skuat Merah-Putih optimistis merebut Piala AFF untuk pertama kalinya.

Rasa optimis terpancar sejak pertandingan pertama melawan Malaysia, dan Laos. Di pertandingan terakhir, Indonesia bertemu ‘kawan lama’ yaitu Thailand. Kali ini, Thailand tidak lagi dilatih pelatih kelas menengah, tapi langsung kelas satu bernama Bryan Robson. 

Dalam nuansa yang terkukung dalam jeratan tak pernah menang dari Thailand sejak tahun 1998, Indonesia kali ini ingin buktikan bahwa kutukan Thailand akan berakhir di Jakarta saat itu. Taktik pelatih Alfred Riedl kali ini mentok di di babak pertama. Perubahan dilakukan Riedl di babak kedua, pun begitu dengan Mr Robo (julukan Bryan Robson) yang butuh lolos dari fase grup.

Indonesia seperti ‘jagoan’ dalam film yang kalah terlebih dahulu. Menit ke-69, Thailand unggul lebih dulu melalui gol dari Suree Sukha. Dalam keadaan tertinggal, Riedl punya pilihan dengan memasukan Bambang Pamungkas. Tipe pivot Bepe dirasa sangat pas untuk memecah konsentrasi lini belakang Thailand.

Keputusan Riedl memasukan Bambang Pamungkas pun ternyata jitu. Hitung-hitungan Riedl memasukan kapten Persija itu bukan karena mencari keberuntungan. Status Bepe sebagai pemain senior sangat diperlukan ketika pemain muda seperti Irfan Bachdim, atau Oktovianus Maniani tak kuasa melihat celah berlapis Thailand.

Pada menit-menit jelang akhir pertandingan, Indonesia mendapatkan penalti. Saat itulah mental berbicara. Di depan pendukung sendiri yang berharap kembali merayakan kemenangan atas Thailand, Bepe ditunjuk rekan-rekannya di lapangan sebagai algojo.

“Beban itu ada di pundak saya. Jika saya gagal maka saya menghancurkan harapan tim ini,” ujar Bepe beberapa waktu yang lalu. Beban berat akhirnya bisa dijalankan dengan baik oleh Bepe. Tendangannya merobek gawang Sinthaweechai ‘Kosin’ Hathairattanakool. Gol Indonesia membuat publik berjingkrakan menyambut bergetarnya gawang Thailand.

Indonesia kembali mendapat penalti, dan Bepe sekali lagi tampil menjadi algojo. Kesempatan kedua berhasil sekaligus membuat Pasukan Garuda merayakan pecah momok Thailand sejak 1998.

Bambang PamungkasPiala AFF 2016Kurniawan Dwi YuliantoThailandTimnas IndonesiaLiga Indonesia

Berita Terkini