Menularkan Virus Dukungan dari Suporter Klub Lokal ke Timnas Indonesia
Timnas Indonesia berhasil melangkahkan kaki ke babak final Piala AFF 2016 usai melewati pertarungan sengit menghadapi tuan rumah Vietnam. Di kandang sang lawan, Skuat Garuda mampu menahan imbang tuan rumah di hadapan puluhan ribu pendukungnya dengan skor 2-2.
Menghadapi Thailand di babak final, yang berlangsung dengan format home away, Indonesia akan lebih dulu menggelar laga kandang yang rencananya akan dihelat di Stadion Pakansari, Cibinong, Kabupaten Bogor, Rabu (14/12/16). Sebagai tuan rumah, tentu Timnas akan mengharapkan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Perjuangan Timnas di babak final nanti tentu tidak akan mudah. Apalagi lawan yang akan dihadapi adalah Thailand, negara yang telah dua kali mengubur impian Skuat Merah Putih merebut gelar juara turnamen yang dulunya bernama Piala Tiger itu.
Oleh karena itu, kehadiran masyarakat Indonesia, khususnya suporter klub sepakbola lokal, di Stadion Pakansari bisa mendongkrak semangat Boaz Solossa dan kawan-kawan. Apalagi suporter sepakbola Tanah Air dikenal loyal, militan, dan kreatif.
Ya, Indonesia memang dikenal sebagai negara pencinta sepakbola, dengan kelompok suporter sepakbola lokal yang tersebar di berbagai penjuru Indonesia. Mulai dari Sabang, Aceh hingga Merauke, Papua. Kelompok-kelompok suporter tersebut tentu sudah mempunyai cara yang militan dan kreatif dalam mendukung klubnya masing-masing.
Suporter Timnas Indonesia saat mendukung Skuat Garuda di Stadion Manahan.
Dalam beberapa tahun ke belakang, faham idealisme suporter sepakbola Eropa perlahan mulai masuk ke Indonesia. Suporter dari benua Biru dikenal sebagai kelompok yang loyal, militan, dan kreatif. Sudah menjadi rahasia umum di kalangan suporter sepakbola bahwa mereka bisa menularkan semangat perjuangan tersebut tidak hanya dilakukan untuk klub kebanggaannya, namun juga untuk negara yang dicintainya.
Guna menambah dukungan, peranan suporter sepakbola Indonesia yang militan dan kreatif perlu ditularkan ke dalam setiap laga Timnas. Tentu saja, selain sudah terbukti ampuh di level lokal, aksi tersebut juga harus diperagakan dalam pertandingan Timnas yang pastinya memerlukan tambahan dukungan dari pemain ke-12 untuk merobohkan mental dari para pemain Thailand.
Menciptakan atmosfir dalam suatu pertandingan memang sudah menjadi kewajiban suporter yang datang langsung ke stadion. Melalui aksi-aksi yang dilakukan, tentu saja aksi yang positif, dipastikan akan membuat mental seluruh penggawa Skuat Garuda akan bertambah jutaan kali lipat. Selain menambah dukungan, aksi yang bisa ditularkan ke laga Timnas nanti pun dapat menjatuhkan mental pemain lawan.
Untuk itu, INDOSPORT coba merangkum aksi-aksi yang dapat ditularkan suporter ke laga Skuat Garuda ketika menghadapi Thailand.
Penulis: Muhammad Adiyaksa
1. Koreografi
Fanatisme yang tinggi membuat para suporter rela melakukan apa saja demi mendukung tim kesayangannya. Meskipun fanatisme yang berlebihan tak jarang berujung pada aksi-aksi anarkis, namun para suporter dapat pula menunjukkan kecintaan dan dukungannya dalam sebuah karya kreatif.
Koreografi merupakan seni membuat atau merancang struktur ataupun alur sehingga menjadi suatu pola gerakan-gerakan. Namun, dalam dunia suporter, koreografi dimultifungsikan sebagai aksi membuat maupun merancang suatu gambaran dukungan dan sindiran dalam bentuk spanduk besar, bendera maupun kertas-kertas yang membentuk suatu koreo.
