5 Klub Sepakbola Besar yang Jatuh Bangkrut
Mengelola sebuah klub sepakbola tentu tak bisa sembarangan. Banyak bagian yang perlu perencanaan matang. Apalagi bila berurusan dengan masalah keuangan. Namun sayangnya, kelima klub ini tak mampu membuat perencanaan yang baik, hingga akhirnya mereka terpaksa mengumumkan kebangkrutannya.
Sebagai salah satu konsekuensinya, klub-klub ini terpaksa harus didegradasi dari liga-liga divisi utama di negara masing-masing. Bahkan hingga kini, ada tim yang belum mampu bangkit dari keterpurukan.
Berikut INDOSPORT rangkum lima klub besar yang jatuh bangkrut, dilansir dari Footy Jokes:
1. Fiorentina
Klub yang pernah diisi nama besar seperti Dunga, Luca Toni, dan Gabriel Batistuta ini pernah terlilit kebangkrutan namun mampu bangkit kembali. Sebagai konsekuensi karena terlibat utang dan skandal, La Viola bahkan harus mencicipi berkompetisi di kasta keempat Italia, Serie C2 pada 2002. Pada saat itu, Fiorentina terlilit utang hingga 32 juta euro (Rp455 miliar).
Namun karena memenangi Serie C2, Fiorentina langsung melaju bermain di kasta kedua, Serie B dan tak harus bermain di Serie C1 terlebih dahulu. Pada musim 2003-2004, mereka finish di posisi 6 dan kembali berkompetisi di Serie A, meski harus berjuang ekstra agar tak kembali didegradasi.
Tampaknya Fiorentina belum belajar dari pengalaman dan pada 2006, Fiorentina kembali terdegradasi ke Serie B. Pasalnya, mereka dituding memanipulasi pertandingan pada saat bermain di divisi utama. Namun pada musim 2006-07, status mereka dipulihkan ke Serie A dengan mengajukan banding.
2. Leeds United
Leeds United sebelumnya termasuk klub bergengsi Inggris. Leeds pernah memenangkan tiga Liga Divisi Satu Inggris, satu Piala FA, dan satu Piala Liga. Namun kini klub berjuluk The Whites ini harus berjuang di kompetisi kasta kedua Inggris.
Investasi besar-besaran untuk belanja pemain dan buruknya manajemen menjadi alasan kejatuhan Leeds. Padahal mereka berinvestasi besar untuk masuk kualifikasi Liga Champions. Leeds pun harus menjual para pemainnya untuk membayar utang, sebagai konsekuensi tak masuk kualifikasi Liga Champions musim 2002-2003.
Rio Ferdinand saat hengkang ke Manchester United.
Salah satu indikasinya adalah mereka terpaksa menjual Rio Ferdinand ke Man United untuk 30 juta pounds, atau sekitar Rp502 miliar pada 2002. Pada akhir musim 2003-2004, Leeds terpaksa terdegradasi ke kasta kedua Inggris, Football League Championship.
Puncak kebangkrutan Leeds bahkan mencapai 119 juta pounds, atau sekitar Rp20 triliun rupiah. Buntut dari kebangkrutan Leeds pun munculnya frasa "Doing a Leeds", atau istilah untuk menyebut kesalahan manajemen bagi para klub sepakbola, bahkan hingga terlilit utang.
3. Portsmouth
Klub yang sudah berdiri sejak 118 tahun lalu ini sempat disebut-sebut akan mencetak sejarah baru, sama seperti Leicester City. Namun pada kenyataannya, Portsmouth malah mengalami kebangkrutan dan terdepak hingga bermain di kasta keempat Inggris.
Portsmouth telah memenangkan Liga Divisi Satu Inggris pada 1949 dan 1950. Performa klub mulai menjanjikan saat menjadi juara Piala FA pada 1939 dan 2008. Namun sayang, karena buruknya manajemen dan sistem, klub berjuluk Pompey ini dilaporkan bangkrut dan berhutang sebanyak 137 juta euro, atau hampir sekitar 2 triliun rupiah.
Pada 2007, direktur saat itu, Harry Redknapp membeli tiga pemain dengan total 17 juta pounds (Rp244,4 miliar), seperti yang dilansir Daily Mail. Setahun kemudian, Redknapp menghabiskan 30 juta pounds untuk mendatangkan pemain, di antaranya Jermain Defoe dan Lassana Diarra. Namun pada Januari 2009, kedua pemain itu dijual kembali dan Portsmouth mendapatkan bayaran 35 juta pounds.
Harry Redknapp menjadi Direktur Sepakbola Portsmouth pada 2001.
Bulan Mei 2009, isu kesulitan finansial Portsmouth mulai menguap. Mereka pun terancam masuk zona degradasi. Bulan Oktober, para staf dan pemain dilaporkan belum digaji. Pada Februari 2010, Portsmouth terancam dilikuidasi oleh Dinas Pajak Inggris. Namun Pompey masih bisa berjuang hingga masuk final Piala FA pada saat itu.
Tahun 2012, Portsmouth dilaporkan tak membayar pajak hingga 1,6 juta pounds dan mendapat sanksi pengurangan 10 poin. Di tahun yang sama, mereka didegradasi ke League One. April 2013, Portsmouth akhirnya didegradasi lagi dan bermain di kasta keempat Inggris, League Two.
4. Glasgow Rangers
Glasgow Rangers merupakan klub pemenang liga terbanyak di dunia. Mereka memegang 54 gelar liga Skotlandia, 33 Piala Skotlandia, dan 27 Piala Liga Skotlandia. Namun kesuksesan The Teddy Bears ternodai dengan utang dan perencanaan yang buruk.
Pemilik Rangers sejak 1988, Sir David Murray dianggap sebagai biang keladi kejatuhan Rangers. Ia berinvestasi dengan mengandalkan utang sebagai salah satu sumber pembiayaan klubnya. Maka hingga akhirnya Rangers terlilit utang mencapai 20 juta euro (Rp285 miliar) per tahunnya. Murray pun akhirnya menjual 85 persen saham Rangers.
Karena utang-utangnya itu, Rangers terdegradasi hingga ke divisi empat Skotlandia pada 2012. Namun pada musim 2015-2016, Rangers mampu menjadi juara Scottish Championship dan memperoleh promosi ke divisi utama, Scottish Premiership.
5. Parma
Parma kini bermain di divisi ketiga sepakbola Italia, Lega Pro. Klub ini pernah memenangi tiga Coppa Italia, satu Supercoppa Italiana, dua Piala UEFA, satu European Super Cup, dan satu UEFA Cup Winners'.
Kesulitan finansial mulai mendera Parma sejak akhir 2003 oleh skandal perusahaan induknya, Parmalat yang mengakibatkan perusahaan tersebut kolaps dan klub harus dikontrol secara administrasi. Pada 2015, Parma dilaporkan bangkrut.
Gianluigi Buffon pernah memperkuat Parma.
Rumornya, I Crociati terbelit utang hingga mencapai 197 juta euro, atau sekitar 2,8 triliun rupiah. Bahkan mereka juga dilaporkan tak mampu membayar gaji para staf. Menurut Daily Mail, Parma pun sempat terpaksa menjual delapan piala yang mereka peroleh, demi membayar utangnya.