x

24 Tahun Totti di Roma: Dari Meludah hingga Tolak Madrid

Senin, 29 Mei 2017 18:51 WIB
Penulis: Muhammad Adiyaksa | Editor: Yohanes Ishak
Francesco Totti.

27 September 40 tahun lalu, bayi Francesco Totti lahir di Kota Roma, Italia. Totti kecil tumbuh besar di ibu kota Negeri Pizza tersebut.

Darah sepakbola telah mengalir deras dalam diri Totti sejak kecil. Ada cerita menarik kala bayi Totti baru berusia 10 bulan.

Ketika itu, kedua orang tuanya membawa Totti kecil berlibur ke pantai. Saat kakaknya, Riccardo tengah bermain sepakbola, bayi Totti merebutnya dan mencengkeram bola dengan sangat kuat.

Pada usia 13 tahun, Totti menjadi bagian AS Roma U-15. Selang dua tahun kemudian, Totti membawa Roma U-17 meraih gelar scudetto.

Sebelum bergabung dengan akademi AS Roma, Totti pernah tiga kali berganti tim junior. Pertama, Fortitudi (1984), dilanjutkan Smit Trastevere (1984-1986), dan Lodigiano (1986-1989). Sesudahnya, Totti bergabung dengan akademi Il Lupi pada 1989 hingga 1992.

Pada musim 1992/93, Totti dipromosikan ke tim senior Roma. Totti kemudian membutuhkan waktu beberapa bulan untuk melakoni debut profesional berseragam I Giallorossi.

Debut Totti di Serie A bersama Roma terjadi pada 16 Maret 1993 menghadapi Brescia. Totti yang masih berusia sangat belia, 16 tahun, tak menyangka keputusan pelatih Roma kala itu, Vujadin Boskov menurunkannya di paruh kedua untuk menggantikan Sinisa Mihajlovic.

Berikutnya, Totti mulai mencicipi seragam Timnas Italia. Pada 1996, Totti bersama generasi emas seperti Gianluigi Buffon dan Christian Vieri berhasil membawa Gli Azzurini menjadi kampiun Piala Eropa U-21.

Cap pertama Totti untuk Timnas senior dilalui dengan manis. Kemenangan 2-0 atas Swiss pada 10 Oktober 1998 dalam kualifikasi Piala Eropa 2000 menjadi momen cantik Totti mengawali karier bersama Gli Azzuri.

Selang dua tahun berikutnya, Totti sukses membawa Timnas Italia lolos ke babak final Piala Eropa 2000 yang berlangsung di Belanda dan Belgia. Mata seluruh penjuru dunia tertuju pada aksi Totti di babak semifinal menghadapi Belanda.

Kedua tim bermain imbang 0-0 hingga pertandingan harus ditunaikan lewat babak adu penalti. Totti yang menjadi penendang ketiga Gli Azzuri menyelesaikan tugasnya dengan aksi memukau.

Bola chip Totti membuat penjaga gawang Belanda kala itu, Edwin van der Sar terkecoh. Totti mempopulerkan tendangan ‘Panenka’ yang sempat terkenal pada era 1970-an lampau.

Masa keemasan Totti terjadi pada musim 2000/2001. Totti berhasil membawa Roma merengkuh scudetto untuk yang pertama kalinya sejak 18 tahun terakhir.

Karier Totti bersama Italia sempat meredup tatkala dirinya menjadi biang kerok rontoknya Gli Azzuri pada Piala Dunia 2002. Pada babak perdelapanfinal, Italia menunjukkan permainan frustrasi ketika menghadapi tuan rumah Korea Selatan.

Totti yang tampil angin-anginan pada babak penyisihan malah menambah penderitaan Italia dengan kartu merahnya. Totti diganjar kartu kuning kedua oleh wasit Byron Moreno karena dianggap bertingkah diving di dalam kotak penalti. Padahal dalam tayangan ulang, jelas-jelas Totti dilanggar oleh bek lawan.

Usai bermain dengan 10 orang, Italia kandas di tangan Korea Selatan. Gol dari penyerang yang waktu itu membela Perugia di Seria A, Ahn Jung-hwan pada babak perpanjangan waktu yang masih menggunakan format golden goal, mengirim Gli Azzuri pulang ke Negeri Pizza dengan tangan hampa.

Setelah itu, karier Totti naik-turun. Namun, Totti pernah kembali mengalami puncak kemewahan sebagai pesepakbola ketika membantu Italia menjuarai Piala Dunia 2006.