Koreografi biasanya dilakukan oleh para kelompok suporter Indonesia guna mendukung tim kesayangannya sekaligus bentuk teror kepada tim lawan. Aksi koreografi itu pun sudah dibuktikan oleh beberapa kelompok suporter klub lokal, sebut saja BCS Sleman, Pasoepati Solo, The Jakmania, dan lain-lain.
Koreografi dari The Jakmania, kelompok suporter Persija Jakarta.
Aksi kreatif yang dilakukan para kelompok suporter lokal pun bisa ditularkan di setiap laga Timnas Indonesia, tak terkecuali laga final nanti. Kelompok suporter Pasoepati sudah lebih dulu melakukannya pada laga Timnas kontra Malaysia pada pertandingan uji coba sebelum gelaran Piala AFF di Stadion Manahan, Solo, awal November lalu.
Pada laga itu, Pasoepati terhitung tiga kali menggelar aksi koreografi di tiga tribun yang berbeda. Yang pertama, kelompok suporter asal Solo tersebut membuat koreografi berbentuk tulisan GARUDA berwarna merah dengan bermodal hanya kertas warna merah dan putih di tribun Utara.
Yang kedua, Pasoepati juga menyajikan koreo berbentuk bendera Indonesia dan Palestina di tribun Selatan. Dan yang terakhir, kelompok suporter yang didirikan pada tahun 2000 itu membuat koreo Merah-Putih yang membentang panjang di tribun Timur Stadion Manahan.
Aksi koreografi yang dilakukan oleh Pasoepati merupakan suatu bentuk dukungan terhadap Skuat Garuda, sekaligus meluapkan di tengah kerinduan masyarakat indonesia akan penampilan Skuat Garuda yang lama absen akibat sanksi FIFA.
Aksi kreatif yang ditunjukkan oleh Pasoepati tersebut sebisa mungkin ditularkan kepada suporter Timnas yang akan hadir langsung di stadion pada laga final nanti. Dengan hanya bermodalkan bendera, giant banner, maupun kertas, entah itu warna merah dan putih sebagai dukungan ke Timnas, ataupun menggunakan warna lain sebagai bentuk teror untuk tim lawan, aksi tersebut bakal menjadi senjata rahasia dari pemain ke-12 untuk merobohkan mental para penggawa Negeri Gajah Putih di partai final nanti.
Penulis: Muhammad Adiyaksa
2. Chants 90 Menit
Apalah artinya menonton sepakbola tanpa chants (yel-yel). Chants merupakan merupakan teriakan, pekikan, atau sorakan yang dilakukan oleh para kelompok suporter untuk memberikan dukungan dan semangat kepada tim kesayangan yang tengah bertanding maupun bentuk teror kepada tim lawan.
Budaya menyanyikan yel-yel sepanjang 90 menit telah menjadi aturan yang wajib bagi beberapa kelompok suporter di Indonesia, terutama ketika bertanding di kandang sendiri. Kebiasaan tersebut menjadikan para pemain tampil dengan motivasi berlipat di atas lapangan seiring mendengar chants yang menggelegar dan tak pernah henti sepanjang 90 menit pertandingan.
Suporter Timnas Indonesia.
Oleh sebab itu, kebiasaan chants sepanjang laga harus ditularkan di setiap laga-laga Timnas Indonesia, terutama pada laga final nanti. Timnas pastinya membutuhkan peran pemain ke-12 pada laga hidup mati melawan Thailand.
Peran suporter lokal di sini harus bisa memberikan edukasi dan pemahaman terhadap masyarakat pecinta Timnas, bahwa membeli tiket pertandingan sebagai bentuk dukungan kepada Timnas tidak cukup tanpa memberikan aksi maupun dukungan berarti terhadap perjuangan Merah Putih.
Dengan chants selama 90 menit, sepanjang laga, selama pertandingan, dipastikan akan menambah semangat juang para penggawa Timnas untuk meraih kemenangan di setiap pertandingan, puncaknya di laga final.
