x

Mengenal Proses Naturalisasi Pesepakbola dari Kacamata Aturan FIFA dan Aturan Hukum Indonesia

Sabtu, 18 Februari 2017 14:40 WIB
Editor: Galih Prasetyo

Isu naturalisasi kembali menghangat usai perhelatan Piala AFF 2016 lalu. Sejumlah pemain berdarah Indonesia yang tengah berkarier di luar negeri jadi bidikan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) untuk bisa membela jersey Timnas. 

Nama Ezra Walian digadang-gadang jadi pemain yang bakal dinaturalisasi oleh pemeritah. Menpora Imam Nahrawi bahkan menyebut Presiden Joko Widodo telah menghubungi langsung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membahas naturalisasi Ezra. 

Kemenpora nantinya akan turut dipanggil oleh Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham) terkait alasannya pengajuan naturalisasi untuk Ezra.

Isu naturalisasi ini sebenarnya sudah bergulir sejak 1950 saat lima pemain berdarah Belanda jadi warga negara Indonesia, meski akhirnya hanya kiper Van der Vin yang membela Timnas pada 1952. 

Di 2006 isu ini kembali dihembuskan oleh PSSI. PSSI saat itu sangat serius untuk menjalankan program ini. Pada 2010 misalnya, Ketua Badan Tim Nasional (BTN) kala itu, Imam Arif ingin agar salah satu pemain asing yakni Christian Gonzalez segera mendapat status Warga Negara Indonesia (WNI). 

"Dengan melihat bahwa dia sudah 9 tahun tinggal di Indonesia dan sejak empat tahun lalu melepas kewarganegaraannya, sebenarnya secara otomatis dia sudah diakui sebagai WNI dan bukan seorang naturalisasi," kata Imam seperti dikutip dari Antara

Timbul pertanyaannya, sebenarnya siapa pemain yang disebut sebagai pemain naturalisasi, bagaimana juga aturan hukum di negeri ini yang mengatur hal tersebut, serta bagaimana kaca mata FIFA memandang fenomena ini? 

Berikut ulasannya untuk pembaca setia INDOSPORT: 


1. Siapa pemain naturalisasi

Ilustrasi pemain naturalisasi di Timnas Indonesia.

Menurut pengertiannya, naturalisasi merupakan perubahan status dari penduduk asing menjadi warga negara suatu negara. Proses pengangaktan seorang yang dinaturalisasi diatur dalam hukum dan undang-undang satu negara. 

Di sejumlah negara misalnya, orang asing bisa mendapat status kewarganegaraan jika ia menikah dengan warga negara tersebut serta mengajuk permohonan kepada negara yang dituju. 

Dalam proses naturalisasi pun terbagi menjadi dua yakni naturalisasi istimewa dan naturalisasi biasa. Naturalisasi istimewa merupakan naturalisasi yang diberikan orang asing dan telah berjasa kepada satu negara.

Sedangkan untuk naturalisasi biasa biasanya diberikan kepada orang asing yang memang telah mengajukan permohonan. Bukan perkara mudah untuk orang asing bisa mendapat kewarganegaraan yang ia tuju. 

Banyak aturan hukum baik dari negera asal ataupun negara dituju untuk dijalani. Di Swedia misalnya, dikutip dari migrationsverket.se, orang Swedia akan terlepas statusnya sebagau warga negara jika orang tersebut telah memperoleh kewarganegaraan lain dalam rentang waktu satu tahun. 

Jika dikaitkan dengan gelanggang olahraga, apakah atlet-atlet seperti Susi Susanti, Alan Budikusuma, ataupun Rudy Hartono ialah pemain naturalisasi? Pasalnya baru pada 1996, Surat Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI) baru diterima Susi Susanti. 

"Itupun saat beritanya muncul di media, baru disahkan," kata Susi yang mengaku mengajukan surat tersebut sejak 1988 seperti dikutip dari Gatra terbitan 23 April 2004. 

Lantas siapa sebenarnya orang naturalisasi dan siapa yang bukan? 


2. Kacamata hukum Indonesia

Seorang remaja keturunan Indonesia, Ezra Walian saat bermain untuk Ajax Amsterdam.

Aturan hukum soal naturalisasi di negeri ini di atur dalam UU no 12 tahun 2006. Sebelum jauh ke sana, untuk diketahui bahwa Indonesia merupakan negara yang menganut azaz kelahiran ius sanguinis, yaitu azaz kelahiran yang berdasar kewarganegaraan karena pertalian darah. 

Menariknya, dalam UU no 12 tahun 2006 sendiri terdapat sejumlah poin yang merupakan representatif dari azaz kelahiran ius soli, yakni azaz kelahiran berdasar tempat orang tersebut dilahirkan, Qatar merupakan salah satu negara yang menerapkan azaz kelahiran ini. 

