x

Arus Pilkada dan Suporter yang Bisa Terjerat di Dalamnya

Sabtu, 13 Januari 2018 17:51 WIB
Editor: Rizky Pratama Putra
Situasi stadion Maguwoharjo, Sleman.

Sebanyak 171 daerah dari 17 propinsi akan menyelenggarakan pemilihan kepala daerah (pilkada) di tahun 2018 ini. Pesta demokrasi domestik ini pun berpotensi menarik perhatian khalayak nasional, tak terkecuali pencinta sepakbola.

Bagaimana tidak, sepakbola bisa menjadi magnet tersendiri sebagai salah satu aspek yang bisa menjadi objek kampanye para pasangan calon yang bakal berkompetisi di panggung politik lokal mereka. Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini, sepakbola merupakan olahraga paling 'merakyat' di hampir seluruh wilayah Indonesia.

Antrean Suporter Timnas Indonesia saat akan memasuki stadion.

Gaung kebangkitan sepakbola nasional mulai tumbuh dengan bergulirnya kembali kompetisi, Tim Nasional yang mulai tertata di segala level usia, dan tentu sejumlah pemain kelas dunia yang mulai berdatangan ke Tanah Air.

Hal ini pun menggiring para pencinta sepakbola untuk turun lagi ke tribun demi mendukung tim kebanggaan mereka. Selama 8 bulan kompetisi berlangsung, PT Liga Indonesia Baru (PT LIB), selaku operator kompetisi menaksir ada sekitar 7,5 juta orang yang tumpah ruah di stadion untuk menonton langsung.

Baca Juga

Musim semi sepakbola nasional juga meriuhkan kembali kelompok suporter di seluruh daerah di Indonesia. Keberadaan kompetisi menjadi iklim sehat bagi mereka untuk kembali menunjukkan eksistensi.

Posisi ini menjadikan suporter sepakbola berpotensi untuk menjadi objek dalam perjuangan menuju tahta daerah. Seperti yang terjadi kurang dari setahun silam, saat DKI Jakarta menyelenggarakan pilkada.

Anies Baswedan dan Sandiaga Uno yang akhirnya menjadi pemenang dalam pemilihan gubernur (pilgub) DKI Jakarta bisa menjadi preseden baru. Keduanya sukses berkolaborasi dengan para suporter untuk membangun niat mengembangkan klub kebanggaan mereka.

Lalu bagaimana arus kencang politik pilkada bisa menjerat para suporter di dalamnya? Berikut hasil ulasan INDOSPORT:


1. Fanatisme yang Mendunia

Antrean Suporter Timnas Indonesia saat akan memasuki stadion.

Final Piala Perserikatan yang mempertemukan Persib Bandung dan PSMS Medan pada tahun 1985 menjadi bukti bahwa sepakbola adalah sport darling bagi masyarakat Indonesia. Pertandingan ini bahkan tercatat dalam buku terbitan Asian Football Confederation (AFC) sebagai pertandingan terbesaar dalam sejarah sepakbola amatir dunia.

Pasalnya laga yang berlangsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) disaksikan oleh kurang lebih 150 ribu orang. Tak heran jika Anthony Sutton, seorang penulis menyebut bahwa sepakbola adalah The Way of Life orang-orang Indonesia.

Laga final Divisi Utama 1985 antara Persib vs PSMS di Stadion Gelora Bung Karno.

Kenyataan lain adalah, setelah 31 tahun akar sepakbola nasional terus menguat. Sebuah data dari Repucom yang dirilis tahun 2016 menyebut bahwa 77 persen masyarakat Indonesia merupakan penggemar sepakbola.

Angka ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah sepakbola nomor dua terbesar di dunia. Indonesia hanya kalah dari Nigeria yang 83 persen masyarakatnya sangat menggilai sepakbola.


2. Suporter dan Statistik yang Menggelitik Dunia Politik

Pemain Persija Jakarta harus diamankan dengan penjagaan ketat polisi akibat aksi pelemparan botol oleh oknum suporter Persib Bandung atau Bobotoh.

Data dari Repucom sendiri diperkuat dari rataan penonton yang datang ke stadion pada masa kompetisi digelar. Pada akhir putaran pertama, PT Liga Indonesia Baru sebagai operator kompetisi menyebut ada 3,2 juta penonton yang hadir langsung di stadion.

Ini artinya ada sekitar 7.5 juta orang yang datang ke stadion untuk bisa menikmati sepakbola selama kurun waktu 8 bulan kompetisi berjalan. Angka ini dikuasai oleh dua klub yang memiliki rivalitas paling panas belakang hari ini.

Pendukung Persija Jakarta.

Lihat bagaimana Persib Bandung dan Persija Jakarta yang mulai dikenal di Asia karena fanatisme pendukungnya. Kedua klub memiliki rataan penonton yang terbilang signifikan selama kompetisi berlangsung.

Selama periode April-November 2017, setidaknya 23 ribu The Jakmania setia menemani 34 laga Persija Jakarta di Liga 1 2017. Sementara 18 ribu Bobotoh juga kerap membirukan tribun selama Persib Bandung berjuang di kompetisi musim lalu.


3. Euforia di Ibu Kota

Anies Baswedan

Bukan sekali saja Anies Baswedan dan Sandiaga Uno terlihat berada di Stadion Patriot Candrabhaga, Bekasi selama kompetisi Liga 1 bergulir. Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta ini setidaknya 2 kali hadir untuk menyaksikan langsung perjuangan Persija Jakarta di lapangan hijau.

Mereka hadir di masa kampanye, kemudian kembali menjadi penonton kala sudah terpilih menjadi Kepala Daerah DKI Jakarta. Keduanya berhasil berpenetrasi untuk membangun relasi dengan para The Jakmania.

Anies Baswedan dan Sandiaga Uno

Anies - Sandi menjadi ikon bagaimana komunikasi politik santun yang dibangun antara politikus dan suporter sepakbola. Menjadikan ketiadaan stadion sebagai common needs adalah monumen keberhasilan pasangan tersebut untuk meraup simpati para pendukung Persija Jakarta tersebut.

Anies - Sandi memang lantang menyuarakan pembangunan stadion untuk Persija Jakarta jika terpilih sebagai pasangan Kepala Daerah DKI Jakarta. Tidang tanggung-tanggung, keduanya bertekad membangun sebuah stadion bertaraf internasional di ibu kota.

Andai barter politik ini terlaksana, maka bukan tidak mungkin komunikasi politik yang dilakukan Anies - Sandi bisa menjadi role models bagi para calon kepala daerah yang lain.

Sandiaga S. UnoIn Depth SportsLiga IndonesiaAnies Baswedan

Berita Terkini