x

Manchester City dan Saga Financial Fair Play di Langit Etihad

Sabtu, 15 Februari 2020 06:46 WIB
Editor: Prio Hari Kristanto
Klub papan atas Liga Inggris, Manchester City, resmi dihukum tak boleh tampil di semua kompetisi sepak bola UEFA selama dua musim.

INDOSPORT.COM - Klub papan atas Liga Inggris, Manchester City, resmi dihukum tak boleh tampil di semua kompetisi sepak bola UEFA selama dua musim. 

Badan Pengawas Keuangan Klub Eropa (CFCB) milik UEFA menyatakan bahwa Manchester City telah bersalah melanggar aturan Financial Fair Play (FFP). 

Dalam keterangan resminya, UEFA menyebut City tak mampu menutupi kerugian dan kedapatan melebih-lebihkan angka pendapatan sponsor di akunnya dalam laporan neraca keuangan yang dikirimkan pada rentang tahun 2012-2016. 

Baca Juga

City juga dinyatakan bersalah karena gagal bersikap kooperatif dalam penyelidikan kasus oleh CFCB yang sudah dimulai sejak akhir tahun 2018

Dengan sanksi ini, itu artinya Man City tak boleh bermain di kompetisi Liga Champions atau pun Liga Europa untuk musim 2020-2021 dan 2021-2022. 

Tak cuma larangan tampil di kompetisi eropa, dilansir dari Sky Sports, City juga didenda sebesar 24,9 juta pound (Rp468 miliar) karena 'pelanggaran serius' pada peraturan Financial Fair Play.

Setelah kabar itu tersiar, pihak Man City langsung merilis pernyataan resmi. Pihak City menuding ada kecacatatan dalam proses penyelidikan yang dilakukan oleh UEFA. Klub pun dipastikan akan mengadu secara resmi ke Badan Disiplin UEFA sesuai dengan regulasi CAS (Pengadilan Arbitrasi Olahraga). 

"Proses selanjutnya yang cacat dan secara konsisten terjadi kebocoran pada proses yang mereka awasi (sendiri), yang berarti ada sedikit keraguan dalam (laporan) hasil yang mereka sampaikan. Klub telah secara resmi mengadu ke badan Disiplin UEFA, sebuah pengaduan yang disahkan oleh keputusan CAS,"

Pangkal Masalah 

Perseteruan Manchester City dengan UEFA dalam kasus pelanggaran aturan Financial Fair Play sejatinya sudah berlangsung dalam waktu lama dan bahkan terbagi dalam beberapa babak. 

Jika menarik ke belakang, persoalan sudah dimulai sejak tahun 2014 silam. Pada saat itu UEFA telah memvonis Man City dalam kasus pelanggaran Financial Fair Play

Permasalahan berpusat pada Manchester City yang tak mampu menjaga keseimbangan pengeluaran dan pendapatan terkait belanja besar yang mereka lakukan dalam beberapa musim di masa itu. 

Man City gagal menjaga batas kerugian maksimal sebesar 20 juta euro di tahun 2014 dan 10 juta euro di tahun 2015. Seperti diberitakan The Guardian, karena masalah ini City diminta membatasi gaji pemain dan mengurangi belanja mahal di bursa transfer di periode tersebut. 

Tak cuma itu, sebagai hukuman City didenda sebesar 60 juta pounds atau setara dengan Rp1,1 triliun. 

Akan tetapi, beberapa tahun kemudian kasus itu memasuki babak baru. Munculnya dokumen Football Leaks yang dimuat di surat kabar Jerman, Der Spiegel, pada November 2018 silam kembali membuka investigasi terhadap perkara yang sama oleh UEFA. 

Football Leaks yang merupakan produk dari sekelompok peretas yang dipimpin oleh pria Portugal bernama Rui Pinto berhasil membocorkan puluhan juta berkas terkait pelanggaran dan transaksi gelap di dunia sepak bola, termasuk kecurangan yang dilakukan Manchester City. 

Dari dokumen-dokumen itu diketahui adanya kecurangan yang dilakukan Manchester City demi mengakali sanksi FFP. Salah satu yang paling menonjol adalah perihal kerjasama sponsor antara City dan Etihad.

City melaporkan kesepakatan tersebut bernilai 60 juta pound. Belakangan diketahui, sebesar 59,5 juta pound diduga hanya dari kantong Seikh Mansour (pemilik City) seorang.

Kecurangan serupa terjadi di beberapa kasus lainnya. Cara tak terpuji City ini dilakukan untuk mengakali aturan UEFA terkait pembatasan uang yang boleh diterima klub dari si pemilik saham.  

