x

Seperempat Abad Era Profesional, Tahun Perak Sepak bola Indonesia

Rabu, 15 Mei 2019 12:30 WIB
Editor: Indra Citra Sena
Seperempat Abad Era Profesional, Tahun Perak Sepak bola Indonesia. Grafis: Yanto/Indosport.com

INDOSPORT.COM - Indonesia dan sepak bola. Dua kata tersebut sangat erat kaitannya. Lembaran sejarah menyebutkan bahwa cabang olahraga yang identik dengan 11 lawan 11 ini sudah dikenal oleh masyarakat Tanah Air selama lebih dari satu abad, tepatnya sejak Nusantara masih berada di bawah penjajahan Belanda.

Federasi sepak bola Indonesia, PSSI, pun berdiri di era kolonial. Raden Soeratin Sosrosoegondo menggagas institusi ini pada 19 April 1930 di Yogyakarta. Dia juga langsung menggelar kompetisi bernama Perserikatan edisi 1930-31.

Perserikatan kemudian menjadi hiburan bagi penikmat sepak bola di Indonesia sekaligus wadah untuk mendukung klub asal daerah masing-masing, terutama Persib Bandung, Persebaya Surabaya, PSMS Medan, Persis, Solo, PSM Makassar, dan Persija Jakarta yang punya basis suporter besar.

Baca Juga

Meski begitu, Perserikatan sesungguhnya bukanlah kompetisi sepak bola profesional. Level kejuaraan ini bahkan masuk kategori amatir lantaran seluruh pendanaan ditanggung penuh oleh PSSI dan klub-klub juga amat bergantung kepada kontribusi pemerintah daerah.

Memasuki dekade 1980-an, sepak bola Indonesia memasuki babak baru dengan kelahiran Galatama, sebuah kompetisi semi-profesional yang diikuti klub-klub perusahaan dengan pengelolaan lebih modern. Edisi perdana bergulir pada 1979/80 dan dimenangi oleh Warna Agung.

Lahirnya Galatama membuka jalan ke ajang kontinental, yaitu Asian Club Championship (sekarang Liga Champions Asia) dan Piala Winners Asia (sekarang Piala AFC). Wakil-wakil Indonesia rutin berkompetisi sejak 1985/86 meski prestasi terbaik hanya sebatas menempati posisi ketiga edisi 1990/91 (Pelita Jaya).

Sayang, gaung Galatama yang notabene tinggal selangkah lagi masuk level profesional justru kalah jauh dari Perserikatan. Stadion-stadion relatif sepi karena klub-klub kurang memiliki akar yang kuat di daerah.

Berbeda dengan klub-klub Perserikatan yang sangat mengakar, contoh Persib dan Persebaya. Rata-rata warga Bandung dan Surabaya adalah pendukung setia Persib dan Persebaya, bukan Mastrans Bandung Raya dan NIAC Mitra (Galatama).

Hal ini menjadi faktor utama penyebab sederet klub raksasa Galatama gulung tikar dalam usia yang terbilang masih seumur jagung, seperti Pardedetex (Medan), Sari Bumi Raya (Bandung), Yanita Utama (Bogor), dan Krama Yudha Tiga Berlian (Palembang).

Padahal, Galatama merupakan cetak biru kompetisi sepak bola modern di Indonesia yang kala itu berupaya melakukan terobosan baru menuju era profesional. Petinggi PSSI dan pelaku bal-balan lantas bergerak merumuskan formula revolusioner bernama Liga Indonesia pada 1994.

Dari situlah era baru sepak bola Indonesia dimulai. Sebuah momentum yang menandai perjalanan selama seperempat abad ke depan hingga musim ini mencapai kategori tahun perak kompetisi profesional Tanah Air.  


1. Era Profesional Dimulai

Logo Liga Dunhill.

Setelah melalui pembahasan cukup panjang, palu pun diketuk dengan memutuskan sepak mula Liga Indonesia digelar pada 27 November 1994. Kampiun Perserikatan 1993/94, Persib, dan jawara Galatama 1993/14, Pelita Jaya, dipilih untuk saling bertarung dalam partai pembuka sekaligus gong era profesional sepak bola Tanah Air. 

