x

3 Rahasia Keberanian Klub China Beli Pemain dengan Harga Fantastis

Jumat, 30 Desember 2016 21:03 WIB
Penulis: Arum Kusuma Dewi | Editor: Joko Sedayu

Carlos Tevez merupakan pesepakbola teranyar yang direkrut klub Liga Super China, Shanghai Shenhua, Kamis (29/12/16). Tevez dikabarkan dipinang dengan mahar 84 juta euro (Rp1,2 triliun) dan digaji 753 ribu dolar AS (Rp10,1 miliar) per pekan, mengalahkan pemain papan paling atas dunia saat ini, Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi.

Sebelumnya, ada pemain bintang lainnya yang merapat ke China, yakni Oscar, Graziano Pelle, Demba Ba, hingga Gervinho. Tak hanya para pemain, pelatih klub-klub dunia juga ditarik untuk membenahi klub China, seperti Marcello Lippi yang membesut Guangzhou Evergrande dan Sven-Goran Eriksson yang pernah memanajeri Guangzhou R&F, Shanghai SIPG, dan kini Shenzhen FC.

Agen super Eropa, Jorge Mendes bahkan menyatakan bahwa Cristiano Ronaldo juga dilirik untuk bermain di China, dengan tawaran sebesar 300 juta euro (Rp 4 triliun). Namun tawaran menggiurkan tersebut ditolak Ronaldo yang masih ingin bermain di tingkat top Eropa.

Pelatih Arsenal, Arsene Wenger bahkan pernah menyuarakan kekhawatirannya akan dominasi China yang berani jor-joran untuk membeli pemain. "China tampaknya punya kekuatan finansial untuk memindahkan seluruh Liga Eropa ke China," ujarnya saat konferensi pers Februari tahun ini, dikutip CNBC.

Data dari Forbes menunjukkan, bila ditotal, China melangkahi semua liga-liga di dunia dalam hal transfer pemain. Dua liga teratas China menghabiskan dana 430 juta dolar AS (Rp5,79 triliun) di bursa transfer, 315 juta dolas AS (Rp4,24) di antaranya dihabiskan untuk pemain asing saja.

Berikut tiga alasan keberanian klub-klub China berani menghamburkan dana untuk membeli pemain asing dengan harga fantastis, yang telah INDOSPORT rangkum untuk Anda:


1. Mimpi Sang Presiden

Ilustrasi presiden China, Xi Jinping.

Presiden China, Xi Jinping terkenal sebagai penggemar berat sepakbola. Bahkan sebelum terpilih menjadi presiden pada 14 Maret 2013 lalu, Xi sudah mendeklarasikan mimpinya untuk sepakbola China: masuk kualifikasi, menjadi tuan rumah, dan memenangi Piala Dunia.

Tidak hanya berandai-andai, Xi memiliki misi untuk membangun 20 ribu pusat latihan dan 70 ribu lapangan hingga 2020 nanti, seperti diberitakan Financial Times. Kurikulum pendidikan China juga diselipkan model pembelajaran untuk menjaring bibit-bibit muda dari seluruh negeri.

Hal tersebut sebagai perwujudan pandangan Xi yang menekankan bahwa perkembangan sepakbola China harus dimulai dari akar rumput.

Dilansir BBC, Presiden Xi bahkan optimistis mampu membangun industri sepakbola dalam negeri yang akan mencapai nilai 850 miliar dolar AS pada 2025 nanti.

Pria yang juga menjabat sebagai Sekjen Partai Komunis China ini pun menyempatkan diri untuk mengunjungi kompleks latihan Manchester City, saat lawatan kenegaraan ke Inggris Oktober tahun lalu.

Profesor Kewirausahaan Olahraga Universitas Salford Manchester, Simon Chadwick menjelaskan rencana pemerintah China dalam dua pendekatan: pengeluaran dalam jumlah besar dari atas (pemerintah dan dunia industri), dan fokus pada pembangunan bibit-bibit muda dari bawah (akar rumput) ke atas.

Dengan visi misi serius dan keterlibatan langsung dari Sang Presiden, pemerintah bersama para pengusaha besar China tak ragu menyokong perkembangan sepakbola di negara berpenduduk terbanyak di dunia itu, termasuk berani mendatangkan pemain-pemain bintang internasional.


