x

Mengakui Kegagalan, Meretas Jalan Menuju Prestasi Sepakbola Indonesia

Rabu, 21 Desember 2016 16:26 WIB
Editor: Rizky Pratama Putra

Dua gol dari Shiroch Chatthong membuyarkan mimpi Indonesia untuk menjadi yang pertama di Piala AFF 2016. Berkat Chattong, Thailand mampu membalikan skor agregat menjadi 3-2 di akhir pertandingan.

Laga yang digelar di Stadion Rajamangala, Bangkok, Sabtu (17/12/16) ini pun bermuara pada dua kontradiksi sejarah. Thailand keluar sebagai pemenang untuk kali kelima sedangkan Indonesia kembali menenggak kegagalan kelima sepanjang sejarah 20 tahun berlangsungnya Piala AFF.

Kabar baik datang dari Tanah Air, kemudian. Para pendukung Indonesia mengawal semangat perjuangan para pemain dengan menyebut bahwa titik ini merupakan salah satu segi keberhasilan. Sejumlah kendala yang dialami saat pembentukan tim menjadi alasan.

Mulai dari kondisi organisasi yang tengah dalam pemulihan cedera serius. Hingga problem klasik soal perbedaan visi antara pelatih Timnas dengan operator kompetisi.

Waktu persiapan mepet, yang menjadi jualan khas dari pembenaran akan geliat suram prestasi menjadi bonus. Beruntung, persatuan dan semangat tarung ala Nusantara membungkus rapi kegelisahan akan menjauhnya sumur prestasi sepakbola nasional.

Lalu bagaimana nasib Timnas Indonesia pasca euforia Piala AFF 2016? Berikut hasil ulasan INDOSPORT;


1. Ihwal Kebahagiaan Bernama Harapan

Suporter Timnas Indonesia kibarkan bendera Merah Putih di Stadion Pakansari, Bogor.

Indonesia hanya meraih gelar runner up Piala AFF untuk kali kelima sepanjang sejarah. Uniknya, Gelar kelima ini diraih dalam 5 kesempatan Indonesia melaju ke partai puncak.

Khsusus tahun ini, keikutsertaan Indonesia di ajang bergengsi se-Asia Tenggara ini diawali dengan pengharapan yang tak begitu kompleks. Maklum saja, baru pada tanggal 14 Mei 2016 Indonesia bisa lepas dari sanksi yang diberikan FIFA.

FIFA mengucilkan Indonesia dari persepakbolaan internasional sejak 31 Mei 2016. Ihwalnya, bukan barang baru di dunia sepakbola Tanah Air.

Indonesia dijatuhi sanksi oleh FIFA pada tahun 2015 sehingga dikucilkan dari persepakbolaan internasional.

Kisruh di internal Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) menjadi penyebab kegaduhan. Kali ini, PSSI berkonfrontasi dengan pemerintah yang diwakili Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).

Kemenpora yang gerah dengan situasi ini kemudian membekukan PSSI. Kemenpora kemudian mengambil alih sepakbola nasional dalam kendalinya. 

Inilah yang membuat FIFA berpikir bahwa sudah saatnya Indonesia menyelesaikan masalah dapur sepakbola negaranya. FIFA sendiri menegaskan bahwa haram hukumnya bagi federasi sepakbola sebuah negara diintervensi langsung oleh pemerintah.

Para pendukung berharap prestasi sepakbola Indonesia akan segera mengilap usai lolos dari sanksi FIFA.

Prasyarat kedua kemudian berlaku tak lama setelah merdekanya PSSI dari sanksi FIFA. Kompetisi bergulir kembali, angin muson barat membawa hujan pengharapan bagi situasi persepakbolaan negeri ini.

Tim transisi yang dimandatkan untuk menjadi jembatan penghubung islahnya Kemenpora dan PSSI menggulirkan kompetisi bertajuk Torabika Soccer Championship (TSC) 2016.

Kompetisi ini diharapkan menjadi wadah bagi dahaga masyarakat akan semangat lapangan hijau. Kebahagiaan baru terbentuk, sebuah harapan akan masa depan sepakbola nasional menuju ke arah yang lebih baik.


2. Mendung Bergelayut di di Langit Kompetisi

Bentrokan pendukung Persegres Gresik United dan PS TNI terjadi di awal TSC 2016 bergulir.

Angin transisi yang berhembus meniup sistem kompetisi awal Indonesia. TSC 2016 terbagi menjadi dua jenjang kompetisi.

