x

Kala Inter Milan Juara Piala UEFA 1997-1998: Magis Moratti dan Ronaldo

Jumat, 21 Agustus 2020 17:55 WIB
Editor: Zulfikar Pamungkas Indrawijaya
Massimo Moratti menjadi sosok dibalik kejayaan Inter Milan kala memenangi Piala UEFA 1997-1998.

INDOSPORT.COM - Inter Milan bisa dikatakan menuai kesuksesan besar kala Massimo Moratti mengambil alih kepemilikan di tahun 1995. Di tangan pengusaha minyak asal Italia ini, Nerazzurri meraih beragam titel bergengsi.

Sejarah sepertinya membuktikan bagaimana kuatnya hubungan trah Moratti dengan Inter. Sebelum pria yang kini berusia 75 tahun itu mengambil alih saham Nerazzurri di tahun 1995, sang ayah nyatanya menjadi yang pertama menancapkan nama ‘Moratti’ ke Giuseppe Meazza.

Kesuksesan Inter pada dekade 60’an tak lepas dari tuah sang pemilik, Angelo Moratti. Ayah dari Massimo tersebut menjadi pemilik Nerazzurri sejak 1955 hingga 1968. Dalam 13 tahun kepemimpinannya, La Beneamata menjadi salah satu kekuatan paling menakutkan.

Melihat segala cara yang dilakukan sang ayah dalam mengelola Inter hingga berjaya di era 60’an tentu memberi pelajaran penting bagi Moratti yang akhirnya 27 tahun berselang menguasai La Beneamata.

Dari dua sosok inilah, Inter Milan meraih beragam gelar. Angelo dan Massimo Moratti menjadi sosok yang mungkin harum namanya bagi para Interisti. Berkat keduanya, nama Nerazzurri terdengar di penjuru dunia lewat beragam prestasi.

Baca Juga
Baca Juga

Di bawah kepemimpinan Angelo, Inter mampu meraih beragam gelar prestisius seperti Serie A, Liga Champions hingga Piala Interkontinental. Moratti justru lebih komplit dari sang ayah. Di tangannya, Nerazzurri menambah titel yang diraih sang ayah dengan Coppa Italia, Supercoppa Italia dan Piala UEFA (kini Liga Europa).

Kendati secara prestasi lebih mentereng dari sang ayah, Moratti melewati jalan terjal untuk melengkapi gelar yang dapat diraih Inter. Hal ini tak jauh berbeda dengan masa kepemimpinan awal sang ayah.

Butuh waktu cukup panjang dan uang yang tak sedikit untuk bongkar pasang pemain serta pelatih demi membawa Inter berjaya. Hal tersebut menjadi bukti kecintaan trah Moratti kepada Nerazzurri.

Kembalinya Moratti ke Giuseppe Meazza

Sejak sang ayah melepas Inter Milan, status Massimo Moratti pun lantas menjadi fans biasa. Ia pun menjalani kariernya sebagai pekerja di perusahaan yang dibeli sang ayah, Saras Raffinerie Sarde Spa.

Namun kecintaannya kepada Inter tak pernah luntur. Ia terus memikirkan klub kesayangannya tersebut. Apalagi Inter perlahan mengalami kemunduran dan jauh tertinggal dari rivalnya, AC Milan.

Hal ini membuat Moratti kembali ke Giuseppe Meazza. Tepat pada Februari 1995, Moratti mengakuisisi Inter secara penuh dari tangan Ernesto Pellegrini.  Dari sinilah, ia mengandalka uang untuk menjadi sumber jawaban permasalahan yang melilit Nerazzurri.

Baca Juga
Baca Juga

Sejak ia ambil alih, Inter mendatangkan banyak pemain dan pelatih dengan harga mahal. Namun usaha tersebut tak serta merta berubah menjadi kesuksesan. Bahkan banyak pemain bernama besar malah tak nyetel di Giuseppe Meazza dan malah menjadi bintang di tim lain.

Buruknya manajemen menjadi alasan besar mengapa di bawahnya Inter tak kunjung menuai kesuksesan. Bahkan di tahun pertamanya, Nerazzurri hanya finis di tempat ketujuh Serie A (1995/96) yang berlanjut di tahun kedua finis di posisi ketiga (1996/97).

Bahkan di tahun pertama, Inter bak macan ompong di kompetisi Eropa. Bermaterikan pemain bertalenta seperti Roberto Carlos, Javier Zanetti, Paul Ince dan Gianluca Pagliuca, Nerazzurri hanya bisa bertahan di ronde pertama Piala UEFA (Liga Europa) 1995/96.

Pun di tahun kedua Moratti, Inter gagal di babak final karena tumbang lewat drama adu penalti dari Schalke 04. Kekalahan ini memberi tamparan keras bahwa sejatinya uang bukanlah jawaban instan untuk meraih kesuksesan.

Dengan kenyataan tersebut, Moratti pun lantas berbenah. Memasuki tahun ketiganya di klub yang ia cintai, ia berjanji tak akan mengulangi kesalahan yang sama. Ia merasa harus jeli untuk menghamburkan uang dari kantong pribadinya.


1. Pertaruhan Moratti di Tahun Ketiga

Erick Thohir (Kanan) mengambil alih saham kepemilikan Massimo Moratti di Inter Milan

Di musim 1997/98, Massimo Moratti mengeluarkan uang besar dengan mendatangkan delapan pemain berkualitas. Di antara kedelapan pemain yang ia datangkan, terdapat sosok Ronaldo dan Alvaro Recoba.