Deretan Dosa Manchester City

Tak berhenti dengan kasus Etihad, laporan Football Leaks yang diinvestigasi oleh UEFA juga menyebutkan adanya 'penyelundupan dana' dengan kemasan sponsor yang dilakukan oleh pemilik City. 

Dalam sebuah kerjasama dengan perusahaan asal Abu Dhabi, Aabar, diketahui bahwa 12 juta pound dari 15 juta pound nilai kesepakatan itu tak lain adalah yang berasal dari kantong pribadi Seikh Mansour. 

Bahkan, Man City juga dituding melakukan penipuan dalam penggajian pelatih mereka terdahulu, Roberto Mancini. Dilansir dari The Guardian, Roberto Mancini dikabarkan  mendapatkan uang yang lebih dari nilai kontrak profesionalnya. 

Usut punya usut, ternyata uang itu datang langsung dari Seikh Mansour yang lolos dari pemeriksaan laporan keuangan klub. Gaji Mancini yang melebihi nilai kontrak ditutupi dengan dalih peran sang pelatih sebagai konsultan klub lain milik Seikh Mansour, yakni Al Jazira Sports. 

Mungkin tudingan paling parah adalah laporan yang menyebutkan bahwa petinggi Man City terlibat kongkalikong dengan presiden FIFA, Gianni Infantino. 

Infantino disebut-sebut berupaya untuk memberikan keringanan hukuman kepada City terkait kasus pelanggaran aturan FFP. Entah kebetulan atau tidak, memang City yang seharusnya mendapatkan sanksi larangan tampil di kompetisi Eropa saat itu akhirnya hanya dihukum denda saja. 

Bantahan Man City

Hasil investigasi UEFA dan bocoran-bocoran yang beredar dari Football Leaks jelas langsung dibantah oleh City. 

Dalam sebuah pernyataan resmi, City menyebut bahwa laporan Football Leaks tidak terpercaya dan mereka yakin hasil investigasi UEFA tak menemukan segala kecurangan yang disebutkan. 

"Bocoran di media mengindikasikan ketidakpercayaan terhadap investigasi yang dipimpin Tuan (Yves) Leterme. Manchester City sepenuhnya percaya diri hasil investigasi akan positif karena prosesnya dipimpin oleh organisasi yang independen,"

Akan tetapi, pada awal 2020 ini UEFA secara resmi menyatakan City bersalah dan menghukum dengan sanski terberat yakni larangan tampil di kompetisi Eropa selama dua musim. 

Setelah kabar itu tersiar, pihak Man City kembali merilis pernyataan resmi. Pihak City menuding ada kecacatan dalam proses penyelidikan yang dilakukan oleh UEFA. 

Mereka pun memastikan akan mengadu secara resmi ke Badan Disiplin UEFA sesuai dengan regulasi CAS (Pengadilan Arbitrasi Olahraga). 

Tak Terkejut

Dihukumnya Manchester City tampil di kompetisi Eropa ternyata sudah bisa diramalkan oleh sejumlah pihak. 

Seperti dilaporkan oleh New York Times yang dilansir dari Tirto.id, pemimpin investigator kasus City yang juga mantan Perdana Menteri Belgia, Yves Leterme, telah merekomendasikan hukuman serupa kepada UEFA.

"Jika apa yang tertulis itu terbukti benar, tentu akan ada hukuman yang benar-benar serius. Ini bisa menuntun ke hukuman terberat: skors dari kompetisi UEFA," ujar Leterme.

Menariknya, ada pula pihak yang tak percaya City akan dihukum walau pun segala kecurangan telah terungkap. 

CEO LaLiga, Javier Tebas, dengan pesimis tak yakin klub seperti City atau PSG mendapat sanksi serius dari UEFA. Alasannya, Javier menuding klub-klub seperti City dan PSG punya hubungan spesial dengan bos-bos di UEFA. 

"Sudah sejak dua tahun lalu saya selalu bilang kalau klub seperti PSG dan Manchester City menipu. Jadi adanya kasus seperti ini sama sekali bukan kejutan," ujar Javier Tebas kepada Goal yang dilansir dari Tirto.id

Pihak UEFA sendiri membantah hal ini melalui presidennya yang baru, Aleksander Ceferin. Dalam laporan New York Times, Ceferin menilai tudingan Javier Tebas hanya sekadar cari sensasi. 

Baca Juga

Omongan Ceferin pun memang terbukti karena pada Jumat (14/02/20) waktu setempat, Manchester City benar-benar diganjar sanksi terberat berupa larangan tampil di kompetisi Eropa selama dua musim. 

Manchester CityLiga ChampionsUEFAFinancial Fair Play

Berita Terkini