x

Menelusuri Jejak Komunisme di Sepak Bola Indonesia

Senin, 13 Mei 2019 15:09 WIB
Editor: Prio Hari Kristanto

INDOSPORT.COM - Sepak bola Indonesia tak bisa lepas dari politik. Pada satu dekade ini saja PSSI dipegang oleh orang-orang yang berkecimpung dalam dunia politik.

Sebut saja Nurdin Halid (Ketum PSSI) yang menjabat Ketua DPP Golkar, atau Edy Rahmayadi yang menyambi sebagai Gubernur Sumatera Utara. 

Fenomena politik masuk sepak bola, entah mengapa, seperti sudah jadi kebiasaan di Indonesia. Bahkan, kaum komunis di Indonesia pada masa lalu juga tak luput dari godaan sepak bola. 

Baca Juga

Ajaran Komunisme menjadi begitu tabu semenjak era orde baru menyusul peristiwa G30S/PKI. 

Namun, dengan segala kisah-kisah kelam tentang komunisme, siapa sangka kekuatan politik berhaluan kiri ini pernah begitu lekat dengan sepak bola Indonesia. 

Penggawa Timnas yang Jadi 'Penggawa' PKI

Pemain sepak bola Indonesia yang menyebrang menjadi politikus berhaluan kiri mungkin mustahil ditemukan di Indonesia pada masa kini.

Namun, ketika PKI masih menjadi kekuatan politik yang dominan di Indonesia, beberapa pemain sepak bola pada masa lalu pun terang-terangan berminat pada haluan kiri.

Sejarah mencatat, ada pesepak bola bercap legenda Timnas Indonesia yang bergabung dengan PKI. Pemain itu adalah Ramlan.

Ramlan maju sebagai salah satu calon legislatif dari PKI pada pemilu pertama tahun 1955. 

Banyak yang beranggapan PKI memanfaatkannya sebagai cara untuk meraih dukungan di pemilu. Maklum, sepak bola merupakan olahraga rakyat kala itu. Kisah ini pernah dimuat di koran Harian Rakjat terbitan 29 September 1955

PKI pun sukses masuk empat besar partai dengan raihan suara terbanyak di Pemilu 1955. 

Lima tahun sebelum pemilu 1955, ketua PSSI kala itu, R. Maladi, juga disebut-sebut merupakan simpatisan komunis. 

Pemilihan Muladi sebagai ketum PSSI disebut-sebut adalah cara untuk mempermulus politik luar negeri Indonesia di bawah Soekarno yang saat itu menerapkan Poros Jakarta-Peking. 


1. Lobi-lobi Komunis dan Bantuan Soviet

Stadion Gelora Bung Karno di Asian Games 1962.

Pada masa lalu, Partai Komunis Indonesia tercatat pernah secara khusus mengundang salah satu tim raksasa Rusia (dulu Uni Soviet), Lokomotiv Moscow, untuk main di Indonesia. 

Di Indonesia, Lokomotiv Moscow bertanding melawan klub-klub seperti Persebaya, Persija, dan PSMS. 

Datangnya Lokomotiv tak terlepas dari kedekatan PKI dengan Uni Soviet yang saat itu merupakan pusat kekuatan komunisme dunia. 

Tak hanya PKI yang dekat dengan Uni Soviet. Presiden Indonesia pada masa itu, Soekarno, juga memiliki hubungan mesra dengan Soviet. 

Kedekatan Soekarno pada kekuatan komunis dunia itu pun berujung pada perwujudan mimpi besar Soekarno terhadap kebangkitan olahraga Indonesia. 

Di depan Soviet, Soekarno menyampaikan gagasan mengenai pembuatan stadion olahraga termegah di dunia untuk Asian Games IV. 

Gayung bersambut, Uni Soviet menyanggupi permintaan Soekarno dan memberikan pinjaman uang sebesar 12,5 juta dolar AS (Rp178 miliar) untuk pembangunan stadion sepak bola yang saat ini kita kenal dengan nama Stadion Utama Gelora Bung Karno.

Pada Februari 1960, Presiden Soekarno menancapkan tiang pancang stadion sebagai langkah awal pembangunan kompleks olahraga Senayan. 

Pada 1962, stadion dan kompleks olahraga pun rampung dibangun. Indonesia kemudian sukes menggelar Asian Games IV dengan keluar sebagai runner-up di bawah Jepang.

Setelah Asian Games 1962, Indonesia langsung menggelar Ganefo alias Games of The New Emerging Forces. Ganefo merupakan persta olahraga yang khusus diikuti 48 negara dari Asia, Afrika, dan Amerika Latin. 

Pesta olahraga yang dimotori Indonesia ini merupakan simbol perlawanan terhadap negara-negara imperialis. Ganefo bahkan ingin dipakai Soekarno untuk menyaingi Olimpiade yang dulu didominasi barat. 

Toni Pogacnik

Timnas Indonesia pada masa lalu pernah dijuluki Macan Asia. Timnas Indonesia tercatat pernah merebut medali perunggu Asian Games 1958 di Tokyo, Jepang. 

Sosok pelatih yang berjasa saat itu adalah Antun 'Toni' Pogacnik. Pogacnik merupakan mantan gelandang legendaris Timnas Yugoslavia. 

Saat melatih Indonesia, Timnas Garuda mampu tembus ke semifinal Asian Games 1954 di Manila. Indonesia di bawah asuhannya juga pernah menahan imbang Uni Soviet pada Olimpiade 1956 di Melbourne. 

Puncaknya, Timnas Indonesia meraih medali perunggu di Asian Games 1958. Bahkan, Pogacnik hampir membawa Indonesia ke Piala Dunia 1958 di Swedia. 

Baca Juga

Perekrutan Toni Pogacnik bermula dari ketertarikan ketua PSSI era 1950-an, R. Maladi. Dalam artikel di Tabloid Bola, 21 Agustus 2018, R. Maladi disebut kepincut dengan permainan Timnas Yugoslavia di Olimpiade 1952 di bawah asuhan Pogacnik.

Maladi bahkan dikabarkan terbang langsung ke Yugoslavia untuk merayu Tony. 

Demi mempermudah proses ini, R. Maladi juga melaporkannya ke Presiden Soekarno. Kebetulan, Soekarno memiliki hubungan yang harmonis dengan Presiden Yugoslavia, Josip Broz Tito. 

Penjajakan awal pun dilakukan dengan mengundang Timnas Yugoslavia yang dilatih Pogacnik untuk beruji coba lawan Indonesia di lapangan Ikada pada 26 Agustus 1953. 

Indonesia saat itu memang kalah dari Yugoslavia. Namun, setahun kemudian, Pogacnik resmi menjadi pelatih Timnas Indonesia.  

Rully Nere Pusing Ada Timnas Wanita Mendadak Hamil

Terus Ikuti Perkembangan Sepak Bola Indonesia dan Berita Olahraga Lainnya di INDOSPORT.COM 

PSSIPKITimnas IndonesiaSoekarnoUni SovietAsian Games IV

Berita Terkini