Tak hanya pemain, pelatih pun ia datangkan. Usai memecat Roy Hodgson, Moratti menunjuk Luigi Simoni di awal musim. Secara prestasi, pria yang kini berusia 81 tahun tersebut tak punya catatan gemilang. Namun Moratti percaya kepadanya dengan banyaknya pemain bintang yang ia datangkan.

Bisa dikatakan di tahun ketiganya tersebut, Moratti sukses membawa tim kesayangannya kembali berjaya. Kendati gagal menjadi juara Serie A karena kalah dari Juventus, Nerazzurri mampu meraih titel Eropa ketiganya dalam tujuh tahun, yakni Piala UEFA.

Piala UEFA menjadi titel perdana Moratti bersama Inter. Bisa dikatakan, titel inilah yang menandai kehebatan Nerazzurri di bawah arahannya hingga menguasai Italia dari awal tahun 2000 an hingga 2010.


2. Ronaldo: Si Fenomenal Pelukis Senyum di Wajah Moratti

Ronaldo Nazario saat mengantarkan Inter Milan menjadi juara Piala UEFA 1997/98 usai mengandaskan Lazio

Saat didatangkan, Ronaldo Nazario de Lima memecahkan rekor transfer kala itu. Ia didatangkan Inter Milan dengan mahar 27 juta euro. Tentu harapan besar pun menyertai besarnya mahar transfernya.

Ronaldo datang dengan segudang harapan besar dari Massimo Moratti. Pengusaha asal Italia ini tentu tak mau merugi, apalagi dengan mahar yang dikeluarkan. Ekspektasi besar pun muncul pula di benak Interisti. Mau tidak mau, kali ini Nerazzurri juara usai absen mengangka piala tiga tahun lamanya.

Harapan utama Moratti sejatinya Inter meaih titel Serie A. Harapan tersebut nampak akan terwujud usai di 10 laga pertama, Inter tak pernah kalah dan mampu mengoleksi 26 poin. Modal yang berharga tentunya

Namun di pertengahan musim, inkonsistensi pun terlihat. Inter kehilangan tajinya. Sederet kekalahan membuat laju Inter mengendur. Namun dari tujuh kekalahan yang diderita di Serie A musim 1997/98, kekalahan dari Juventus lah yang sangat menyakitkan bagi Moratti.

Di hadapannya, Inter harus tumbang 0-1 dari Juventus. Kekalahan ini membuat harapan La Beneamata meraih titel Serie A gagal terwujud yang berujung perbedaan empat poin di klasemen akhir.

Secara kolektif, kegagalan menjuarai Serie A sangat menyakitkan bagi Moratti. Namun secara individu, ia bangga melihat salah satu pemain termahalnya, Ronaldo mampu menjawab ekspektasinya.

Di Serie A, Ronaldo mampu mencetak 26 gol. Hanya kalah satu gol saja dari pencetak gol terbanyak musim itu, Olivier Bierhoff (27 gol). Jika ditotal, pria asal Brasil tersebut mencatatkan rekor apik dengan menorehkan 34 gol di musim pertamanya di Inter.

Senyum Moratti kian berkembang mengetahui banyaknya uang yang ia keluarkan untuk Ronaldo membuahkan hasil. Kendati gagal di Serie A, pemain berjuluk Phenomenon tersebut mampu membawa Inter berjaya di ajang lain, yakni Piala UEFA.

Dari kaki dan kepalanya lah Inter mampu meraih titel Piala UEFA ketiganya. Sihir Ronaldo di ajang ini sejatinya telah terlihat sejak ronde pertama. Menghadapi wakil Swiss, Neuchatel Xamax, Phenomenon mampu mencetak satu gol di leg pertama yang mempermulus langkah Nerazzurri di leg kedua.

Tuahnya kemudian berlanjut di 16 besar. Kala itu satu golnya di leg kedua mampu mengangkat moral Inter yang telah tertinggal dua gol dari Strasbourg di leg pertama. Akhinya di Nerazzurri lolos ke babak selanjutnya dengan agregat 3-2.

Di babak perempat final, lagi dan lagi Ronaldo menjadi aktor kemenangan Inter. Satu golnya di leg pertama cukup untuk membantu La Beneamata lolos ke semifinal.

Kualitasnya sebagai penyerang jempolan kian ditunjukkan di babak semifinal. Inter bisa saja tersingkir dari Piala UEFA jika Ronaldo tak mencetak dua gol di leg kedua yang membuat Nerazzurri unggul gol tandang dari Spartak Moscow.

Kran Ronaldo tak terhenti cukup sampai situ. Di babak final yang hanya satu leg, Si Fenomena melengkapi kemenangan besar Inter di partai puncak atas Lazio dengan satu golnya. Kemenangan 3-0 ini cukup mengantarkan La Beneamata menjadi kampiun Piala UEFA.

Sayang Ronaldo kembali gagal memuncaki daftar top skor. Layaknya di Serie A, ia harus puas tertinggal satu gol saja dari Stephane Guivarch yang mencetak tujuh gol.

Meski begitu, jasanya terbilang cukup membawa Inter Milan berjaya di kancah Eropa. Setidaknya Sang Fenomena mampu membuat Massimo Moratti tersenyum bahagia usai mendapat titel perdananya bersama La Beneamata (yang tersayang).

Liga EuropaInter MilanRoy HodgsonJavier ZanettiMassimo MorattiRonaldoRoberto CarlosGianluca PagliucaAlvaro RecobaPiala UEFASepak BolaBerita Liga Europa

Berita Terkini