TSC A yang berisikan tim alumni Indonesia Super League (ISL) 2015 lalu. Sementara TSC B berisikan tim yang menghuni Divisi Utama di tahun yang sama.

Simultan dengan penyelenggaraan TSC 2016, Liga Nusantara pun bergulir kemudian. Liga Nusantara merupakan kompetisi dari klub amatir di Indonesia.

Bentrokan suporter Persegres Gresik United dan PS TNI merupakan salah satu catatan kelam TSC 2016.

Penjenjangan kompetisi ini dilakukan dengan harapan semua lini di persepakbolaan Tanah Air mendapat kesempatan yang sama untuk terlibat. Namun demikian, keriuhan pendukung dan sumbatan prestasi belum mampu diredakan.

Kegelisahan para pendukung ini kemudian membuat kompetisi diwarnai dengan sejumlah insiden yang mewarnai pertandingan. Hingga bulan Oktober 2016 tercatat 3 orang tewas akibat insiden bentrokan yang melibatkan suporter.

Fanatisme berlebih dan kerinduan akan iklim persaingan membawa anomali tersendiri dalam kompetisi musim ini. Namun demikian, 'the show must go on', kompetisi tetap berlanjut di tengah mendung yang masih bergelayut di langit sepakbola kita.


3. Tabuhan Harapan Menuju Pentas Internasional Perdana

Alfred Riedl diberi kesempatan untuk membesut Indonesia di Piala AFF 2016.

Pembenahan sepakbola Indonesia bersemi dan memulih. Sanksi FIFA tercabut dan berjalannya kompetisi menjadi nilai utama dukungan publik terhadap roda organisasi.

PSSI pun bertindak cepat selepas pulihnya status sepakbola Indonesia di dunia internasional. Ajang perdana pun mengetuk pintu Indonesia, Piala AFF 2016.

Tahun ini Piala AFF 2016 akan digelar pada akhir November 2016. Praktis hanya tersisa kurang dari 4 bulan untuk melakukan persiapan.

Alfred Riedl mendadak menjadi perbincangan para pendukung Skuat Garuda. Riedl dipilih sebagai pelatih Timnas Indonesia pada tanggal 10 Juni 2016.

Riedl dikontrak PSSI untuk membawa Indonesia di Piala AFF 2016. Meskipun dengan persiapan yang mepet, pelatih Austria ini memiliki keyakinan tersendiri.

“Waktu memang sudah mepet, tetapi modal utamanya adalah antusiasme dan sikap sportif dari semua pihak. Saya yakin dengan begitu, semoga target bisa tercapai. Itu keyakinan saya,”ucap Riedl usai ditunjuk oleh PSSI.

PSSI resmi menunjuk Alfred Riedl sebagai nahkoda baru Indonesia untuk berlaga di Piala AFF 2016.

Misinya jelas, mengembalikan kejayaan sepakbola Indonesia di Asia Tenggara. Ekspektasi pun mulai tumbuh selepas penunjukkan pelatih yang juga pernah melatih Palestina, Laos, dan Vietnam ini.

Memori indah 6 tahun silam menjadi rekaman paling kuat saat sekilas mendengar namanya. Riedl memang sempat sukses menyembulkan Indonesia di Piala AFF 2016.

Sementara dalih kultural menjadi alasan PSSI menunjuk Riedl sebagai juru taktik tim Merah Putih. Riedl dianggap sudah mengenal betul kondisi persepakbolaan Indonesia.

"Kami sadar bahwa ini akan menimbulkan pro dan kontra. Tapi kami mengambil keputsan yang cepat ini untuk Riedl dapat segera mempersiapkan tim," jelas Hinca Panjaitan yang saat itu dipercaya sebagai Plt. Ketua Umum PSSI.

Gairah persaingan pun mulai terbibit di benak pendukung Indonesia. Harapan akan atmosfer membela Timnas pun kembali bergemuruh para pendukung Skuat Garuda.


4. Gulana Sang Opa Selama Membangun Skuat Garuda

Alfred Riedl paham betul tingkat kesulitan untuk membangun sebuah skuat Timnas dengan persiapan yang mepet. Riedl sendiri enggan terburu untuk mengumumkan pemain yang akan dipilihnya untuk menghuni Timnas Indonesia.

Pelatih yang sebelumnya pernah 2 kali menangani Indonesia pun meniru jejak Indra Sjafri dalam melakukan pemantauan pemain. Riedl turun langsung untuk melihat sejumlah pemain incarannya dengan menonton laga TSC 2016.

