x

Bagaimana Match Fixing Menghancurkan Timnas Indonesia Terbaik Sepanjang Masa?

Selasa, 11 Desember 2018 16:02 WIB
Penulis: Coro Mountana | Editor: Isman Fadil
Timnas Indonesia 1962

INDOSPORT.COM - Bagai pungguk merindukan bulan tampaknya menjadi peribahasa yang tepat melihat hasrat besar pecinta sepak bola nasional untuk melihat Timnas Indonesia berprestasi. Tapi faktanya, untuk tingkat Asia Tenggara saja, sepak bola Indonesia sudah setingkat Timor Leste, Kamboja dan Laos jika mengacu hasil Piala AFF 2018.

Sepak bola Indonesia semakin karut-marut setelah adanya dugaan pengaturan skor yang terjadi di sejumlah pertandingan Liga 1 hingga Liga 3. Nama Vigit Waluyo pun disebut sebagai orang yang bertanggung jawab dalam ‘bisnis’ pengaturan skor di pertandingan sepak bola.

Baca Juga

Orang yang menyebut nama tersebut adalah Bambang Suryo yang merupakan mantan runner pengaturan skor. Ungkapan tersebut ia lontarkan dalam sebuah acara talkshow di salah satu stasiun TV di Indonesia.

Padahal sempat ada rasa optimisme ketika Timnas Indonesia berada dalam asuhan Luis Milla dengan berkembangnya wawasan bermain dari penggawa tim. Akan tetapi, masa bakti Luis Milla ternyata berakhir dengan diiringi tangisan dari dirinya.

Baca Juga

Jauh sebelum Luis Milla menangis setelah menukangi Timnas Indonesia, terdapat satu pelatih legendaris Timnas Indonesia yang menangisi anak asuhnya skandal suap pengaturan skor. Orang itu adalah Antun Pogacnik.


1. Cerita Legenda Timnas Indonesia Tahan Tim yang Diperkuat Kiper Terbaik Sepanjang Masa

Antun Pogacnik

Antun ‘Toni’ Pogacnik merupakan pelatih Timnas Indonesia sejak 1954 hingga 1963 dengan masa bakti terlama. Bisa dikatakan Toni Pogacnik telah berhasil membentuk Timnas Indonesia terbaik sepanjang masa dengan prestasi yang belum bisa diulangi hingga saat ini.

"Kewajiban saya yang pertama ialah mempersiapkan kesebelasan Indonesia ke Manila. Setelah Asian Games di Manila itu nanti maka dapat dibuat rencana latihan untuk seluruh Indonesia, disamping mendidik pembantu-pembantu pelatih," ujar Toni pada Majalah IPHOSS ketika ia ditunjuk tangani Timnas Indonesia.

Toni Pogacnik

Toni Pogacnik pun sukses besar dengan membawa Timnas Indonesia menjadi semifinalis Asian Games 1954 di Manila dan tempat ketiga pada ajang yang sama di edisi selanjutnya. Bahkan Timnas Indonesia mampu ia bawa hingga berlaga di perempat final Olimpiade.

Olimpiade 1956 menjadi momen dimana Timnas Indonesia yang diperkuat oleh Maulwi Saelan, Liong Houw Tan, dan Ramang berada dalam satu lapangan dengan Lev Yashin yang saat itu membela Uni Soviet. Seperti yang kita tahu, Lev Yashin adalah penjaga gawang terbaik di dunia hingga saat ini.

LeV Yashin 

Meski menghadapi nama besar Uni Soviet di Melbourne, Australia, Timnas Indonesia tetap tampil spartan hingga akhirnya skor berakhir imbang 0-0. Pada akhirnya kelelahanlah yang menghentikan langkah Timnas Indonesia setelah kalah 0-4 di partai ulangan.

Meski tersingkir, cerita bagaimana Timnas Indonesia menahan Uni Soviet yang menjadi juara Olimpiade 1956 akan menjadi mitologi yang akan diturunkan dari masa ke masa. Bagaimana postur kecil orang Indonesia tidak menjadi halangan untuk melawan orang-orang Eropa berpostur raksasa.

Keberhasilan Toni Pogacnik dalam membangun Timnas Indonesia dikarenakan dirinya yang paham betul dengan karakteristik pemain sepak bola Indonesia. Hal tersebut ia dapat dalam perjalanan spiritualnya menyusuri pelosok Indonesia melihat bagaimana bola sepak dimainkan oleh masyarakat terpencil.