Penulis: Muhammad Adiyaksa
3. Awaydays
Menonton klub kebanggaan bertanding ke kandang lawan selalu menggairahkan. Banyak atmosfir yang tidak ditemukan ketika menonton di kandang sendiri. Mulai dari resiko perjalanan jauh, biaya yang tak murah, mengelabui jadwal aktifitas, sampai dengan ancaman dari suporter lawan. Namun, segala kemungkinan hambatan tersebut akan menjadi suatu tantangan ketika melakukan perjalanan yang mendebarkan, yakni 'awaydays'.
Budaya awaydays dalam ruang lingkup kelompok suporter Indonesia bukanlah hal yang baru menjadi kebiasaan. The Jakmania misalnya, mereka pernah melakukan perjalanan jauh guna mendukung tim kebanggaannya, Persija Jakarta pada 15 tahun yang lalu, saat berhadapan dengan tuan rumah PSM Makassar di Stadion Mattoangin, Sulawesi Selatan.
Ratusan The Jakmania rela menempuh perjalanan sepanjang 1589 km dari Jakarta ke Makassar dan beberapa hari terombang-ambing di lautan. Dengan menggunakan kapal laut, mereka menerjang badai lautan Untuk Mendukung tim Macan Kemayoran. Berkat dukungan dari The Jakmania yang jauh-jauh datang dari Jakarta, Persija sukses memberikan hadiah kepada para pendukungnya tersebut berkat kemenangan 1-0 atas tim tuan rumah.
Mereka menyebutnya sebagai tur tandang, namun dengan masuknya faham budaya suporter benua Biru yang terkenal dengan 'awaydays'nya, maka penyebutan tur tandang semakin terkikis dengan budaya baru dari Eropa tersebut.
Penerapan virus awaydays dari klub lokal telah menyebar hingga ke Tim Nasional. Suporter Persebaya Surabaya, Bonek menjadi pionir dengan menenami Timnas kala bermain di Malaysia pada ajang Piala AFF 2004 lalu. Selang enam tahun kemudian, ratusan Bonek juga berduyun-duyun menginvasi Stadion Bukit Jalil, Malaysia guna mendukung Skuat Garuda di partai final Piala AFF 2010 menghadapi tuan rumah Malaysia.
Di Piala AFF kali ini, Timnas selalu ditemani oleh para pendukungnya kala menjalani laga penyisihan di Manila, Filipina. Tercatat, ribuan suporter Indonesia mendukung perjuangan Boaz Solossa dan kawan-kawan ketika bersua Thailand di laga perdana. Mereka juga menyiapkan segala kebutuhan untuk beraksi di tribun, seperti drum hingga bendera Indonesia berukuran raksasa.
Indonesia akan lebih dulu menggelar laga final leg pertama yang akan berlangsung di Stadion Pakansari, Kabupaten Bogor, Rabu (14/12/16). Setelah itu, anak asuhan Alfred Riedl akan bertandang ke Negeri Gajah Putih untuk melangsungkan pertandingan hidup mati selang tiga hari kemudian.
Suporter Tanah Air diharapkan tetap setia mendukung Timnas Indonesia ketika bermain di laga tandang.
Untuk itu, Skuat Garuda membutuhkan dukungan dari masyarakat Indonesia, terutama suporter yang akan hadir langsung di Stadion Rajamangala, Thailand yang berkapasitas sekitar 65.000 penonton. Merujuk dari aturan FIFA, di mana suporter tim lawan mendapat jatah beberapa persen tiket dari total kapasitas stadion, makan jatah tersebut akan dimaksimalkan oleh suporter Timnas yang berniat melakukan awaydays ke Thailand.
Yang pasti, dengan dukungan suporter Timnas pada laga tandang di Bangkok nanti, sedikitnya akan memberikan pengaruh terhadap mental para penggawa Skuat Garuda dalam menjalani laga penuh ketegangan kontra Thailand yang akan mendapat sokongan dari puluhan ribu pendukungnya.
Suporter Indonesia juga akan menunjukkan, bahwa awaydays juga bisa dilakukan bukan hanya untuk mendukung klub kebanggaan, namun juga untuk negara yang dicintainya.
Penulis: Muhammad Adiyaksa