Tercatat, Riedl sempat singgah di Jakarta, Sidoarjo, Gresik, dan Bogor untuk memamntau sejumlah pemain incarannya. Kehadiran Riedl ini juga disebutnya untuk kembali memantapkan dengan atmosfer persepakbolaan nasional.

Sebulan kemudian, Riedl telah siap mengumumkan skuat. Sebanyak 47 pemain dipanggil Riedl untuk melakukan seleksi awal Skuat Garuda.

Riedl merencanakan sistem eliminasi dalam training camp (tc) yang akan digelarnya. TC ini juga akan terbagi menjadi 4 periode dengan sistem pemain masuk dan keluar dalam setiap sesinya.

Baru saja membuat terobosan baru untuk menggeber persiapan yang mepet, Riedl dihadapkan pada polemik baru. PT Gelora Trisula Semesta (PT GTS) selaku operator kompetisi hanya mengizinkan Riedl untuk memanggil 2 pemain dari satu klub.

"Opsi pertama akhirnya dipilih di mana Riedl hanya boleh ambil dua pemain. Dan klub harus rela melepaskan pemainnya. Hal ini semata-mata agar tim tidak merasa dirugikan dengan kehilangan pemain," jelas Joko Driyono selaku Direktur Utama PT GTS.

Periodesasi ini kemudian memunculkan krisis pemain untuk membela Timnas Indonesia. Pasalnya, keberadaan pemain berkualitas di setiap klub tidak merata. 

Riedl tak menyerah, dengan kegigihan dan kedisiplinan yang menjadi ciri khasnya, Riedl tetap berusaha menggembleng pemain yang terpilih untuk melakukan tc. Timnas Indonesia dibawanya menatap angan untuk bisa melaju dalam harapan publik sepakbola nasional.


5. Keyakinan Seadanya Jadi Modal Timnas Indonesia

Timnas Indonesia tiba di Bandar Udara Internasional Noi Bai, Vietnam.

Rahim tc ala Alfred Riedl akhirnya memunculkan skuat utama Indonesia. Indonesia membawa 23 pemain menuju Filipina, lokasi babak penyisihan Grup A di mana Indonesia akan bertarung bersama Thailand, Filipina, dan Singapura.

Indonesia berbekal 4 kali uji coba sebelum berangkat ke Filipina. Malaysia, Myanmar, dan Vietnam menjadi kawan tanding Indonesia dalam laga tersebut.

Vietnam mendapat 2 kali jatah uji coba melawan Skuat Garuda. Laga pertama dilakukan di Indonesia dan laga berikutnya berlangsung di Vietnam.

Hasilnya tidak bisa dibilang memuaskan, namun juga tidak mengecewakan. Hasil sekali menang, 2 kali imbang, dan sekali kalah menjadi modal evaluasi Riedl jelang Piala AFF 2016.

Hal ini sempat membuat ekspektasi publik Indonesia sedikit gamang. Apalagi 3 tim kuat telah menunggu Indonesia di babak penyisihan.

Skuat Garuda pun hanya diharapkan bisa lolos dari fase penyisihan grup. Jika berkaca pada 2 penyelenggaraan sebelumnya, Indonesia memang hancur lebur di babak penyisihan di tahun 2012 dan 2014. 


6. Semangat Kebangsaan itu Lahir Kembali

Selebrasi Timnas Indonesia usai dipastikan berhasil melaju ke babak final Piala AFF 2016.

Indonesia mengawali babak penyisihan Grup A dengan kekalahan di laga perdana. Melawan Thailand, Indonesia harus menyerah 4-2 dalam laga pembuka.

Hasil ini sempat membuat publik Indonesia mengernyitkan dahi soal peluang Boaz Solossa dan kawan-kawan. Akan tetapi, heroisme pun munyeruak dari para penggawa Timnas Indonesia.

Boaz mampu menjadi inspirator untuk membawa Indonesia meraih 4 poin untuk lolos dari Grup A yang disebut sebagai grup neraka di Piala AFF 2016. Hasil imbang melawan tuan rumah Filipina, dan kemenangan atas Singapura mengantar Skuat Garuda terbang menyongsong babak semifinal.

Hattrick Teerasil Dangda membawa Thailand mengahncurkan Indonesia di laga pertama Piala AFF 2016.

