3 Fakta Menarik Luis Milla, Calon Kuat Pelatih Kepala Timnas Indonesia
Kontrak Alfred Riedl yang tidak diperpanjang usai membawa Timnas Merah Putih melaju hingga babak final Piala AFF 2016 kemarin berujung pada pertanyaan perihal siapa yang akan menjadi suksesor arsitek asal Austria tersebut mulai tahun ini.
Setelah diselimuti banyak rumor mengenai pengganti Riedl, PSSI mengerucutkan kandidat pelatih kepala Timnas hingga dua calon saja, yaitu Luis Fernandez dan Luis Milla. Namun belakangan, nama terakhir yang disebut menjadi kandidat kuat pelatih kepala Skuat Garuda.
Luis Milla diprediksi kuat terpilih menjadi penerus Alfred Riedl di kursi kepelatihan Tim Nasional Indonesia.
Media internasional yang berbasis di London, Squawka, bahkan sudah memberikan keterangan jika Milla adalah pelatih kepala Indonesia. Hal ini cukup mengejutkan karena PSSI belum mengumumkan secara resmi siapa yang akan menjabat sebagai arsitek baru Timnas.
Selain itu, optimisme pun semakin membumbung andai Evan Dimas dan kawan-kawan benar-benar dilatih Luis Milla. Sebab, berbagai prestasi mentereng pernah ditorehkan pria yang saat aktif sebagai pesepakbola itu berposisi sebagai gelandang bertahan.
Berikut INDOSPORT merangkum rekam jejak Luis Milla, kandidat kuat pelatih Tim Nasional Indonesia.
1. Pernah merumput bersama tiga tim besar La Liga
Pria kelahiran 12 Maret 50 tahun silam bukanlah figur ‘biasa-biasa’ saja di dunia si kulit bundar. Sebab, setidaknya ada tiga tim besar La Liga Spanyol yang pernah ia bela selama karier sepakbolanya.
Milla memulai karier juniornya besama klub lokal tempat kelahirannya, yakni Teruel, Spanyol. Bakatnya terendus oleh pemandu bakat Barcelona yang akhirnya merekrutnya, masih di level junior, pada tahun 1983.
Setelah bermain bagi Madrid, Luis Milla habiskan karier sepakbolanya di Valencia.
Satu tahun berselang, Blaugrana akhirnya resmi mengontrak Milla secara profesional meski masih berjuang dari Barcelona B. Kendati demikian, ia beberapa kali ditarik masuk ke skuat utama berkat performa impresifnya di sejumlah kesempatan.
Di tahun pertamanya memperkuat skuat utama Barcelona, ia berhasil membawa The Catalan Boys memenangi liga (1984/85). Di musim 1989/90, Milla juga sanggup berikan gelar Copa del Rey, sebelum akhirnya menyeberang ke klub rival, Real Madrid, di musim berikutnya.
Tidak disangka, meski sempat dicap sebagai pengkhianat, kariernya di klub ibu kota Spanyol justru semakin mentereng. Total tiga gol dari 165 penampilan ia sumbangkan selama kurang lebih tujuh tahun berseragam Madrid.
Luis Milla (kiri) saat masih berseragam Valencia mengejar Sergio Gonzalez (kanan) yang tengah menguasai bola.
Dua gelar La Liga Spanyol (1994/95 dan 1996/97) berhasil ia raih bersama Los Blancos. Satu gelar Copa del Rey tahun 1992/93 juga tambah koleksi piala Madrid di lemari trofi tim yang bermarkas di Santiago Bernabeu tersebut.
Di penghujung kariernya sebagai pemain, pelatih bernama lengkap Luis Milla Aspas itu akhirnya pindah ke Valencia. Ia membela klub berlogo kelelawar itu dari tahun 1997 hingga 2001.
2. Pengorbit Ander Herrera, Juan Mata, hingga David de Gea
Usai gantung sepatu dari karier sepakbola sebagai pemain, Milla sempat absen selama kurang lebih lima tahun dari rumput hijau. Kabarnya, ia mengasah kemampuan melatih agar bisa menangani tim sepakbola secara profesional.
Pada tahun 2006, ia pernah membesut klub lokal di kota Valencia, Union Deportivo Pucol. Satu tahun berselang, ia resmi diangkat sebagai asisten pelatih Michael Laudrup di Getafe.
