Seto Bersaudara dan Kisah Manis Penakluk Sepak Bola Mataram
INDOSPORT.COM - Selasa malam, 23 Oktober 2018 lalu, pencinta sepak bola Indonesia khususnya di wilayah DI Yogyakarta mendapat kabar mengejutkan.
Kapten PSIM Yogyakarta, Hendika Arga Permana mendadak mengumumkan diri gantung sepatu dari aktivitas olahraga terpopuler se-jagad raya itu.
Arga, sapaan akrabnya, pensiun apakah karena faktor usia? Tidak! Dia mengakhiri karier di sepak bola saat usia emas dan produktif yakni 25 tahun.
Lalu karena cedera? Bukan juga. Keputusan pensiun diambil saat kondisi Arga sedang dalam performa terbaik dan baru sekitar lima hari diboyong PSS Sleman.
Ya, Arga menerima pinangan PSS Sleman untuk terjun di babak 8 besar Liga 2. Namun, langkah tersebut mendapat protes keras dari pendukung tim Laskar Mataram di media sosial.
Tak hanya itu, spanduk protes terhadap keputusan Hendika Arga terbentang jelas di mess PSIM.
Hanya satu alasannya. Rivalitas! Namun, rivalitas buta dari oknum suporter disebut-sebut jadi landasan pemain yang identik dengan nomor punggung 8 itu untuk gantung sepatu.
"Saya berharap teman-teman pemain digenerasi sekarang atau yang akan datang yang ingin memperkuat tim manapun, mampu mendapatkan kebahagiaan dan kebebasan secara utuh," tambahnya.
"Mampu menikmati sepak bola di manapun mereka bermain untuk tim tersebut. Dan saya yakin semua pesepak bola mendambakan hal itu," jelasnya.
Potongan kalimat yang dituliskan Arga saat mengumumkan pensiun dari dunia olah si kulit bundar. Ungkapan yang memberi isyarat dan harapan agar kejadian serupa tak menimpa pemain lain.
Selama ini hubungan suporter di wilayah itu memang kurang harmonis. Kelompok suporter PSS dan Persis Solo akur, namun keduanya tak harmonis dengan PSIM.
Mungkin Persiba Bantul yang 'beruntung' karena nyaris tak pernah terjadi gejolak dengan kelompok suporter di tiga daerah tersebut.
1. Rival Iya, Pahlawan Juga
Lalu, sesulit itukah berkarier dalam lingkaran panas rivalitas sepak bola di Bumi Mataram utamanya Solo dan DIY?
Perjalanan karier sepak bola Seto Nurdiyantoro beserta dua saudaranya yakni Fajar Listyantoro dan Yohanes Yuniantoro mungkin jadi salah satu cerita manis di tengah rivalitas fana.
Ketiganya pernah "terjebak" dalam cerita pendakian karier sepak bola bersama klub-klub di Bumi Mataram. Mulai PSIM Yogyakarta, PSS Sleman, Persiba Bantul, Persijatim Solo FC, hingga Pelita Solo.
Seto Nurdiyantoro memborong empat gol ke gawang PSS Sleman saat masih berkostum Pelita Solo dalam laga pamungkas Liga Indonesia musim 2001/2002 di Stadion Manahan, Solo.
Gol itu cukup spesial karena menyelamatkan tim millik Nirwan Bakrie itu dari zona degradasi. Seto disanjung bak pahlawan oleh ribuan suporter Pasoepati yang memadati stadion.
Namun tahun lalu di kompetisi Liga 2, tim yang sebelumnya jadi rival saat bermain dan dia berondong empat gol itu dibawa jadi juara sekaligus promosi ke Liga 1 musim depan. Kini giliran Seto dielu-elukan karena membawa PSS meraih prestasi tertinggi.
"Saya tidak pernah memikirkan soal rivalitas seperti itu. Setiap berkarier di klub manapun, saya bekerja profesional dan ingin memberikan yang terbaik," ungkap Seto dalam perbincangan dengan INDOSPORT.
