x

Battle of Montevideo, Menziarahi Laga Paling Brutal Sepanjang Sejarah Piala Interkontinental

Rabu, 14 Desember 2016 14:00 WIB
Editor: Rizky Pratama Putra

Glasgow Celtic berhasil menuntaskan Racing Club pada leg pertama Piala Interkontinental 1967. Celtic unggul tipis melalui gol tunggal Billy McNeill di menit ke 29 dalam duel yang digelar di Hampden Park, Glasgow.

Kemenangan ini menjadi bekal utama Celtic jelang leg kedua yang akan berlangsung di Argentina. Celtic hanya membutuhkan hasil imbang pada pertemuan kedua untuk memastikan trofi Piala Interkontinental kembali ke Eropa.

Glasgow Celtic berhasil unggul saat menjamu Racing Club di leg pertama Piala Interkontinental 1967.

Tahun sebelumnya, klub asal Amerika Selatan lain yang menjadi pemenang trofi yang mempertemukan juara Liga Champions dengan kampiun Copa Libertadores ini. Penarol secara mengejutkan mampu meruntuhkan kejayaan Real Madrid dengan skor agregat 4-0 untuk menjuarai ajang ini setahun sebelum laga panas tersebut berlangsung.

Racing yang mewakili naluri sepakbola latin, akhirnya bisa membalikkan keadaan pada leg kedua. Klub asal Rosario, Argentina ini sukses menaklukkan tamunya saat berlaga di Estadio El Cilindro.

Sebuah gol tandang dari Celtic memaksa Racing Club menjalani laga ketiga untuk memperebutkan Piala Interkontinental 1967.

Dua gol dari Raffo dan Cardenas menjadi penyambung nafas bagi Racing dalam laga tersebut. Sayang satu gol dari Gemmel memaksa skor agregat menjadi sama kuat 2-2.

Saat itu, aturan soal adu penalti belum diterapkan. Maka laga penentuan akan dilangsungkan dalam sebuah play off atau laga ketiga.

Laga inilah yang akan mencatatkan dirinya sebagai salah satu laga paling brutal dalam sepakbola. Drama 6 kartu merah akan mewarnai laga yang bakal digelar di Montevideo, Uruguay.

Bagaimana kerasnya pertandingan kedua tim dalam drama 90 menit berikutnya? Berikut hasil ulasan dari INDOSPORT;


1. Salah Sejak Awal

The Battle of Montevideo 1967.

Skor agregat 2-2 pun memaksa pertandingan harus dilanjutkan dengan pertandingan play off, atau laga ketiga. Belum diterapkannya atuan tentang adu penalti membuat laga final Piala Interkontinental 1967 berlangsung lebih panjang.

Pertandingan ketiga ini sejatinya akan berlangsung di tempat yang netral. Montevideo dipilih menjadi tuan rumah penentuan juara antarbenua tersebut.

Estadio Centenario akan menjadi saksi laga pamungkas dalam laga terbesar di turnamen antarklub sejagad kala itu. Stadion terbesar di Uruguay tersebut berkapasitas 65 ribu kursi.

Stadion ini juga memiliki pagar pembatas dari baja. Hal ini menjadi alasan memilih ibu kota Uruguay tersebut sebagai penyelenggara laga penentuan ini.

Jarak juga menjadi pertimbangan digelarnya laga tersebut di kawasan Amerika Selatan. Tidak mungkin kedua tim kembali melakukan perjalanan ribuan mil yang saat itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Akan tetapi, Montevideo tidak benar-benar netral. Jaraknya kurang dari 600 kilometer dari Buenos Aires, ibu kota Argentina, tak lebih jauh dari jarak antara Jakarta dengan Surabaya yang mencapai 768 kilometer.

Tentu saja hal ini menjadi keuntungan sendiri bagi pendukung Racing. Mereka bisa memaksimalkan laga tersebut dengan lebih banyak dukungan dari para pendukung.

Celtic sendiri menolak untuk langsung berangkat menuju Montevideo. Kericuhan yang sempat terjadi di leg kedua membuat para pemain tertahan dan baru bisa beristirahat tengah malam.

Sementara babak play off akan dilangsungkan 3 hari setelah laga leg kedua. Perjalanan final ini merupakan kerugian besar bagi wakil Eropa tersebut.

Hasrat juara dan kelelahan tentu saja menjadi bahan bakar utama bagi tragedi yang siap tercatat. Fanatisme pendukung pun ikut menyulut sebuah perang baru; The Battle of Montevideo.


2. Dua Kartu Merah dan Hunusan Pedang Warnai Paruh Pertama.

The Battle of Montevideo 1967.

Laga dipimpin oleh wasit yang berbeda dari laga kedua, Esteban Marinho, yang sempat dikecam kubu Celtic. Pasalnya, wasit asal Uruguay ini sering kali memberikan keputusan yang dianggap berpihak kepada kubu Argentina.

Rodolfo Perez Osorio pun didapuk menjadi wasit di babak ketiga ini. Wasit asal Paraguay ini diharapkan menjadi pengadil yang netral, meskipun tetap berasal dari Amerika Selatan.

Laga dimulai dengan tanda-tanda pertandingan akan berjalan normal. Wasit meminta kedua kapten bisa menjaga pasukannya untuk tidak memancing hal-hal yang provokatif. 

Namun, tensi tinggi sudah kadung merasuki kedua tim sejak awal babak pertama. Pelanggaran keras sudah terjadi di menit-menit awal jalannya laga. 