Ketiga poin di pasal 4 UU no 12 tahun 2006 terdapat di poin i,j,dan k. Ketiga poin itu mengutarakan jika seorang anak dilahirkan di Indonesia tetapi kewarganegaraan orang tuanya tidak diketahui maka otomatis si anak menjadi warga negara Indonesia. 

UU no 12 tahun 2006 juga mengatur terkait kewarganegaraan ganda. Disebutkan bahwa aturan hukum memberikan waktu paling lambat tiga tahun bagi anak berkewarganegaraan ganda untuk memilih setelah usianya 18 tahun atau setelah ia menikah. 

Masuk dalam proses pemberiaan kewarganegaraan di negeri ini. Berdasar UU no 12 tahun 2006, sejumlah syarat harus dipenuhi orang asing yang ingin memiliki warga negara Indonesia, salah satu syaratnya ialah mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah Negara Indonesia paling singkat 5 tahun berturut-turut dan paling singkat 10 tahun tidak berturut-turut. 


Skema anak yang berkewarganegaraan ganda berdasar UU no 12 tahun 2006.

Jika sudah memiliki status WNI, si orang asing itu juga harus melepas status kewarganegaraan yang sebelumnya ia miliki. Jika berkaca pada status Cristian Gonzalez misalnya, ia memang memenuhi syarat sebagai pemain naturalisasi. 

Dari kancah basket, isu mengenai pemain naturalisasi pun sempat merebak beberapa waktu lalu. Pebasket Ebrahim “Biboy” Enguio Lopez dan Brandon Jawato sebagai pebasket keturunan. 

Di basket sendiri dikenal dengan sebutan Indovers. Menurut aturan buku aturan dari NBL, Indovers merupakan pemain bola basket yang memiliki keturunan warga negara Indonesia, baik garis keturunan bapak atau dari ibunya, dengan persyaratan tertentu. Pemain Indovers boleh mengikuti NBL Indonesia apabila tetap memiliki status WNI. 


Skema naturalisasi warga asing berdasar UU no 12 tahun 2006.

Berkaca dari aturan tersebut, alangkah bijaknya jika proses naturalisasi pemain berdarah Indonesia yang berkarier di luar negeri harus berlangsung super ketat. 

Nasib-nasib pemain naturalisasi sebelumnya seperti Tonnie Cusell yang tidak jadi 'apa-apa' pasca proses naturalisasinya yang berlangsung cepat tidak ingin diulang oleh PSSI. 

Proses natursalisasi yang terburu-buru memang tidak akan menimbulkan efek positif. Tidak mengherankan jika proses naturalisasi Ezra yang masih 'berjalan di tempat' harus bisa dipahami. 


3. Aturan FIFA

Logo FIFA dan trofi Piala Dunia.

Federasi sepakbola tertinggi di dunia, FIFA memiliki aturan tersendiri terkait syarat pemain yang boleh membela satu Timnas. Aturan utama FIFA berisi 2 hal pokok, yaitu pemain dapat membela sebuah negara yang sesuai dengan status kewarganegaraannya dan pemain yang sudah pernah bermain pada tim senior di sebuah negara, maka tidak boleh lagi bermain untuk negara lainnya. 

Para pemain naturalisasi atau pemain yang telah berpindah kewarganegaraan, tidak dapat langsung membela negara barunya. Syarat pokoknya karena pemain tersebut belum pernah bermain untuk timnas senior di negara lamanya. 

Setelah itu si pemain harus memenuhi setidaknya 4 syarat dari FIFA sesuai dengan Pasal 17 yakni pemain lahir di negara yang bersangkutan, salah satu orang tua kandung pemain lahir di negara tersebut, kakek atau nenek kandung pemain lahir di negara tersebut dan si pemain telah menetap selama 5 tahun secara berturut-turut pada saat usianya telah mencapai 18 tahun ke atas. 

Poin yang terakhir dari persyaratan di atas bertujuan untuk antisipasi kenakalan di negara tertentu yang berniat untuk melakukan naturalisasi instan. Batasan usia 18 tahun berguna untuk menghindari terjadinya eksploitasi kepada para pemain usia muda.

PSSI tentu sangat memperhatikan hal ini agar kasus Timor Leste yang mendapat sanksi akibat program naturalisasinya tidak dilakukan. Seperti yang dirilis oleh AFC di situs resmi, teridentifikasi sebanyak 12 pemain yang dokumen naturalisasinya di palsukan. 

12 pemain tersebut semuanya kelahiran Brasil. Data kelahiran atau sertifikat baptis mereka dipalsukan dengan menyebut bahwa salah satu orang tua mereka lahir di Timor Leste.

FIFAPSSINaturalisasiIn Depth SportsEzra Walian

Berita Terkini