Meski demikian, penyelenggaraan Liga Indonesia ini bukannya tanpa masalah. Kelayakan stadion, pengunduran diri peserta, sampai izin pemain asing berturut-turut merecoki revolusi sepak bola nasional dari amatir menuju profesonal.

Semua kendala itu nyatanya tidak bisa membendung perubahan zaman. Liga Indonesia 1994/95, yang identik dengan Liga Dunhill sesuai nama sponsor utama tetap bergulir pada 27 November 1994. Format kompetisi adalah dua wilayah (barat dan timur) menimbang kondisi geografis Nusantara.

Baca Juga

"Bahwa ada kendala di sana-sini itu wajar. Persoalannya, seberapa jauh tekad dan komitmen kita untuk menyukseskan kompetisi ini," kata Agum Gumelar yang kala itu menjabat Ketua Liga Indonesia seperti dikutip dari Tabloid BOLA edisi 560 (Jumat, 25 November 1994).

Masing-masing wilayah terdiri dari 17 klub. Total 34 klub peserta Liga Indonesia 1994/95 merupakan gabungan Perserikatan dan Galatama yang dibagi rata berdasarkan keputusan PSSI dan operator kompetisi sewaktu merumuskan format wilayah.

Jebolan Perserikatan antara lain Persib, PSMS, PSDS Deli Serdang, Persija, Persita Tangerang, Persiraja Banda Aceh, Persija Timur, Persiku Kudus (wilayah barat), Persebaya, Persegres Gresik, PSIS Semarang, Persipura Jayapura, PSIM Yogyakarta, PSIR Rembang, PSM Makassar, Persiba Balikpapan, dan Persema Malang (wilayah timur).

Sedangkan alumni Galatama yaitu Semen Padang, Bandung Raya, Pelita Jaya, Arseto Solo, Medan Jaya, Warna Agung, BPD Jateng, Aceh Putra, Mataram Putra (wilayah barat), Assyabaab SG, PKT Bontang, Gelora Dewata, Arema Malang, Putra Samarinda, Petrokimia Putra, Barito Putera, dan Mitra Surabaya (wilayah timur).

Belakangan, Aceh Putra mengundurkan diri karena terbelit masalah finansial. Posisi mereka digantikan oleh PS Bengkulu yang aslinya dipastikan terdegradasi ke kasta kedua lantaran kalah bersaing di musim pamungkas Perserikatan (1993/94).

Jumlah 34 klub di kasta tertinggi disebut-sebut sebagai yang paling besar di dunia. Bisa dimaklumi karena liga-liga top Eropa seperti Premier League (Inggris), LaLiga (Spanyol), bahkan Serie A (Italia) saat itu maksimal hanya terdiri dari 18-22 klub saja.

Diprediksi bakal keteteran, dan memang terbukti banyak kekurangan sepanjang pelaksanaannya, namun musim perdana Liga Indonesia bisa ditutup dengan manis selepas pertandingan final yang berujung titel juara buat Persib berkat kemenangan tipis atas Petrokimia (1-0).


2. Bertahap Menuju Kesempurnaan

Logo Liga Djarum Indonesia 2007

Sukses menggelar edisi 1994/95, PSSI dan operator kompetisi kembali memutar Liga Indonesia setahun berselang. Format dua wilayah tetap dipertahankan dan mulai terjadi permutasi klub sebagai imbas sistem promosi-degradasi.

Musim berikutnya, Liga Indonesia mengalami sedikit perubahan, di mana format wilayah bertambah menjadi tiga (barat, tengah, timur). Keputusan ini diambil untuk mengakomodasi keluhan beberapa klub yang keberatan menempuh jarak jauh saat melakoni laga tandang. 

Keadaan berlangsung normal, tapi tidak begitu lama karena Indonesia dihajar krisis moneter pada 1998. Belum lagi situasi politik dalam negeri yang memanas seiring tuntutan reformasi, kerusuhan Mei 1998, dan lengsernya Soeharto dari singgasana Presiden RI setelah lebih dari 32 tahun berkuasa. 

Dampaknya, Liga Indonesia 1997/98 mesti berhenti di tengah jalan. Maraknya pengaturan skor oleh mafia sepak bola juga menjadi salah satu faktor utama di balik keputusan PSSI membubarkan kompetisi yang sejatinya sudah memasuki pekan ke-16.  