Bahkan, Wasit harus menghentikan laga saat pertandingan memasuki menit ke-23. Kedua kapten pun dipanggil sang pengadil ke tengah lapangan diiringi pengawalan ketat dari pihak keamanan.

Wasit meminta para kapten untuk bisa mengendalikan rekan-rekannya. Meskipun keputusan wasit menjadi salah satu penyebab laga berlangsung demikian brutal.

Sepanjang 30 menit pertandingan wasit telah memberikan 30 pelanggaran untuk Celtic. Sementara Racing didakwa melakukan 27 pelanggaran. 

Artinya, ada satu pelanggaran yang terjadi dalam setiap satu menit laga berlangsung. Sebuah pertandingan yang brutal yang tercatat dalam sepakbola.

Kericuhan langsung mewarnai babak pertama laga playoff Piala Interkontinental 1967.

14 menit kemudian laga kembali berhenti. Kali ini Jimmy Johnstone harus terkapar di lapangan.

Pemain Celtic tersebut diketahui mendapat pukulan keras dari Juan Rulli. Aksi ini memancing emosi dari para pemain Celtic dan kericuhan pun terjadi.

Pemain Celtic lain, John Clark pun langsung menghampiri Rulli dan Alfio Basile. Clark bahkan menantang mereka dengan memasang gaya layaknya seorang pemain kick boxing.

Setelah terhenti selama menit, wasit pun melanjutkan pertandingan dengan dua kartu merah yang dikeluarkan. Satu untuk Rulli dan satu lagi untuk Bobby Lennox, yang sebenarnya tidak terlibat dalam kericuhan tersebut.

Jack Stein sebenarnya memiliki kesempatan untuk tetap mempertahankan Lennox di dalam pertandingan. Namun pemain tersebut terlanjur diusir ke luar lapangan oleh petugas keamanan yang mengancamnya dengan hunusan pedang.


3. Brutalitas Kelam dalam Sepakbola

The Battle of Montevideo 1967.

Babak kedua baru berlangsung 3 menit, Celtic kembali harus kehilangan pemain akibat dikartu merah. Jimmy Johnstone yang sudah tersaput emosi melakukan hadangan keras kepada Rulli.

Racing berhasil memanfaatkan momentum ini. Unggul jumlah pemain, juara Copa Libertadores ini sanggup memimpin di menit ke-55.

Sebuah sepakan terukur dari Juan Cardenas membuat skor sementara berpihak kepada kubu klub asal Argentina. Sepakan kaki kiri Cardenas dari luar kotak penalti tak terbendung oleh kiper Celtic, John Fallon.

Celtic kembali merugi usai salah satu pemainnya diusir ke luar lapangan oleh wasit. John Hughes menerima kartu merah usai kedapatan menendang kiper Agustin Cejas di menit ke-74.

Empat menit kemudian giliran Juan Rulli yang menerima kartu merah. Gelandang Racing ini harus diusir ke luar lapangan karena meninju John Clark.

Dua menit sebelum laga usai, kericuhan kembali terjadi. Kepolisian Uruguay pun kembali masuk ke lapangan untuk meredakan kemarahan dari kedua tim.

Buntutnya, Bertie Auld pun harus menjadi pemain Celtic keempat yang menerima kartu merah. Uniknya, Auld menolak untuk pergi dari lapangan dan terus bermain hingga pertandingan usai.

Saat ketegangan berlangsung, Tommy Gemmel melakukan upaya tidak terpuji. Pemain Celtic tersebut menendang seorang pemain Racing di bagian kemaluan.

Laga panas ini pun akhirnya berkesudahan untuk kemenagan Racing. Enam kartu merah dan dua kali pihak kepolisian turun tangan mewarnai trofi juara untuk Racing.


4. Juara yang Ternoda

Racing berhasil menjadi juara di Piala Interkontinental 1967.

Racing berhasil mengunci sejarah usai menjadi kampiun Piala Interkontinetal 1967. Ini merupakan kali pertama bagi Racing dan klub asal Argentina sepanjang sejarah Piala Interkontinental.

Namun, Racing harus mendapat gelar ini di tanah Uruguay yang memiliki sentimen tebal atas Argentina secara sosial politik. Bahkan, para penonton Uruguay pun membela Celtic dalam laga ini, alih-alih mendukung saudara sejazirah mereka asal Argentina tersebut.

Ketegangan tetap berlangsung usai pertandingan berlangsung. Saat Racing ingin melakukan victory lap, para penonton melempari pemain Racing dengan benda yang bisa mereka lempar.

Bahkan, para pemain Racing harus tertahan di tengah lapangan hingga waktu yang cukup lama. Pemain Racing baru bisa dievakuasi usai pihak keamanan mengevakuasi mereka ke kamar ganti.

Racing mendapati mahkota bersejarah di atas catatan kelam sportivitas dalam sepakbola. Pertandingan ini akan selamanya dikenang sebagai salah satu laga terkotor sepanjang sejarah.

6 kartu merah dalam satu pertandingan tentu saja menjadi awan kelabu bagi sebuah laga kelas dunia. Namun demikian sebuah aksi sportif tetap dijunjung oleh salah satu awak Racing, Roberto Perfumo.

Perfumo, yang menjadi kapten Racing usai Oscar Martin ditarik keluar mendatangi Billy McNeill, kapten Celtic di lorong menuju kamar ganti usai pertandingan. Perfumo kemudian menjabat tangan dan memeluk McNeill dalam kesempatan tersebut.

Glasgow CelticPiala Dunia AntarklubRacing ClubIn Depth SportsFlashback

Berita Terkini