x

Denyut Pemain Naturalisasi Indonesia dan Jejak Mereka di Piala AFF

Selasa, 13 Desember 2016 08:36 WIB
Editor: Rizky Pratama Putra

Naturalisasi di sepakbola Indonesia sebenarnya bukan hal baru. Adalah lima pemain Belanda yang pertama kali dibajak Indonesia untuk menjadi Warga Negara Indonesia (WNI).

Arnold van der Vin, Van der Berg, Boelard van Tuyl, Pesch, dan Piteersen merupakan lima 'Londo' yang di Merah-Putihkan di medio awal 1950-an. Kelima nama tersebut menjadi pionir bagi proyek naturalisasi yang dilakukan Indonesia 60 tahun kemudian.

Arnold van der Vin merupakan salah satu pemain naturalisasi pertama Indonesia pada medio tahun 1950-an.

Cristian Gonzales kemudian menjadi nama keenam yang masuk dalam daftar pemain naturalisasi. El Loco, julukan sang pemain, meneruskan rekam panjang proyek instan dalam persepakbolaan nasional.

Gonzales resmi menjadi WNI pada tanggal 1 November 2010. Pemain asal Uruguay ini menjadi WNI saat memasuki usia 34 tahun.

Geliat Gonzales memasuki masa terang bersama Timnas Indonesia tak lama berselang di ajang Piala AFF 2010. Hal ini menjadi pemikat sesaat bagi Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) untuk meneruskan kolam naturalisasi bagi sejumlah pemain pada tahun-tahun berikutnya.

Cristian Gonzales menjadi salah satu pemain naturalisasi yang berhasil mengangkat prestasi Timnas Indonesia di Piala AFF 2010.

Akan tetapi tak melulu proyek yang dicanangkan ini mendapat hasil sepadan. Para pemain naturalisasi pun belum menjadi jawaban bagi mandegnya prestasi Skuat Garuda, khususnya di Piala AFF, yang menjadi gengsi sepakbola di kawasan Asia Tenggara.

Bagaimana kiprah para pemain naturalisasi bersama Timnas Indonesia di Piala AFF? Berikut hasil ulasan INDOSPORT;


1. Si Gila Jadi Penanda Musim Semi Naturalisasi

Cristian Gonzales menjadi pionir pemain naturalisasi Indonesia di ajang Piala AFF 2010.

Kandas di semifinal Piala AFF 2008 membuat Indonesia menginginkan prestasi lebih di hajatan selanjutnya. Kalah dua leg melawan Thailand menjadi alarm bahwa skuat Indonesia harus diperbaiki dalam turnamen selanjutnya.

Alfred Riedl ditunjuk sebagai nahkoda baru untuk menggantikan Benny Dollo. Hal ini merupakan langkah pertama PSSI yang kala itu diketuai oleh Nurdin Halid.

Riedl diangkut karena dianggap sukses saat mengangkat performa Vietnam dan Laos. PSSI pun mengambil langkah cepat untuk membujuknya menjadi juru taktik Firman Utina dan kawan-kawan.

Langkah kedua, agak radikal memang tapi terbukti mumpuni untuk meningkatkan performa Indonesia. PSSI melakukan proyek ambisius bernama naturalisasi.

Saat itu, proyek ini dianggap bisa menjadi solusi alternatif bagi Indonesia yang akan menjadi tuan rumah bersama Vietnam di Piala AFF 2010. Cristian Gonzales menjadi armada naturalisasi pertama yang disahkan Indonesia.

Nurdin Halid menjadi pencetus program natusalisasi saat masih menjabat sebagai Ketua Umum PSSI.

Indonesia dibekali skuat dengan rataan usia yang cukup matang saat itu. Perjudian perdana Riedl adalah memaksimalkan peran El Loco atau Si Gila sebagai cakar utama Skuat Garuda.

Riedl berani meminggirkan Bambang Pamungkas yang saat itu menjadi pencetak gol terbanyak sepanjang masa Indonesia.

Hasilnya, Indonesia menggila di babak penyisihan grup. Si Gila membawa Indonesia meraih kemenangan di 3 laga, termasuk menggilas Malaysia dan menghantam Thailand untuk lolos ke semifinal.

Demam sepakbola langsung melanda Indonesia, karena dua orang berdarah asing. Cristian Gonzales dan Irfan Bachdim di skuat Indonesia.

Nama terakhir memang bukan tercatat sebagai pemain naturalisasi. Meski besar di Belanda, namun Bachdim masih tercatat sebagai pemegang paspor Indonesia.

Tapak Indonesia di semifinal pun semakin dalam. Tim Merah Putih sukses menggilas Filipina, yang saat itu menjadi kekuatan baru dengan tim yang sebagian besar diisi oleh pemain keturunan.

Geliat keyakinan untuk membawa trofi Piala AFF untuk kali pertama kembali bertambah saat Indonesia dipastikan melaju ke final. Apalagi, lawan Indonesia adalah Malaysia yang sempat dihancurkan 5-1 saat di babak penyisihan grup.