Liga Indonesia baru berputar lagi per 1 November 1998. Kali ini, format tetap menggunakan tiga wilayah, tapi khusus barat dan tengah masing-masing dibagi ke dalam dua grup, pengecualian wilayah timur yang masih satu grup.

Memasuki edisi 1999/00, Liga Indonesia kembali memakai format dua wilayah. Sponsor baru masuk, bukan pabrikan rokok seperti biasanya, melainkan sektor perbankan, yaitu Bank Mandiri. Kompetisi pun lebih dikenal dengan sebutan Divisi Utama.

Terobosan format satu wilayah sempat dilakukan selama dua musim pada edisi 2003 dan 2004, tapi lagi-lagi harus balik ke haluan awal, setidaknya sampai PSSI merumuskan dan menggulirkan era baru bernama Liga Super Indonesia (LSI) per 2008/09.

Sayangnya, perencanaan jadwal kompetisi selalu saja jauh dari kesan rapi dan teratur, tidak seperti liga-liga kebanyakan yang menggelar semua pertandingan setiap pekan. Klub-klub LSI jarang bertanding secara bersamaan dalam sepekan.

Kondisi ini paling sering dialami oleh klub asal Indonesia Tengah dan Timur seperti PKT Bontang, PSM, dan Persipura, sedangkan klub asal Indonesia Barat relatif aman soal jadwal pertandingan setiap pekan.

Hal ini bahkan sempat membuat operator kompetisi mengambil langkah mundur dengan menggunakan format dua wilayah edisi 2014, meskipun setahun kemudian memutuskan kembali ke satu wilayah sebelum vakum akibat perseteruan PSSI dengan Kemenpora yang berujung sanksi FIFA.


3. Pembekuan Berbuah Introspeksi

Logo Liga 1 2019

Campur tangan pemerintah, dalam hal ini Kemenpora, terhadap sepak bola Indonesia, memaksa FIFA turun tangan. Sanksi pembekuan pun diterima yang lantas berimbas kekosongan kompetisi periode 2015-2016.

Sungguh tamparan keras dari FIFA, tapi sanksi ini toh mendatangkan berkah tersendiri. Para stakeholder sepak bola Indonesia memiliki cukup banyak waktu untuk memikirkan sistem kompetisi yang ideal sebelum masa hukuman berakhir.

Di masa hukuman, PSSI sempat menggelar kompetisi non-resmi bertajuk Indonesia Soccer Championship (ISC) A 2016. Hal ini disebut-sebut menampilkan model terbaik dengan jadwal yang rapi dan teratur bak liga-liga top Eropa.

Model ISC 2016 inilah yang kemudian diaplikasikan ke Liga 1 2017 dan berlanjut hingga kini. Jadwal pertandingan hanya bisa ditunda bila terjadi peristiwa tertentu yang mengharuskan operator liga menggeser ke hari lain.

Secara keseluruhan, model terbaru kompetisi berjalan dengan baik. Satu-satunya hal yang masih saja merecoki Liga Indonesia adalah kasus pengaturan skor dan isu juara telah diatur sejak awal musim oleh pihak tertentu.

Baca Juga

Isu semakin liar ketika Joko Driyono selaku petinggi PSSI diketahui memiliki saham mayoritas di Persija yang notabene kampiun Liga 1 2018. Dia bahkan telah mendekam di sel lantaran ditetapkan sebagai tersangka kasus perusakan barang bukti terkait pengaturan skor.  

Di luar kasus itu, kompetisi Indonesia telah mengalami perkembangan yang sangat pesat selama 25 tahun. Harapannya tentu saja di tahun perak ini klub-klub Indonesia mulai bisa meraih prestasi mentereng di kancah internasional, terlebih Piala AFC yang kini diwakili PSM. Semoga saja.

Geledah Stadion Tugu Persitara Bareng Pentolan NJ Mania

Ikuti Terus Perkembangan Sepak bola Indonesia dan Olahraga Lainnya Hanya di INDOSPORT

Persib BandungPSSIPersipura JayapuraJoko DriyonoPetrokimia GresikLiga GalatamaPerserikatanShopee Liga 1

Berita Terkini