Musim berikutnya, Totti membawa Roma menempati peringkat kedua Serie A. Pada tahun yang sama, Totti mengukuhkan diri sebagai pencetak gol terbanyak dengan torehan 26 gol. Penghargaan pertama Totti selama kariernya di Roma.

Hingga saat ini, Totti tidak lagi pernah membawa Roma ke tahta juara. Prestasi terbaiknya setelah merebut Scudetto 2001 adalah menempatkan i Lupi sembilan kali bercokol sebagai runner up.

Karier Totti berakhir setelah 24 tahun. Tanggal 28 Mei 2017 menjadi laga terakhir Totti sebagai pesepakbola.

Sepanjang 24 tahun kariernya bersama Roma, Totti membukukan 786 penampilan dan menorehkan 307 gol. Tidak lupa, enam trofi turut ia persembahkan untuk klub idolanya sejak masa kecil.

Dunia bakal merindukan Totti. Salah satu dari sedikit pemain yang mengabdi pada satu klub sepanjang karier sepakbola.

INDOSPORT mencoba mengajak pembaca setia untuk merangkum perjalanan karier menarik Totti selama 24 tahun profesinya sebagai pesepakbola. Diawali dengan kisah perubahan posisi bermain Totti sejak masa ke masa:


1. Evolusi Posisi Bermain

Francesco Totti saat membela AS Roma di musim 2000/01.

Totti muda mempelajari banyak posisi bermain. Mulai dari playmaker, second striker, hingga penyerang murni.

Mantan pelatih Roma, Carlo Mazzone menemukan posisi favorit untuk Totti. Mazzone menempatkan Totti sebagai fantasista. Posisi tersebut membawa Totti kepada kekeluasaan mengolah bola.

Saat Roma merengkuh scudetto 2001, Totti bermain sebagai fantasista pada formasi 4-3-1-2 kesukaan Fabio Capello. Sebagai pemain yang diberi kebebasan di atas lapangan, Totti membentuk tridente mematikan bersama Vincenzo Montella dan Gabriel Batistuta.

Pelan-pelan, Totti mengalami evolusi secara posisi bermain. Pelatih Luciano Spaletti menjadi orang pertama yang melihat celah bahwa Totti bakal semakin fenomenal jika ditempatkan sebagai striker murni.

Pada musim 2004/05, sesekali Totti diplot sebagai striker tengah dalam formasi 4-2-3-1. Meski tak jarang ia juga sedikit ditarik ke belakang untuk mendukung Antonio Cassano atau pun Vincenzo Montella di lini depan.

Bergabungnya Rodrigo Taddei dari Siena membuat Spaletti mempermanenkan posisi Totti sebagai striker tunggal. Totti mendapat sokongan dari Taddei, Simone Perotta, dan Amantino Mancini di belakangnya.

Evolusi dari fantasista menjadi striker tengah ternyata membuahkan hasil. Pertama, Totti membawa Italia meraih trofi Piala Dunia 2006. Dalam skema 4-4-2 Marcelo Lippi, Totti berduet dengan Luca Toni di lini depan Gli Azzuri.

Kedua, Totti sukses merengkuh gelar top skor Seria A pada musim 2006/07. Totti mencetak 26 gol sebagai striker tengah. Capaian yang tidak bisa ia catatkan sebelumnya sewaktu masih menjadi fantasista.

Totti kembali mengalami perubahan posisi ketika menginjak umur senja sebagai pesepakbola. Pada musim 2011/12, Totti bertransformasi sebagai penyerang sayap kiri.

Luis Enrique yang saat itu menjadi pelatih I Lupi merupakan pemegang teguh formasi 4-3-3. Skema yang jarang digunakan pelatih-pelatih Roma sebelumnya karena mengakomodir posisi Totti sebagai fantasista maupun penyerang tengah.

Arsitek asal Spanyol tersebut lebih memilih memasang penyerang murni untuk diplot sebagi striker tengah. Pablo Osvaldo menjadi pilihan Enrique saat itu. Mau tak mau, suka tak suka, Totti harus menerima ditempatkan pada sisi kiri skema tiga penyerangan milik Enrique.

Totti mengakhiri kariernya di dunia sepakbola sebagai penyerang sayap kiri. Dalam sepakbola modern seperti sekarang, sulit menemukan atau bahkan mengembalikan posisi asli Totti sebagai fantasista. Bahkan, posisi fantasista seolah telah mati dalam skema sepakbola.


2. Aksi Kontroversial: Meludah hingga Menendang

Francesco Totti vs Christian Poulsen dalam pertandingan Piala Eropa 2004.