Luis Milla saat memberikan instruksi di sesi latihan di University of Strathclyde Sportsground, Glasgow, Skotlandia.
Sukses bersama Getafe, Milla kemudian didapuk sebagai pelatih kepala Tim Nasional Spanyol U19, U20, U21, dan U23. Hasilnya cukup memuaskan, di antaranya juara Piala Eropa U21 tahun 2011, juara Mediterranean Games U20 tahun 2009, dan peringkat kedua Piala Eropa U19 tahun 2010.
Sejumlah pemain top dunia saat ini, seperti Javi Martinez, Thiago Alcantara, dan Cesar Azpilicueta pernah ia tangani. Beberapa pemerhati sepakbola di Spanyol pun menganggap Milla sebagai sosok dibalik mengilapnya nama-nama tadi di era sekarang.
Pelatih Timnas Spanyo U-21, Luis Milla selebrasi bersama tim dan anak asuhnya.
Selain itu, pemain-pemain lain yang patut berterima kasih kepadanya adalah Juan Mata, Ander Herrera, David de Gea, Iker Muniain, Didac Vila, Adrian, hingga Bojan Krkic. Sebagian besar dari mereka merupakan gabungan Timnas U21 yang ia besut beberapa tahun lalu.
3. Familiar dengan formasi dan strategi Tim Nasional Indonesia
Keberhasilan Luis Milla mengantar Spanyol menjadi juara Piala Eropa U21 tahun 2011 silam bukannya kebetulan belaka. Meski diisi oleh pemain-pemain yang saat ini sukses di sejumlah tim besar Eropa, kejeliannya dalam menerapkan strategi di atas lapangan merupakan kunci kesuksesannya.
Diperkuat gelandang serang hebat macam Mata, Herrera, hingga Muniain, Milla benar-benar memanfaatkan potensi luar biasa timnya. Dengan racikan 4-2-3-1, ia berhasil mengoptimalkan ketiganya di belakang striker tunggal mereka, Adrian, yang merupakan top skor di Piala Eropa U21.
Ander Herrera dan Juan Mata di Manchester United.
Sebagai mantan gelandang bertahan, tentu Milla paham betul bagaimana memperkuat lini tengah. Dua gelandang Spanyol U21 ketika itu diisi oleh duet Bayern Munchen saat ini, Thiago Alcantara dan Javi Martinez.
Menariknya, formasi 4-2-3-1 sempat digunakan Tim Nasional Indonesia di Piala AFF 2016 kemarin oleh pelatih kepala Alfred Riedl. Meski di sejumlah laga pernah berganti-ganti formasi dari 4-4-2, 4-4-1-1, dan 4-3-3, pakem yang digunakan Riedl tetaplah bertumpu pada 4-2-3-1 narrow, yang diterapkan pada laga pamungkas Grup A melawan Singapura.
Sama seperti Spanyol U21, Boaz Solossa di-plot sebagai striker tunggal Skuat Merah Putih dengan ditopang oleh tiga gelandang serang di lini kedua, yakni Rizki Pora, Andik Vermansah, dan Stefano Lilipaly.
Familiarity berlanjut di posisi gelandang sentral. Duet Martinez dan Alcantara diumpamakan dengan Bayu Pradana dan Manahati Lestusen yang memiliki peran penting guna menyeimbangkan penyerangan dan pertahanan.
Manahati Lestusen jadi ruh lini tengah Timnas Indonesia di Piala AFF 2016 kemarin.
Formasi serta strategi Alfred Riedl memang belum mampu membawa timnya meraih gelar Piala AFF pertama, tapi setidaknya ‘keberhasilan’ itu membuat gairah persepakbolaan nasional kembali mencuat.
Lagipula, tanpa mendiskreditkan peran Riedl selama melatih Indonesia, tentunya Luis Milla memiliki kejelian serta kualitas melatih yang berbeda dengan Opa Riedl. Kini tinggal bagaimana Milla mengoptimalkan bibit, talenta, dan pengalaman sejumlah pemain senior yang ada.
Luis Milla, di sisi lain, belum resmi diangkat sebagai pelatih kepala Timnas. Sinyal kuat mengenai pengangkatannya diutarakan Ketua PSSI, Edy Rahmayadi, dalam Kongres Tahunan PSSI 8 Januari 2017 kemarin, dan pekan ini kemungkinan besar baru akan diumumkan secara publik.