Meskipun kekalahan Filipina dari Thailand menjadi catatan kaki Alfred Riedl sebagai keberuntungan. Namun, rahim Timnas Indonesia sekali lagi melahirkan euforia kebangsaan di Indonesia.

Gegap gempita masyarakat menyambut Timnas Indonesia pecah layaknya 6 tahun silam. Memori indah akan perkawinan antara pemain dan pendukung mulai bersemi.

Pada akhirnya akad tersebut berlangsung saat leg pertama semifinal Piala AFF 2016. Stadion Pakansari menjadi saksi janji setia pendukung untuk terus memberikan semangat kepada Timnas Indonesia berlaga.

Hasilnya, Indonesia sukses menaklukkan Vietnam dalam laga ini. Kepala Garuda semakin tegak menghadapi laga selanjutnya yang akan berlangsung di Vietnam.

Meskipun tidak semewah para suporter Eropa yang rela melakukan awaydays untuk mendukung Timnasnya, geliat pencinta sepakbola Tanah Air tetap terjaga.

Stefano Lilipaly menjadi idola baru publik sepakbola Indonesia usai tampil prima di Piala AFF 2016.

Warung makan, kedai kopi, hingga Kantor Kemenpora disesaki acara nonton bareng laga leg kedua semifinal Piala AFF 2016.

Jejak Garuda dalam sabubari rakyat Indonesia kembali menggelora. Hasilnya pun memecah klimaks kebisingan prestasi Timnas Indonesia. 

Indonesia kembali sukses melaju ke final usai menahan imbang Vietnam di Hanoi. Laga final pun ditunggu sebagai pertandingan klasik karena Indonesia telah ditunggu Thailand di partai puncak.


7. Lima Final Satu Cerita

Timnas Indonesia Piala AFF 2016.

Kebisingan soal perjalanan Timnas Indonesia kembali menggetarkan jagat Nusantara. Gilang gemilang perjuangan anak asuh Alfred Riedl membawa aroma nasionalisme yang lama hilang dalam kisah heroisme Timnas Indonesia.

Genderang kebangkitan kepercayaan masyarakat terhadap prestasi sepakbola nasional dipukul keras oleh Presiden Joko Widodo. Hal ini terlihat dengan kehadirannya dalam laga leg pertama final Piala AFF 2016 di Stadion Pakansari, Kabupaten Bogor.

Suntikan semangat ini semakin meyakinkan bahwa Piala AFF 2016 adalah titik balik persepakbolaan nasional. Skuat Garuda yang ringkih di awal bertransformasi menjadi tim yang memiliki daya ledak cukup eksplosif.

Aksi Timnas Indonesia di leg pertama final Piala AFF 2016 disaksikan langsung oleh Presiden Joko Widodo.

Kepercayaan ini dibayar lunas oleh Boaz dan kawan-kawan. Modal berharga kemenangan 2-1 diraih di depan publik sendiri.

Kiatisuk Senamuang pun dipaksa sulit tidur karena kekalahan perdana Thailand di Piala AFF 2016 tersebut. Bagaimana tidak, Indonesia yang dipaksa tunduk di laga perdana mampu membuat timnya jauh dari kata digdaya di leg pertama final Piala AFF 2016.

Kecemerlangan ini membawa euforia publik Indonesia semakin menggelegak. Tak ada lagi bacaan akan statistik akan kekuatan lawan, enggan membuka analisa terhadap kegagalan yang menyebabkan kerugian di laga perdana.

Seluruh atmosfer berubah menjadi satu suara; Indonesia Juara. Senyum semangat dan gelora dukungan pendukung menjadi kendaraan utama Indonesia jelang laga kedua di Bangkok.

Akan tetapi, kedewasaan tim dan mental berbicara lain. Thailand membuktikan hal ini di lapangan.

Alih-alih bermain tegang seperti Vietnam, Thailand justru menikmati laga penentuan dengan bermain santai. Teerasil Dangda dan kawan-kawan pun mampu menguasai laga sejak babak pertama.

Thailand berhasil menjadi juara Piala AFF 2016 usai mengalahkan Indonesia di final dengan skor agregat 3-2 di akhir laga.

Hasilnya, Indonesia mampu dilibas dengan dua gol tanpa balas. Ini merupakan kisah kelima dengan akhir yang sama bagi Indonesia.

Tertunduk lesu di laga puncak seperti menjadi kebiasaan lama. Hal ini memaksa Indonesia harus menunggu lebih lama untuk meraih juara pertama kalinya di Piala AFF 2016.