2. Suntikan Dana dari Perusahaan-perusahaan Raksasa China

Xu Jiayin adalah pengusaha asal China yang merupakan Chairman Evergrande Group.

Dengan mandat dari pemerintah untuk memajukan sepakbola China, dunia industri mereka tak ragu menanamkan investasi besar untuk klub-klub sepakbola domestik.  Contohnya, klub termahal di China, Guangzhou Evergrande, dilaporkan Forbes memiliki nilai 282 juta dolar AS dan mendapat penghasilan 57 juta dolar AS tahun lalu.

Saham klub tersebut dimiliki oleh perusahaan real estate Evergrande yang menanam saham sebesar 60 persen dan 40 persennya dimiliki oleh perusahaan e-commerce terbesar China, Alibaba. Sementara Jiangsu Suning FC seluruh sahamnya dimiliki oleh perusahaan ritel terbesar China, Suning Appliance Group.

Xu Jiayin, taipan pemilik Evergrande, merubah nasib tim Guangzhou yang tengah susah payah bertahan sejak membelinya pada 2010. Xu kemudian merekrut pemain asing dan menarik Marcello Lippi untuk membenahi tim.

Investasi Xu terbukti berhasil. Evergrande Guangzhou menjadi juara Liga Super China tiga tahun berturut-turut dan bahkan menjadi klub China pertama yang memenangi Asian Champions League dalam 23 tahun.

Keberhasilan klub tentu membuahkan keuntungan material bagi pemilik saham dari sponsor yang berdatangan. Perusahaan Evergrande Real Estate dilaporkan meraih pendapatan 58 juta dolar AS pada 2013 dari penghasilan klub sepakbola dan voli yang dimilikinya.

Sementara investasi Alibaba dalam klub sepakbola dilakukan demi hubungan dengan masyarakat lokal dan publisitas, menurut Profesor Fudan University Journalism School, Doug Young, dilansir Reuters.

Senada dengan Young, agensi digital dan konsultan olahraga China, Mailman Sport, juga menyatakan bahwa para pemilik klub sepakbola memanfaatkan kepemilikannya sebagai perluasan brand dan pengaruh di masyarakat.


3. Meningkatnya Jumlah Pecinta Sepakbola

Kecintaan akan dunia sepakbola tumbuh sejak dini.

Berani berinvestasi besar dalam dunia sepakbola tentu harus mempertimbangkan animo dari masyarakat. Salah satunya bisa dilihat dari segi penyiaran pertandingan di televisi China yang nilainya semakin bertambah tiap tahun.

Forbes melaporkan pada 2015,  lembaga penyiaran China hanya membayar 13 juta dolar AS untuk menayangkan pertandingan liga lokal. Pada 2016, China Media Capital membeli hak siar Liga Super China untuk lima musim senilai 1,3 miliar dolar AS. Padahal jika dibandingkan, Liga Sepakbola Amerika Serikat saja "hanya" bernilai 90 juta dolar AS dari kesepakatan hak penyiaran dari televisi lokal.

Meski nilai hak siar liga domestik makin menguntungkan, sepakbola Eropa masih menjadi tontonan utama pecinta sepakbola China. "Sepakbola selalu ada di TV setiap saat di sini, tidak hanya Liga Primer atau Liga Champions, tapi semua liga Eropa," ujar Manajer Shanghai SIPG asal Swedia, Sven-Goran Eriksson.

Minat berlatih sepakbola sedari kecil juga semakin meningkat, dilihat dari menjamurnya sekolah sepakbola. China bahkan memiliki sekolah sepakbola terbesar di dunia, Evergrande International Football School.

Sekolah ini memiliki 2.300 siswa berbakat dari seluruh China, bahkan ada yang berasal dari etnis minoritas, Uighur. Seluruh murid terdiri dari 2.200 murid laki-laki dan 100 murid perempuan, berusia sembilan hingga 16 tahun. Terdapat 22 pelatih asal Spanyol, seorang dari Portugal, dan satu orang lagi dari Argentina.

Pembelian pesepakbola ternama dunia diharapkan semakin menarik banyak talenta-talenta muda sepakbola China untuk berkarier di lapangan hijau.

Carlos TevezLiga ChinaMarcello LippiSven-Goran ErikssonGuangzhou EvergrandeIn Depth SportsShanghai ShenhuaShanghai SIPGBola Internasional

Berita Terkini