Cristian Gonzales menjadi salah satu pemain naturalisasi di Timnas Indonesia pada era sepakbola modern.

Ekspektasi berlebih dan keyakinan yang tidak siap menjadi arus balik bagi skuat asuhan Alfred Riedl di laga final. Tanpa dugaan, Malaysia mampu menginjak Indonesia 3-0 di leg pertama final yang digelar di Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur.

Hasil ini membuat mental pemain ambruk dan gagal bangkit di leg kedua yang berlangsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Indonesia hanya mampu menahan imbang Malaysia dan merelakan trofi Piala AFF 2010 dibajak di laga puncak.

Hasil yang cukup mengecewakan bagi publik Indonesia kala itu. Padahal, penggila sepakbola nasional tengah dilanda bulan madu kedua dengan performa Timnas Indonesia.

Cerita naturalisasi pun memasuki babak baru. Kisah Si Gila membawa angin musim semi bagi pemutakhiran warga negara pemain asing yang ingin membela Skuat Garuda.


2. Gagal Total di Periode Kedua

Timnas Indonesia di Piala AFF 2012.

Angin musim semi sepakbola nasional berubah total semusim kemudian. Dualisme kompetisi menjadi awan hitam bagi babak baru sepakbola kelam Tanah Air.

Isu skandal pengaturan skor serta karut marut kompetisi membuat Timnas Indonesia 'masuk angin'. Padahal Indonesia baru saja menjelma menjadi kekuatan baru di Asia Tenggara.

Dampaknya tentu saja jelas terlihat saat Indonesia kembali menjejak langkah di Piala AFF 2012. Kali ini Nilmaizar ditunjuk sebagai juru strategi Skuat Garuda.

Tantangan pertama datang, saat sejumlah pemain tak diizinkan berlaga di Timnas karena dianggap membela klub yang mengikuti kompetisi tak resmi. Badan Tim Nasional pun mencari alternatif dengan memaksimalkan sejumlah pemain naturalisasi.

Raphael Maitimo dan Jhonny van Beukering menjadi pendatang baru di Skuat Garuda di Piala AFF 2012.

Tak kurang ada 3 pemain naturalisasi dipanggil untuk ikut dalam rombongan Nilmaizar berangkat ke Malaysia untuk terjun di Piala AFF 2012. Tonnie Cussel, Jhonny van Beukeuring, dan Raphael Maitimo yang merupakan WNI baru turut serta dalam skuat.

Indonesia ditahan imbang Laos di laga perdana. Raphael Maitimo mencetak gol di laga debutnya bersama Timnas Indonesia.

Pada laga kedua, Indonesia bermain lebih baik dengan mengalahkan Singapura dengan skor tipis 1-0. Sebuah gol dari Andik Vermansah membawa Indonesia meraih asa untuk lolos ke babak selanjutnya.

Pada laga terakhir, Indonesia hanya butuh hasil imbang untuk bisa lolos dari fase grup. Namun, anak asuh Nilmaizar harus pulang kampung sejak awal usai ditekuk Malaysia dengan dua gol tanpa balas.

Tiga pemain naturalisasi tak cukup menegangkat performa Indonesia dalam gelaran Piala AFF 2012 ini. Bahkan, ketiganya dianggap bermain dengan separuh hati untuk Timnas Indonesia kala itu.


3. Semangat yang Masih Padam

Timnas Indonesia di Piala AFF 2014 kembali harus gagal lolos ke semifinal.

Dua tahun diselimuti awan kelam, sepakbola Indonesia mengalami kemunduran cukup jauh. Dualisme kompetisi, karut-marut organisasi menjadi faktor yang membawa prestasi Timnas Indonesia jauh panggang dari api.

Jelang Piala AFF 2014, sepakbola Indonesia mendapat secercah cahaya terang masa depan. Pihak yang tengah berseteru di organisasi melancarkan gencatan senjata.

Kedua kubu yang memanas mencoba menenangkan diri dan membangun kembali sepakbola nasional. Akan tetapi lingkaran konflik membuat mesin persaingan Timnas Indonesia sedikit terhambat.

Meskipun sudah diperkuat sejumlah pilar andalan untuk melakoni laga Piala AFF 2014, Indonesia masih belum mampu berbuat banyak. Padahal, Indonesia kembali diperkuat suntikan pemain naturalisasi.

Bahkan kali ini lebih banyak dibandingkan 2 gelaran sebelumnya dengan 4 orang pemain naturalisasi. Cristian Gonzales dan Raphael Maitimo mewakili pemain naturalisasi dari generasi sebelumnya.

Samsul Arif sempat membuka harapan Indonesia di laga pembuka Piala AFF 2014 lalu.

Dua nama lain adalah Victor Igbonefo dan Sergio van Dijk yang baru saja mendapat legalisasi sebagai WNI. Apalagi, Alfred Riedl kembali dipercaya untuk kembali menukangi armada Indonesia.