"Saya juga berusaha merangkul dan berdiskusi dengan semua pihak agar tidak terjadi konflik. Apalagi saya memang mengutamakan hal teknis yakni program latihan dan strategi," ucapnya.
Mengawali karier profesional bersama PSS tahun 1990, Seto mengaku karier cemerlangnya justru saat memperkuat PSIM Yogyakarta di tahun 1995-2000. Pelatih yang saat ini berusia 44 tahun itu menjelma sebagai salah satu predator muda potensial di Indonesia.
Performa apiknya itu membuat Pelita Solo kepincut dan akhirnya memboyong Seto. Bersama tim kebanggan masyarakat Kota Bengawan saat itu, Seto mampu menembus skuat Timnas Indonesia dan jadi runner-up Piala Tiger 2000.
"PSIM memang punya cerita bagus dalam perjalanan karir saya. Saat bermain, karir cemerlang saya muncul saat di tim itu. Lalu bergabung dengan Pelita Solo sebagai langkah untuk mengembangkan permainan," kata dia.
Dari karier pelatih, Seto mengawali sebagai pemain merangkap asisten pelatih di Persiba Bantul saat kompetisi Divisi Utama 2011. Saat itu, tim Laskar Sultan Agung dibawanya menjadi juara dan promosi ke Liga Super Indonesia.
Lalu, status Seto naik jadi pelatih. Jabatan debutnya itu justru didapat saat pelatih kepala PSIM pada kompetisi Divisi Utama 2014 silam.
"Saya awal main di sini, jadi pelatih profesional pertama juga di sini. Saya banyak belajar dari PSIM dan secara pribadi saya mengucapkan terima kasih pada PSIM."
2. Junjung Profesionalitas
Cerita yang nyaris sama juga dialami sang adik, Fajar. Saat laga Divisi Utama 2003, Fajar yang memperkuat Persijatim Solo FC mencetak gol kemenangan atas PSS Sleman di Stadion Mandala Krida, Yogyakarta.
Padahal semusim sebelumnya, pemaih kelahiran 26 Jun 1981 itu adalah penggawa tim kebanggan masyarakat Bumi Sembada. Karena jarang mendapat tempat, Fajar akhirnya pindah ke Solo FC.
Namun 10 tahun berselang, Fajar Listiyantoro kembali ke tanah kelahiran dan berseragam PSS Sleman. Tak tanggung-tanggung, menjabat sebagai kapten, tim Super Elang Jawa dibawanya menjadi juara Divisi Utama versi Liga Prima Indonesia Sportindo (LPIS) di era dualisme kompetisi.
Sementara untuk Yohanes, pemain berposisi sebagai wing back kanan itu mengawali kiprah bersama PSS Sleman di kompetisi Divisi I tahun 2000 dan timnya promosi ke Divisi Utama. Lalu di Divisi Utama 2001, debut Yohanes dilakukan saat melawan Pelita Solo.
Namun semusim berelang, dia justru berlabuh ke Persijatim Solo FC. Setelah itu dia silih berganti klub di kawasan Bumi Mataram baik PSIM dan Persiba.
"Kami bertiga memang memiliki kebebasan untuk bermain di klub manapun. Termasuk saat akhirnya jadi satu tim, profesionalitas harus diutamakan. Seperti saat saya melatih PSIM dan Fajar ikut seleksi," tukas Seto yang saat ini sedang menempuh lisensi kepelatihan Pro AFC itu.
Melihat perjalanan karir tiga bersaudara itu, menanggambarkan bagaimana rivalitas sesungguhnya hanya terjadi dalam pertandingan.
Sungguh ironi, jika sepak bola sebagai mata pencaharian seorang pemain harus hilang gara-gara rivalitas buta dari para suporter.
Terus Ikuti Berita Sepak Bola Liga Indonesia Lainnya Hanya di INDOSPORT