Masih ingat dengan torehan buruk Italia pada Piala Eropa 2004? Selain gagal melangkah dari penyisihan grup, La Nazionale juga dipermalukan oleh aksi Totti di atas lapangan.

Sedang dalam usia keemasan sebagai pesepakbola, 27 tahun, Totti malah melakukan tindakan iseng nan jail.

Pada pertandingan perdana Grup C yang mempertemukan antara Italia melawan Denmark, Totti tertangkap kamera meludahi gelandang Denmark, Christian Poulsen.

Akibat keisenggannya tersebut, Totti dijatuhi hukuman tiga kali kali larangan bermain. Akibatnya, Italia bermain tanpa Totti pada dua pertandingan babak penyisihan setelahnya.

Datang dengan skuat yang dijuluki generasi emas, Italia malah tak mampu menembus babak delapan besar. Alhasil, Totti menjadi musuh publik nomor 1 di Italia.

Pada akhirnya, Totti membuat permohonan maaf kepada publik. Totti membayar kesalahannya dengan rengkuhan gelar Piala Dunia dua tahun kemudian.

Enam tahun kemudian, emosi Totti kembali meledak. Kali ini yang menjadi korbannya adalah striker penuh kontroversi, Mario Balotelli.

Final Coppa Italia 2010 di Stadion Olimpico mempertemukan antara Roma menghadapi Inter Milan. Totti terlihat frustrasi ketika Roma tak kunjung mencetak gol penyama kedudukan setelah Inter lebih dulu unggul lewat Diego Milito di menit ke-39.

 Puncaknya terjadi pada paruh kedua. Totti yang telah mendapatkan satu kartu kuning, menghajar Balotelli dengan keras.

Mulanya, Balotelli berhasil melewati tiga pemain Roma termasuk Totti. Ketika Balotelli merangsek masuk kotak penalti, Totti menendang dengan sengaja pesepakbola keturunan Ghana tersebut dari belakang.

Tanpa ampun, wasit langsung mengganjar Totti dengan kartu kuning kedua alias kartu merah. Kejadian di menit ke-87 tersebut membuat Roma semakin susah untuk mengejar ketertinggalan. Pada akhirnya, I Gialorossi menerima malu di rumah sendiri.


3. Tolak Tawaran Real Madrid

Kapten AS Roma, Francesco Totti memainkan laga terakhirnya bersama Serigala Ibu Kota kontra Genoa.

Bagi penggila calcio Liga Italia, mungkin tidak akan lupa bahwa klub raksasa Spanyol, Real Madrid pernah mengajukan penawaran untuk Totti dan tawaran itu ditolak. Siapa yang menolak? Sang Pangeran Roma itu sendiri.

Sebagai segelintir pesepakbola yang hanya bermain untuk satu klub sepanjang kariernya, ternyata sempat terbesit keinginan dari Totti untuk meninggalkan Roma. Madrid kemudian datang dengan penawaran menarik untuk Totti, membangun dinasti Los Galacticos.

Pada pertengahan 2004, Madrid tengah hobi-hobinya mengumpulkan para pesepakbola terbaik se-alam semesta. Sebut saja Zinedine Zidane, Luis Figo, Ronaldo Nazario, David Beckham, Iker Casillas, Raul Gonzales, hingga Roberto Carlos.

Presiden Los Merengues, Florentino Perez sangat tertarik untuk membawa Totti merumput di Santiago Bernabeu. Paras, kepopuleran serta kualitasnya membuat Totti dianggap pantas berseragam Madrid kala itu.

“Waktu itu, saya hampir bergabung dengan Real Madrid. Saya sangat merenungkan kemungkinan meninggalkan Roma untuk pindah ke Madrid,” tutur Totti dalam wawancaranya dengan L'Intervesta.

Namun, pada akhirnya saya memilih untuk melanjutkan karier di Roma dan saya tak menyesalinya. Walaupun begitu, penyesalan terbesar adalah tak pernah satu tim dengan Ronaldo yang dari Brasil. Selain itu saya juga menyesal gagal mempersembahkan Liga Champions untuk Roma," tandas Totti.

Setelah ditolak Totti, Madrid memutuskan untuk mencari pengganti. Dipilihlah Michael Owen, yang ketika itu bermain untuk Liverpool. Namun, Owen dianggap pembelian gagal karena tidak pernah menjawab ekspetasi besar Madrid terhadap kebutuhan akan Totti pada saat itu.

Serie A ItaliaAS RomaFrancesco TottiLiga Italia

Berita Terkini