Riedl dipercaya sebagai juru taktik mumpuni bagi skuat dinilai bisa bersaing pada ajang yang digelar di Singapura dan Vietnam ini. Akan tetapi, Riedl gagal mengulangi romansa yang didapatnya bersama Indonesia empat tahun sebelumnya.

Laga perdana Indonesia diawali dengan cukup baik dengan menahan imbang tuan rumah Vietnam. Zulham Zamrun dan Samsul Arif menjadi aktor pencetak gol Indonesia di laga ini.

Secara memilukan, Indonesia harus dihancurkan Filipina di laga kedua. The Azkals mampu menaklukkan Indonesia dengan 4 gol tanpa balas dalam laga yang penuh kontroversi ini.

Cahaya itu pun padam pada laga terakhir. Meskipun menang besar 5-1 atas Laos, Indonesia harus tersingkir dari Piala AFF 2014 usai Vietnam mampu menang melawan Filipina di laga pamungkas.

Tersingkirnya Indonesia pada turnamen ini merupakan derita kelam bagi persepakbolaan nasional. Pasalnya ini adalah kali pertama bagi Indonesia yang gagal lolos ke semifinal dalam dua gelaran Piala AFF selama dua tahun berturut-turut.


4. Stefano Lilipaly Penyembuh Luka Pemain Naturalisasi

Stefano Lilipaly melakukan selebrasi usai membuat gol ke gawang Singapura.

Piala AFF 2016 juga menjadi ajang yang sempat disambut apatis oleh para pendukung Timnas Indonesia. Pasalnya, Indonesia baru saja terlepas dari sanksi FIFA dan menepi dari laga internasional selama hampir setahun penuh.

Apalagi, Indonesia hanya memiliki waktu persiapan selama 3 bulan. Sebuah hal yang awalnya dianggap mustahil untuk berprestasi lebih jauh dalam ajang ini.

Sekali lagi, PSSI kembali menunjuk Alfred Riedl sebagai juru taktik. Riedl dinilai telah mengakar dalam kultur sepakbola nasional. 

Pertimbangan yang cukup instan dengan aroma penasaran untuk mengulang romansa masa indah, enam tahun silam. Pekerjaan Riedl semakin berat usai operator kompetisi hanya memperbolehkan dirinya mengambil 2 pemain dari sebuah klub.

PSSI kembali menunjuk Alfred Riedl sebagai pelatih Indonesia di Piala AFF 2016.

Berbekal 3 kali melakukan Training Camp (TC), Riedl mencoba melakukan seleksi ketat. Riedl kembali memutuskan untuk menggunakan pemain naturalisasi.

Kali ini, pelatih asal Austria itu tidak memanggil pemain naturalisasi yang bermain di Indonesia. Riedl justru memanggil Stefano Lilipaly yang berkiprah di Divisi Kedua Liga Belanda bersama SC Telstar.

Sebuah perjudian besar yang diambil Riedl jelang waktu yang sudah semakin mepet jelang keberangkatan ke Filipina. Apalagi Lilipaly baru mengemas 1 caps bersama Skuat Garuda selama kariernya dan baru bisa bergabung dengan skuat lain di menit-menit akhir.

Apatisme itu kemudian dibungkam Lilipaly dengan kemampuan terbaiknya. Meskipun harus takluk dari Thailand di laga perdana penyisihan grup, Lilipaly tak tergantikan di laga-laga selanjutnya.

Pemain yang sempat membela Persija Jakarta ini membawa Indonesia menahan Filipina di laga kedua. Lilipaly juga yang menjadi pahlawan Indonesia berkat golnya ke gawang Singapura untuk meloloskan Skuat Garuda ke semifinal.

Selebrasi Stefano Lilipaly dan para pemain Timnas Indonesia saat memastikan diri melaju ke semifinal Piala AFF 2016.

Indonesia yang sudah dinanti Vietnam di semifinal sedikit diremehkan. Pasalnya, Vietnam merupakan salah satu yang difavoritkan untuk melaju ke final setelah Thailand.

Namun, Lilipaly kembali menjadi motor Indonesia di lini tengah dalam dua leg semifinal melawan Vietnam. Lewat perjuangan keras, Indonesia berhasil melaju ke final untuk menantang Thailand usai menyingkirkan Vietnam dengan skor agregat 4-3.

Stefano Lilipaly sedikit menjadi oase bagi keterpurukan nama para pemain naturalisasi Indonesia. Setelah 6 tahun dianggap gagal mengangkat performa Timnas Indonesia, pria kelahiran Arnhem, 26 tahun silam ini membawa harapan baru dari seorang asing berhati Merah Putih.

IndonesiaPSSICristian GonzalesAlfred RiedlRaphael MaitimoPiala AFF 2016Sergio van DijkStefano LilipalyLiga IndonesiaNurdin Halid

Berita Terkini