Baca Juga

Toni menemukan kelebihan dari pemain Indonesia itu adalah mempunyai kualitas teknik yang bagus dengan kecepatan luar biasa, tetapi tidak dengan kecerdasan dalam bermain sehingga kerap tidak efektif. Namun kelemahan terbesar yang ia ungkap adalah tidak adanya kemampuan untuk secara sadar menciptakan kesempatan sebaik-baiknya.

"Artinya bukan mencari sendiri posisi yang baik untuk melepas tembakan, tapi juga mencari jalan supaya kesempatan mencetak gol terbuka bagi salah seorang atau lebih dari pemain-pemain kawan," ungkap Toni seperti yang dinukil dari majalah Star Weekly tahun 1956.


2. Hancur Akibat Match Fixing

Caption

Prestasi tempat ketiga yang diraih oleh Toni Pogacnik bersama Timnas Indonesia di ajang Asian Games 1958 telah membawa rasa optimisme bagi para suporter. Oleh karena itu target di Asian Games Jakarta 1962 untuk menjadi juara tampaknya tidak muluk-muluk untuk saat itu.

Akan tetapi dalam persiapannya dalam ajang tersebut, tercium suatu kabar kalau ada pemain yang terlibat dalam skandal pengaturan skor. Akhirnya memasuki tahun 1962, terungkap 4 pertandingan Timnas Indonesia melawan Malmoe (Swedia), Thailand, Yugoslavia, dan Ceko yang terindikasi pengaturan skor.

Kasus itu bernama Skandal Senayan 1962 yang bermula saat Maulwi Saelan melaporkan adanya indikasi tidak beres dari rekan-rekannya pada pertandingan 1961. Investigasi pun dilakukan oleh PSSI dengan membentuk tim pemeriksa hingga ditemukan suatu fakta kalau sejumlah pemain Timnas Indonesia menerima uang dari Bandar judi.

Stadion Gelora Bung Karno di Asian Games 1962.

"Seperti digoda setan, saya terperangkap. Saya terpaksa menerimanya karena kondisi keluarga," kata Wowo Sunaryo seperti dilaporkan majalah Tempo edisi 14 Juli 1979.

Pada akhirnya sebanyak 10 pemain Timnas Indonesia yang harus dihukum karena terlibat dalam skandal match fixing. Mereka adalah Iljas Hadade, Pietje Timisela, Omo Suratmo, Rukma Sudjana (kapten), Sunarto, Wowo Sunaryo (Persib), John Simon, Manan, Rasjid Dahlan (PSM Makassar), dan Andjiek Ali Nurdin (Persebaya).

Alhasil Timnas Indonesia yang kehilangan banyak pemain bintangnya harus terkapar di Asian Games 1962 dengan tidak lolos dari babak grup. Bahkan Toni Pogacnik sampai tak kuasa menahan tangis ketika memebesuk para tersangka yang menekam di kantor polisi Jakarta Pusat.

Baca Juga

“Kalau saja tidak terjadi suap-suapan, tim itu dapat mencapai standar Internasional,” kata Toni dengan nada menyesal kepada awak media setelah Timnas Indonesia tersingkir dari Asian Games 1962.

Skandal Senayan 1962 sudah menjadi bukti betapa jahatnya match fixing yang pernah menghancurkan Timnas Indonesia terbaik sepanjang masa. Toni Pogacnik pun tak lama setelah itu berhenti dari kursi pelatih Timnas Indonesia.

Koordinator Save Our Soccer Akmal Marhali.

“Itu (Skandal Senayan 1962) suap pertama yang terbongkar melibatkan para pemain Timnas,” ungkap Akmal Marhali kepada INDOSPORT.com ketika mengingat-ingat kasus tersebut.

Jika match fixing tidak bisa diatasi, rasanya Timnas Indonesia itu benar-benar seorang pungguk yang merindukan bulan. Hasrat untuk juara selalu ada, tetapi keinginan untuk memperkaya sendiri tampaknya menjadi prioritas lebih oleh para mafia yang sedang mensutradarai siapa yang bakal juara Liga 1 2019.

Terus Ikuti Update Berita Sepak Bola Indonesia Lainnya Hanya di INDOSPORT.COM.
 

KambojaTimor LesteLaosTimnas IndonesiaLuis MillaAntun PogacnikLiga IndonesiaAkmal MarhaliLiga 1Liga 3Piala AFF 2018

Berita Terkini