x

Madu dan Racun Kompetisi Tarkam dalam Sepak Bola Indonesia

Sabtu, 15 Desember 2018 16:16 WIB
Penulis: Coro Mountana | Editor: Arum Kusuma Dewi

INDOSPORT.COM - Dengan kondisi lapangan yang tampaknya lebih layak untuk ternak babi atau bajak sawah, dua tim sepak bola sedang beradu fisik memperebutkan bola demi kejayaan kampungnya.

Sesekali para pemain merebut bola dengan cara yang sangat kasar dengan berpegang teguh pada falsafah ‘bola boleh lewat tapi orang jangan’, itulah sepak bola tarkam.

Sebuah kompetisi sepak bola yang diselenggarakan dengan mempertemukan tim-tim yang berasal dari kampung tertentu. Tarkam sendiri merupakan kepanjangan dari antar kampung, sehingga tak heran apabila yang bermain membawa nama kampungnya masing-masing.

Baca Juga

Normalnya sepak bola tarkam diikuti oleh mereka yang memang bukanlah profesional alias pemain yang memiliki kontrak untuk bermain di kompetisi resmi. Akan tetapi tak jarang pemain profesional juga menjajal ajang yang lebih mengutamakan kekuatan fisiknya.

Biasanya mereka mengikuti turnamen tarkam dikarenakan tidak mendapatkan tempat untuk bermain secara profesional atau ketika kompetisi yang sebenarnya tidak ada, seperti yang terjadi pada 2015. Tak bisa dipungkiri, tarkam telah menjadi ajang pelarian bagi pemain yang tidak bermain secara profesional.

Baca Juga

Namun, tarkam mempunyai dua sisi wajah untuk sepak bola Indonesia, ada dampak postif dan negatif terhadap sepak bola Indonesia. Dua dampak itu telah berevolusi menjadi madu dan racun yang bisa membuat karier sang pemain menjadi manis lagi karena bisa berkompetisi, tetapi di sisi lain dapat membunuh pemain itu sendiri.


1. Tarkam Adalah Madu bagi Pesepakbola

Amarzukih

Ketika kompetisi sepak bola di Indonesia dihentikan pada tahun 2015, banyak pemain yang kehilangan mata pencaharian utamanya. Hal itu tentu berimbas pada keluarganya yang harus mengalami kesulitan ekonomi, bayangkan jika si pemain memiliki anak yang membutuhkan susu.

Untuk sekadar menyambung hidup atau mencari sesuap nasi, pemain sepak bola itupun mau tidak mau bermain secara tarkam. Dengan bayaran yang sangat jauh dari standar pemain profesional, mereka tetap menerimanya asalkan masih mendapat pemasukan sembari menjaga kebugaran tubuh dan stamina agar tetap prima.

Baca Juga

Berdasarkan data dari FootballTribe, tercatat pemain dengan nama beken macam Ramdani Lestaluhu, Achmad Jufriyanto, dan Titus Bonai pernah bermain di kompetisi tarkam yang bernama Bina Jaya Cup. Di tempat lain, kompetisi tarkam di Makassar bahkan diikuti oleh lebih banyak pemain profesional.

Aksi selebrasi Ramdani Lestaluhu usai cetak gol ke gawang Persela

Mereka adalah Zulham Zamrun, Cristian Gonzales, Evan Dimas, Hamka Hamzah, dan masih banyak lagi. Mantan pemain Persija Jakarta, Amarzukih juga pernah ambil bagian bahkan cukup sering berpartisipasi di kompetisi tarkam.

"Sudah enggak terhitung. Mungkin lebih dari sepuluh pertandingan di beberapa turnamen," kata Amarzukih saat menceritakan pengalamannya bermain tarkam seperti yang dinukil dari SuperSkor pada tahun 2015.

Tarkam juga menjadi wadah bagi mereka yang sudah tidak sanggup bersaing di level profesional lagi. Tak terkecuali mantan wonderkid Indonesia, Syamsir Alam yang ternyata harus melanjutkan karier bermain tarkam setelah diputus kontraknya oleh Persiba Balikpapan 2 tahun silam.


2. Tarkam Bisa Jadi Racun bagi Pesepakbola Juga

Monang Siantori tewas dalam sebuah laga tarkam di Sumatera Selatan.

Selain membuat para pemain bisa tetap merasakan kompetisi demi menjaga kebugaran tubuh dan sekadar menyambung hidup, tarkam juga menyimpan racun yang dapat membunuh karier pemain itu sendiri. Ada banyak kasus memilukan yang terjadi pada kompetisi tarkam.

Contohnya adalah yang menimpa pesepakbola berumur 40 tahun asal Banyuwangi yang bernama Abdul Pattah. Ia harus meregang nyawa kala mengikuti tarkam di Desa Batak, Songgon. Abdul Pattah menemui ajalnya ketika ia mengadang tembakan keras yang bersarang di dadanya.

Tak hanya Abdul Pattah, Monang Sianturi juga diketahui meninggal dalam turnamen sepak bola yang memperingati HUT Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, Kamis (16/11/17). Monang meninggal setelah sempat tak sadarkan diri sesaat menjalani pertandingan.

Pesepakbola tarkam meninggal dunia saat bertanding

Menurut mantan rekan Monang, Kris, temannya itu tidak mendapatkan pertolongan medis yang baik usai tak sadarkan diri. Tim medis yang seharusnya bertugas pada pertandingan itu disebut telat hadir sehingga tidak ada medis yang bertugas di sana.

Setelah kejadian itu, terungkap dari sebuah video kalau Monang sebelum meninggal hanya mendapatkan pertolongan seadanya dari rekan-rekannya. Bahkan Monang tampak kesulitan bernapas hingga akhirnya meninggal dunia.

Baca Juga

Selain itu, Zulham Zamrun yang merupakan pemain andalan di Piala AFF 2016 juga pernah mengalami kenangan buruk dari turnamen tarkam. Di ajang Habibie Cup 2015, Zulham Zamrun nyaris pensiun dini akibat alami cedera ACL (anterior cruciate ligament) yang merupakan robekan dalam sendi lutut.

Zulham Zamrun usai cetak gol ke gawang Bali United

Penyebab adanya kasus pemain meninggal di tarkam dikarenakan tidak profesionalnya medis yang bertugas sehingga tidak dapat menyediakan rasa aman bagi para pemain. Untuk kasus Zulham yang nyaris tamat kariernya, para pemain tarkam memang bermain cenderung kasar hanya demi kemenangan dengan sejumput uang yang akan didapatkannya.

Tarkam adalah oase bagi mereka yang tidak bisa berkompetisi di level atas lagi. Tetapi di satu sisi lainnya, terdapat malaikat pencabut nyawa yang berlindung di belakang gawang akibat kompetisi yang dijalankan secara amatiran saja.

Terus Ikuti Berita Sepak Bola Indonesia dan Berita Olahraga Lainnya Hanya di INDOSPORT.COM

Hamka HamzahCristian GonzalesZulham ZamrunSyamsir AlamLiga IndonesiaAmarzukih

Berita Terkini