8. Merawat Keberhasilan dari Kemalangan

Timnas Indonesia disambut langsung oleh Menpora, Imam Nahrawi

Kekalahan di final tidak membuat para pendukung berkecil hati. Meski tidak dipungkiri bahwa kegagalan meraih juara kemudian dibalut dengan sebuah kebanggan akan keringat perjuangan para pemain.

Seluruh Indonesia mengucapkan terima kasih dan memberi panen kebanggan pada anak asuh Alfred Riedl. Tidak hanya itu, tanda pagar di media sosial dipenuhi oleh berbagai puja-puji dari masyarakat. 

Seusai taburan dukungan selama Piala AFF 2016, Skuat Garuda disambut bak pahlawan perang. Timnas Indonesia langsung disambut oleh Menpora setibanya di Bandara Soekarno-Hatta.

"Kita akan lakukan penjemputan. Tentu akan kami rencanakan lebih lanjut karena harus bicara dengan PSSI," ujar Menpora.

Para pemain Indonesia mendapat sambutan meriah saat tiba di Bandara Soekarno-Hatta.

Esoknya, Presiden Joko Widodo pun menjamu para pemain di Istana Negara. Hal yang biasa dilakukan untuk menyambut para veteran perang yang meraih kegemilangan.

Bonus yang dijanjikan sebelum laga tetap diberikan meski tak sebesar andai Timnas Indonesia meraih juara. Para pemain yang terpukul dan kecerwa karena kekalahan di final pun sedikit mereda.

Publik sukses menyelamatkan hati para pahlawan di Piala AFF 2016. Pelipur lara kelima setelah kembali menjadi yang terbaik kedua di Asia Tenggara.

Akan tetapi, Timnas Indonesia harus segera menjadi pahlawan sesungguhnya. Tentu saja dengan oleh-oleh trofi ke depan hari.


9. Heroisme Utuh dan Pengakuan Kegagalan

Timnas Indonesia foto bersama dengan Joko Widodo, Imam Nahrawi, Edy Rahmayadi, Joko Driyono dan sejajar lainnya.

Boaz Solossa dan kawan-kawan tidak bisa menjadi korban dari pengalihan kegagalan negara membentuk sistem olahraga yang ideal. Publik tidak bisa lagi berpura-pura bahwa ada sesuatu yang tidak beres dari sebuah kegagalan.

Problematika perjalanan Timnas Indonesia jelang Piala AFF 2016 bukan barang baru. Pengabaian terhadap evaluasi akan menjadi celaka.

Pembentukan sistem usia dini sebagai bibit harus segera dibenahi. Belum lagi soal kompetisi berjenjang yang kini masih fakir dalam sepakbola nasional.

"Ke depan kita harus lebih baik yang dimulai dengan persiapan yang matang dan terprogram dengan baik," ujar Edy seperti dikutip dari Antara.

Harapan terbuka saat Imam Nahrawi, selaku Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), dan Edy Rahmayadi selaku orang tertinggi di PSSI sudah satu suara. Harus ada evaluasi menyeluruh atas kegagalan di Piala AFF 2016.

Para pemain Indonesia di Piala AFF 2016 diterima langsung oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara.

Pembentukan Timnas sudah tidak bisa lagi melalui proyek instan akan tetapi melalui sebuah target jelas ke depan. Kita bisa berkaca pada Thailand dan Singapura yang telah mencangankan mendunia dalam 10 tahun ke depan.

"Tapi saya berharap ini (kekalahan di Piala AFF 2016) menjadi catatan penting ke depannya Timnas disiapkan dari awal. Tidak boleh lagi menjelang kick off baru disiapkan," ungkap Imam.

Indikator prestasi dalam benak masyarakat sepakbola harus selaras dan mulai diubah. Penting bagi Indonesia untuk segera memiliki cetak biru prestasi yang akan diraih.

Pasalnya, tidak mungkin publik menjadi paramedis abadi bagi luka para penggawa Indonesia yang mengalami kegagalan. Bantahan berbalut heroisme semu akan jemu mana kala masyarakat sadar bahwa reformasi sistem persepakbolaan nasional berhenti berjalan.

A luta Continua!

IndonesiaPSSIAlfred RiedlPiala AFF 2016ThailandKementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora)Imam NahrawiJoko WidodoJokowiMenporaIn Depth Sports

Berita Terkini